Tuesday, June 17, 2014

Hukum Mengumumkan Awal Ramadhan dan Syawal pada Khalayak dengan Hisab


Hukum Mengumumkan Awal Ramadhan dan Syawal pada Khalayak dengan Hisab

Pertanyaan : Bagaimana hukumnya mengumumkan awal Ramadhan atau awal Syawal untuk umum dengan hisab atau orang yang mempercayai sebelum ada penetapan hakim atau siaran dari Departemen Agama? Boleh ataukah tidak? (NU Cabang Banyuwangi)

Jawaban :

Sesungguhnya mengabarkan tetapnya awal Ramadhan atau awal Syawal dengan hisab itu tidak terdapat di waktu Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Sedang, pertama-tama orang yang memperbolehkan dengan hisab ialah Imam Muththarif, guru Imam Bukhari. Adapun mengumumkan tetapnya awal Ramadhan atau awal Syawal berdasarkan hisab sebelum ada penetapan/ siaran Departemen Agama, maka Muktamar memutuskan tidak boleh, sebab untuk menolak kegoncangan dalam kalangan umat Islam, dan Muktamar mengharap kepada pemerintah supaya melarangnya.

Keterangan, dalam kitab:

1. Al-Bughya al-Mustarsyidin,
"(Kasus dari Sulaiman al-Kurdi) Bulan Ramadhan, sebagaimana bulan-bulan lain, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan Ru'yah atau menyempurnakan 30 hari tanpa perbedaan, kecuali masuknya Ramadhan yang bisa ditetapkan dengan satu orang adil"(Abdurrahman Ba'alawi,Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 108, Mesir: Musthafa al-Halabi, 1952).

2. Al-Bughya al-Mustarsyidin,
"(Kasus dari Abdullah bin Umar al-'Alawi al_Hadhrami dan Muhammad Sulaiman al-Kurdi) Munjim yaitu orang yang berpendapat bahwa permulaan bulan adalah dengan munculnya bintang tertentu, dan ahli hisab yaitu orang yang berpedoman pada tempat perputaran bulan dan kadar perputarannya, boleh mengamalkan pedoman tersebut. Namun, andaikan terbukti hari yang mereka puasai itu adalah hari Ramadhan, puasa mereka tetap tidak mencukupi dari puasa Ramadhan. Mereka itu hanya diperbolehkan berpuasa saja.... Meskipun begitu, bila hisab bertentangan dengan ru'yah, maka yang diamalkan adalah ru'yah bukan hisab menurut pendapat manapun" (Abdurrahman Ba'alawi,Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 110, Musthafa al-Halabi, Mesir, 1952).

3. Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra,
"Dan dari bukti-bukti pendapat ulama tersebut bisa disimpulkan, bahwa yang menjadi pedoman adalah keyakinan hakim secara mutlak. Oleh sebab itu, ketika hakim yang melihat hilal sudah menetapkannya dan keputusan hukumnya tidak terbantah, sebab berlawanan dengan nash sharih yang tidak mungkin dita'wil, maka keputusan hukumnya dibenarkan" (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra,Jilid II, hal. 81, Dar al-Fikr, Beirut, 1403 H). http://www.muslimedianews.com

Thursday, June 12, 2014

Khutbah Jum'at Menyambut Bulan Ramadhan 1434 H

Khutbah Jum'at Menyambut Bulan Ramadhan 1434 H




………………………. أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ .يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً
,أَمَّا بَعْدُ،
Kaum muslimin Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah.

Kembali saya disini sebagai khotib pengganti, maka saya berwasiat untuk diri saya pribadi dan juga untuk para jama’ah sekalian, tak henti-hentinya dalam setiap jum’at diwasiatkan kepada kita untuk terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt, karena dengan modal iman dan taqwa lah kita semua akan bahagia di dunia dan di akhirat.
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah karena di hari yang mulia ini kita dikumpulkan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Hari Jumat merupakan hari raya kaum muslimin dalam setiap pekannya.
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah, ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah Swt
Beberapa hari yang lalu kita telah melewati nisfu sya’ban tepatnya pada 15 Sya’ban 1433 H, itu berarti hanya tinggal 15 hari lagi bulan suci Ramadhan akan datang menjumpai kita, bulan yang mulia, yang diharapkan oleh orang-orang shalih perjumpaan dengannya. Di bulan tersebut, seseorang bisa mengumpulkan pahala yang banyak dengan waktu yang singkat demi mencapai kedudukan yang mulia di sisi Allah Ta’la.
Sejenak, marilah kita introspeksi, sudah berapa kali kita mendapati Ramadhan. Namun, apakah kita telah meraih pelajaran-pelajaran berharga dari bulan Ramadhan?! Sudahkah Ramadhan membuahkan perubahan dalam pribadi kita ataukah hanya sekedar rutinitas belaka yang datang dan berlalu begitu saja?!
Oleh karenanya, perkenankanlah saya pada khotbah kali ini untuk menyampaikan pelajaran-pelajaran di bulan suci Ramadhan. Bulan Ramadhan merupakan sekolah keimanan dan bengkel yang sangat manjur bagi orang yang mengetahuinya. Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil darinya, di antaranya:
Ikhlas
Ikhlas merupakan fondasi pertama diterimanya suatu amalan ibadah seorang hamba. Dalam ibadah puasa secara khusus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من صام رمضان إيمانا واتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala Allah, maka akan diampunilah dosanya yang telah lalu.” (HR. bukhori dan Muslim)
Demikian pula dalam setiap amal ibadah kita, marilah kita ikhlaskan murni hanya untuk Allah semata sehingga kita tidak mengharapkan selain Allah. Ingatlah bahwa sebesar apa pun ibadah yang kita lakukan tetapi bila tidak ikhlas mengharapkan wajah Allah maka sia-sia belaka tiada berguna.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim no. 1905 dikisahkan bahwa tiga golongan yang pertama kali dicampakkan oleh Allah adalah mujahid, pemberi shodaqoh, dan pembaca Alquran. Perhatikanlah, bukankah jihad merupakan amalan yang utama?! Bukankah shodaqoh dan membaca Alquran merupakan amalan yang sangat mulia? Namun, kenapa mereka malah dicampakkan ke neraka?! Jawabannya, karena mereka kehilangan keikhlasan dalam beramal.
Mutaba’ah
Mengikuti sunah merupakan fondasi kedua untuk diterimanya suatu ibadah. Betapa pun ikhlasnya kita dalam beribadah tetapi kalau tidak sesuai dengan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tertolak dan tidak diterima. Oleh karenanya, dalam berpuasa kita meniru bagaimana puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti mengakhirkan sahur dan bersegera dalam berbuka.
Demikian pula dalam setiap ibadah lainnya, marilah kita berusaha untuk meniru agar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga amal kita tidak sia-sia belaka.
Benarlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa setiap kebaikan dan kejayaan hanyalah dengan mengikuti sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun terkadang akal belum menerima sepenuhnya.
Dalam Perang Uhud, kenapa kaum muslimin mengalami kekalahan? Jawabannya, karena mereka tidak taat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karenanya, apabila kita menginginkan kejayaan maka hendaknya kita menghidupkan dan mengagungkan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan malah merendahkan dan melecehkannya!!
Takwa dan Muroqobah
Meraih derajak takwa merupakan tujuan pokok ibadah puasa. Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Takwa artinya takut kepada Allah dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya sesuai dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karenanya, marilah kita koreksi dan bertanya pada hati kita masing-masing, apakah kita bertujuan hendak meraih tujuan puasa ini?! Akankah kita memetik buah ketakwaan ini?! Ataukah kita puasa hanya menjalaninya dengan anggapan sekadar rutinitas saja?!
Seorang yang berpuasa tidak akan berbuka sekalipun manusia tidak ada yang mengetahuinya karena merasa takut dan merasa diawasi oleh Allah dalam gerak-geriknya. Demikianlah hendaknya kita dalam setiap saat merasa takut dan diawasi oleh Allah di mana pun berada dan kapan pun juga, terlebih ketika kita hanya seorang diri. Apalagi pada zaman kita ini, alat-alat kemaksiatan begitu mudah dikonsumsi, maka ingatlah bahwa itu adalah ujian agar Allah mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang takut kepada-Nya.
Konsisten/Terus di Atas Ketaatan
Ibadah puasa mengajarkan kepada kita untuk tetap konsisten dalam ketaatan. Oleh karena itu, perhatikanlah hadis berikut:
“Dari Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, ‘Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki sepuluh akhir bulan Ramadhan maka beliau bersungguh-sungguh ibadah, menghidupkan malam, dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Demikianlah suri teladan kita, justru lebih bersungguh-sungguh di akhir Ramadhan, bukan terbalik seperti kebanyakan di antara kita, di awal Ramadhan kita semangat tetapi di akhir-akhir Ramadhan sibuk dengan baju baru, kue lebaran, dan hiasan rumah.
Maka mari kita persiapkan diri kita dengan sebaik-baiknya menjelang Ramadhan yang tinggal 12 hari lagi. Jangan sampai kita hanya melewatinya sebagai rutinitas tahunan dan membiarnya berlalu tanpa makna yang spesial. Itulah beberapa pelajaran Ramadhan yang bisa kita ambil hikmahnya, semoga dapat kita pahami, menjadi motivasi, dan dapat kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Amin.
أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
 http://rifqimiftahulamili.blogspot.com

Tuesday, June 10, 2014

Kiat Menyambut Bulan Ramadhan 2014 M

 

Kiat Menyambut Bulan Ramadhan

Seringkali kesibukan dan gegap-gempita dunia membuat kita lupa dengan akhirat. Kini, beberapa hari lagi Ramadhan, bulan shaum itu akan menyapa kita. Ya, kedatangannya setahun sekali, selalu membuat jiwa-jiwa beriman merindukan dan menanti-nantikannya. Karena banyak bonus kebaikan dari Allah di dalamnya bagi kaum yang mau berpikir dan beramal, sesibuk apapun dirinya.
Nah, bagi kita yang beriman dan rindu dengan datangnya bulan suci ini, tentu tengah mempersiapkan diri dengan berbagai persiapan. Lalu apa persiapan utama agar kita gembira dan mengoptimalkan nuansa keindahan beribadah kepada Allah di dalamnya? Berikut beberapa di antaranya:


1. Taubat.
Ya segera bertaubat dan memperbaharuinya. Dengan bertaubat sesegera mungkin, Insya Allah kita akan mudah menyambut Ramadhan dan mengisi amalan-amalan shalih di dalamnya. Bertaubat dari segala dosa yang selama setahun ini tanpa disadari telah mengotori jiwa dan hati kita, sehingga membuat hati kita menjadi keras dan kebal terhadap kebaikan dan kebenaran.
2. Berdoa "Ya Allah, sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan."
Kita patut untuk menyambut Ramadhan dengan berbagai persiapan. Menyambut Ramadhan tak ubahnya seperti menyambut waktu yang singkat namun penuh dengan manfaat. Berbagai rahasia kebaikan Allah terdapat di sana. Bukan karena kita ingin mendapatkan bonus dan THR (tunjangan hari raya yang berlipat). Bukan karena peluang memanfaatkan perdagangan di pasar-pasar. Apalagi bermalas-malasan di dalamnya lantaran di kekang oleh rasa dahaga dan lapar. Bukan. Tapi karena kebaikan yang Allah tebarkan di muka bumi ini sehingga membuat siapa saja yang beriman akan merasa mudah melakukan berbagai kebaikan.
3. Membuat Planning dan Program Untuk Memanen Pahala.
Dr. Yusuf Qordhowi mengatakan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan panen pahala. Ya, karena di dalamnya sudah Allah mudahkan dan murahkan. Apapun itu bentuk kebaikannya. Sudah mudah dilakukan berlipat pula ganjaran pahalanya. Momentum yang tidak terdapat di bulan-bulan lainnya. Subhanalloh.
Tapi, tentu saja agar kita bisa meraup pahala yang demikian besar di bulan Ramadhan, maka kita harus jauh-jauh hari membuat perencanaan kebaikan agar kebaikan kita itu bermanfaat buat orang lain dan berpahala besar bagi diri kita.
Programlah untuk bisa mengkhatamkan al-Qur'an lebih dari 3 kali misalnya dengan mengejar tilawah al-Qur'an anda dari sekarang.
Programlah untuk bisa bersedekah lebih banyak di bulan ini, karena semakin murah tangan kita dalam memberi maka akan semakin murah pula rejeki kita.
Programlah diri Anda untuk memanfaatkan ilmu anda untuk diberikan kepada orang lain dan mempelajari ilmu.
Programlah dengan berbagai macam perencanaan besar lainnya. Insya Allah pada waktunya kita akan panen di saat-saat terakhir hidup kita.
4. Menghentikan Sifat Permusuhan dengan Orang Lain.
Sebagian besar umat Islam di Indonesia, hanya sadar berdamai dengan orang yang dimusuhi dan dibencinya ketika ingin masuk bulan Ramadhan. Tapi sayang, sikap itu luntur dan berlanjut lagi ketika usai Ramadhan dan seterusnya.
Padahal, Ramadhan menggembleng jiwa kita untuk selamanya melawan sifat permusuhan yang merupakan sifat setan, la'natullah alaihi itu.
Betapa indahnya kalau kita masuk ke bulan Ramadhan dengan hati yang bersih, tanpa dendam dan menyambutnya dengan lapang dada dan penuh keridhoan.
5. Memperbanyak Ibadah Sunnah dan Ketaatan.
Tapi bukan berarti meninggalkan yang wajib-wajib. Justru yang wajib-wajiblah yang lebih harus ditingkatkan. Taat dalam arti memperbanyak hal-hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah swt. Bagaimana tidak, rahmat Allah ditebarkan ke bulan Ramadhan ini. Bentuknya salah satunya kemudahan dalam berbuat kebajikan dan gampangnya menjauhi dosa dan kemaksiatan.
Sebaliknya, apabila di bulan Ramadhan saja kita sulit untuk melakukan ketaatan, apalagi di bulan-bulan lainnya?!
Apabila di bulan Ramadhan saja kita mudah tergoda melakukan dosa, apatah lagi di luar bulan Ramadhan?!
Tapi umumnya, memang rahmat dan kasih sayang Allah membuktikan bahwa di bulan penuh rahmat ini lebih dominan ketimbang murka-Nya. Itu dikarenakan rahmat-Nya mengalahkan kemurkaan-Nya yang berlaku pada hamba-hamba-Nya.
Jadi, mari kita ucapkan: "Ahlan Wa Sahlan Yaa Ramadhan, selamat datang wahai bulan kebaikan."
Wallahu A'lam
 http://www.lbbqsohibulquran.org

Monday, June 9, 2014

Menghadiahkan Bacaan Surah Al Fatihah


Menghadiahkan Bacaan Surah Al Fatihah

Di antara tradisi umat Islam adalah membaca surat al-Fatihah dan menghadiahkan pahalanya untuk Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Para ulama mengatakan bahwa hukum perbuatan ini adalah boleh.

Ibnu 'Aqil, salah seorang tokoh besar madzhab Hanbali mengatakan: "Disunnahkan menghadiahkan bacaan Al-Qur'an kepada Nabi SAW.

Ibnu 'Abidin berkata: "Ketika para ulama kita mengatakan boleh bagi seseorang untuk menghadiahkan pahala amalnya untuk orang lain, maka termasuk di dalamnya hadiah kepada Rasulullah SAW. Karena beliau lebih berhak mendapatkan dari pada yang lain. Beliaulah yang telah menyelamatkan kita dari kesesatan. Berarti hadiah tersebut termasuk salah satu bentuk terima kasih kita kepadarlnya dan membalas budi baiknya.”

“Bukankah seorang yang kamil (tinggi derajatnya) memungkinkan untuk bertambah ketinggian derajat dan kesempurnaannya. Dalil sebagian orang yang melarang bahwa perbuatan ini adalah tahshilul hashil (percuma) karena semua semua amal umatnya otorrntis masuk dalam timbahan amal Rasulullah, jawabannya adalah bahwa ini bukanlah masalah. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan dalam Al-Qur'an bahwa Ia bershalawat terhadap Nabi SAW kemudian Allah memerintahkan kita untuk bershalawat kepada Nabi dengan mengatakan:

اَللّهُمَّ صَلِّي عَلَى مُحَمَّدٍ
Ya Allah berikanlah rahmat kemuliaan buat Muhammd. Wallahu A’lam.” (lihat dalam Raddul Muhtar 'Alad-Durral Mukhtar, jilid II, hlm. 244)

Ibnu Hajar al Haytami juga menuturkan kebolehan menghadiahkan bacaan Al-Qur'an untuk Nabi dalam Al-Fatawa al-Fiqhiyyah.

Al Muhaddits Syekh Abdullah al-Ghumari dalam kitabnya Ar-Raddul Muhkam al-Matin, hhm. 270, mengatakan: "Menurut saya boleh saja seseorang menghadiahkan bacaan Al-Qu'an atau yang lain kepada baginda Nabi SAW, meskipun beliau selalu mendapatkan pahala semua kebaikan yang dilakukan oleh umatnya, karena memang tidak ada yang melarang hal tersebut. Bahwa para sahabat tidak melakukannya, hal ini tidak menunjukkan bahwa itu dilarang.

Jika hadiah bacaan Al-Qur'an termasuk al-Fatihah diperbolehkan untuk Nabi, apalagi untuk para wali dan orang-orang saleh karena mereka jelas membutuhkan tambahnya ketinggian derajat, kemuliaan dan kesempumaan dan tidak ada dalil yang melarang menghadiahkan bacaan Al-Qur'an untuk para wali dan orang­-orang shaleh tersebut.

KH A Nuril Huda
Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
http://www.muslimedianews.com

Wanita yangTidak Boleh Dinikahi

Wanita yang tidak tidak boleh dinikahi Menurut Islam Penulis H. TARMIZI ALFUJUDY Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan demi terc...