Thursday, February 23, 2017

Keagungan dan Keutamaan Hari Jum’at

H TARMIZI AL FUJUDY

Keagungan dan Keutamaan Hari Jum’at

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah bersabda. “Hari terbaik di mana matahari terbit di dalamnya ialah hari Jumat. Pada hari itu Adam Alaihis Salam diciptakan, dimasukkan ke surga, dikeluarkan daripadanya dan kiamat tidak terjadi kecuali di hari Jumat.” [Riwayat Muslim]
Rasulullah juga pernah bersabda, “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku, para sahabat berkata: ‘Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’ Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (Shohih. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i)
Keistimewaan lain hari Jumat adalah saat-saat dikabulkannya doa, yaitu saat-saat terakhir setelah shalat ashar (seperti yang dijelaskan dalam banyak hadits) atau di antara duduknya imam di atas mimbar saat berkhutbah Jumat sampai shalat selesai ditunaikan.
Amalan Mulia
Allah mengkhususkan hari Jumat ini hanya bagi kaum Muslimin dari seluruh kaum dari umat-umat terdahulu. Di dalamnya banyak rahasia dan keutamaan yang datangnya langsung dari Allah.
Beberapa rahasia keagungan dan keutamaan hari Jumat adalah sebagai berikut;
Pertama, Hari Keberkahan. Di mana di hari Jumat berkumpul kaum Muslimin di masjid-masjid untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah Jumat yang mengandung pengarahan dan pengajaran serta nasihat-nasihat yang ditujukan kepada kaum muslimin yang kesemuanya mengandung manfaat agama dan dunia. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menyebut hari Jumat memiliki 33 keutamaan. Bahkan Imam as-Suyuthi menyebut ada 1001 keistimewaan.
Kedua, Hari Dikabulkannya Doa. Di antara rahasia keutamaan hari Jumat lain adalah, di hari itu terdapat waktu-waktu dikabulkannya doa.
“Di hari Jumat itu terdapat satu waktu yang jika seorang Muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.’ Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu.” [HR.Bukhari dan Muslim]
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya pada hari Jumat terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya.” [Muttafaqun Alaih]
Ketiga, Hari Diperintahkannya Shalat Jumat. Rasulullah bersabda, “Hendaklah kaum-kaum itu berhenti dari meninggalkan shalat Jumat. Atau (jika tidak) Allah pasti akan mengunci hari mereka, kemudian mereka pasti menjadi orang-orang yang lalai.” [Muslim]. Dalam riwayat lain Rasulullah menyebutkan, “Shalat Jumat adalah hak yang diwajibkan kepada setiap Muslim kecuali empat orang; budak atau wanita, atau anak kecil, atau orang sakit.” [Abu Daud]
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [QS: Al-Jumu’ah:9]
“Barangsiapa yang bersuci dan mandi, kemudian bergegas dan mendengar khutbah dari awal, berjalan kaki tidak dengan berkendaraan, mendekat dengan imam, lalu mendengarkan khutbah dan tidak berbuat sia-sia, maka baginya bagi setiap langkah pahala satu tahun baik puasa dan shalatnya..”
Keempat, Hari Pembeda antara Islam dan Non-Muslim. Hari Jumat adalah hari istimewa bagi kaum Muslim. Selain itu diberikan Nabi untuk membedakan antara harinya orang Yahudi dan orang Nashrani.
Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah bersabda: “Allah telah memalingkan orang-orang sebelum kita untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari raya mereka, oleh karena itu hari raya orang Yahudi adalah hari Sabtu, dan hari raya orang Nasrani adalah hari Ahad, kemudian Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari raya, sehingga Allah menjadikan hari raya secara berurutan, yaitu hari Jumat, Sabtu, dan Ahad. Dan di hari kiamat mereka pun akan mengikuti kita seperti urutan tersebut, walaupun di dunia kita adalah penghuni yang terakhir, namun di hari kiamat nanti kita adalah urutan terdepan yang akan diputuskan perkaranya sebelum seluruh makhluk.” [HR. Muslim]
Kelima, Hari Allah menampakkan diri. Dalam sebuah riwayat disebutkan,Hari Jumat Allah menampakkan diri kepada hamba-hamba-Nya yang beriman di Surga. Dari Anas bin Malik dalam mengomentari ayat: “Dan Kami memiliki pertambahannya” (QS.50:35) mengatakan: “Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jumat.”
Masih banyak keistimewan hari Jumat. Di antaranya adalah; Dalam “al-Musnad” dari hadits Abu Lubabah bin Abdul Munzir, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
“Penghulunya hari adalah hari Jumat, ia adalah hari yang paling utama di sisi Allah Subhanahu Wata’ala, lebih agung di sisi Allah Subhanahu Wata’ala dari pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Pada hari Jumat tersebut terdapat lima keistimewaan: Hari itu, bapak semua umat manusia, Nabi Adam ‘Alaihissalam diciptakan, diturunkan ke dunia, dan wafat. Hari kiamat tak akan terjadi kecuali hari Jum’at.
Karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sangat memuliakan hari ini, menghormatinya, dan mengkhususkannya untuk beribadah dibandingkan hari-hari lainnya.*
https://www.hidayatullah.com

Tuesday, February 21, 2017

Penting ‘Kebersamaan’



Penting ‘Kebersamaan’
 
Manusia adl makhluk sosial yg tdk bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan kebersamaan dlm kehidupannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia beraneka ragam dan berbeda-beda tingkat sosialnya. Ada yg kuat ada yg lemah ada yg kaya ada yg miskin dan seterusnya. Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan manusia dgn keahlian dan kepandaian yg berbeda-beda pula. Semua itu adl dlm rangka saling memberi dan saling mengambil manfaat. Orang kaya tdk dapat hidup tanpa orang miskin yg menjadi pembantu pegawai sopir dan seterusnya. Demikian pula orang miskin tdk dapat hidup tanpa orang kaya yg mempekerjakan dan mengupahnya. Demikianlah seterusnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ

“Apakah mereka yg membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dlm kehidupan dunia dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yg lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yg lain. Dan rahmat Rabbmu lbh baik dari apa yg mereka kumpulkan.”
Kehidupan bermasyarakat sendiri tdk akan terwujud dgn sempurna kecuali dgn ada seorang pemimpin dan kebersamaan. Oleh krn itulah Islam begitu menekankan agar kaum muslimin bersatu dlm jamaah di bawah satu penguasa. Seorang mukmin dgn mukmin lain seperti sebuah bangunan sebagian menopang sebagian yg lain.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami. Di antara beliau berkata:

..عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ، وَهُوَ مِنَ اْلاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ، مَنْ أَرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ، مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَاتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَاتُهُ فَذَلِكَ الْمُؤْمِنُ

“Wajib atas kalian utk bersama dgn al-jamaah dan berhati-hatilah kalian dari perpecahan. Sesungguh setan bersama orang yg sendirian sedangkan dari orang yg berdua dia lbh jauh. Barangsiapa yg menginginkan tengah-tengah surga mk hendaklah dia bersama jamaah. Barangsiapa yg kebaikan-kebaikan menggembirakan dia dan kejelekan-kejelekan menyusahkan dia mk dia adl seorang mukmin.”
Sungguh indah kebersamaan dlm jamaah dan sungguh ni’mat hidup dlm keteraturan di bawah satu penguasa. Sebagaimana dikatakan: Al-Jama’atu rahmah wal furqatu ‘adzab . Oleh krn itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang perpecahan dlm beberapa ayatnya. Di antara Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

.. وَلاَ تَكُوْنُوا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوا دِيْنَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

“Dan janganlah kamu termasuk orang2 yg mempersekutukan Allah yaitu orang2 yg memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dgn apa yg ada pada golongan mereka.”
Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا

“Dan berpeganglah kamu semua kepada tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai.”
Di antara tafsir “tali Allah” selain Islam Al-Qur`an dan As-Sunnah adl jamaah kaum muslimin dan penguasanya. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: “Wahai manusia wajib atas kalian utk taat dan tetap bersama jamaah krn itulah tali Allah yg sangat kuat. Ketahuilah! Apa yg tdk kalian sukai bersama jamaah lbh baik daripada apa yg kalian sukai bersama perpecahan.”
Tidak ada pertentangan antara tafsir tersebut dgn tafsir yg lainnya. Karena ayat tersebut memerintahkan kaum muslimin agar berpegang dgn ajaran Islam dgn dasar Al-Qur`an dan As-Sunnah serta tetap bersama jamaah kaum muslimin dan penguasa agar tdk berpecah belah. Jika keluar dari salah satu mk akan terjatuh dlm perpecahan. Sehingga semua sama-sama merupakan tali Allah yg sangat kuat yg mengikat mereka dlm kebersamaan.
Nikmat kebersamaan dlm satu jamaah dgn satu kepemimpinan telah dirasakan sejak zaman para shahabat dgn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemimpinnya. mk ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat para sahabat segera membicarakan siapa khalifah yg akan menjadi pemimpin sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan krn mereka adl para politikus yg berambisi menjadi penguasa –seperti yg dikatakan oleh kaum Syi’ah– tetapi krn mereka faham betul betapa penting keberadaan seorang pemimpin dlm kebersamaan.
Tentu kepemimpinan tanpa ketaatan adl sesuatu yg sia-sia. Oleh krn itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan utk menaati seorang yg telah Allah Subhanahu wa Ta’ala takdirkan sebagai penguasa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ

“Wahai orang2 yg beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan pemerintah/penguasa di kalangan kalian.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan utk menaati penguasa. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

”Wajib atas tiap orang muslim utk mendengar dan taat kepada penguasa dlm apa yg dia sukai dan yg tdk dia sukai kecuali jika dia diperintah utk bermaksiat. Jika dia diperintah utk bermaksiat mk tdk wajib bagi utk mendengar dan taat.”
Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata:

مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ، مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

“Barangsiapa yg keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jamaah kemudian dia mati mk mati mati jahiliah.”
Dalam hadits ini orang yg tdk taat dan memisahkan diri dari jamaah dikatakan jahiliah. Demikian pula dlm ayat di atas orang yg berpecah belah dikatakan seperti musyrikin. Hal ini krn orang tersebut seperti keadaan musyrikin di zaman jahiliah yaitu masyarakat liar yg hidup tanpa keteraturan dan kepemimpinan1.
Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk menaati penguasa di atas adl dlm rangka menjaga kebersamaan dlm jamaah dan tdk bercerai berai. Oleh krn itu perintah tersebut tdk gugur dgn kezhaliman penguasa tersebut atau kekurangan-kekurangan dlm hal fisiknya. Karena hikmah dlm kebersamaan lbh besar daripada kezhaliman penguasa tersebut. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan utk menaati walaupun penguasa itu bekas budak hitam yg cacat.
Diriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:

إِنَّ خَلِيْلِيْ أَوْصَانِي أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيْعَ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا مُجَدَّعَ اْلأَطْرَافِ

“Kekasihku telah mewasiatkan kepadaku agar aku mendengar dan taat walaupun yg berkuasa adl bekas budak yg terpotong hidung .”
Kalimat mujadda’ bermakna terpotong anggota badan atau cacat seperti terpotong telinga hidung atau tangan dan kakinya. Namun seringkali kalimat mujadda’ dipakai dgn maksud terpotong hidungnya. Sedangkan mujadda’ul athraf Ibnu Atsir rahimahullahu berkata dlm An-Nihayah: “Makna adl terpotong-potong anggota badan di-tasydid-kan huruf dal- utk menunjukkan banyak.”
Demikian pula riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yg memerintahkan kita utk taat pada penguasa walaupun seorang bekas budak hitam yg kepala seperti kismis. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيْبَةٌ
“Dengar dan taatilah walaupun yg dipilih sebagai penguasa kalian adl budak dari Habasyah yg kepala seperti kismis .”
Bahkan perintah ini tdk gugur walaupun penguasa tersebut zhalim merampas harta rakyat dan menindas selama dia masih muslim. Dikisahkan oleh ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu:
قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، لاَ نَسْأَلُكَ عَنْ طَاعَةِ التَّقِيِّ وَلَكِنْ مَنْ فَعَلَ وَفَعَلَ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقُوْا اللهَ وَاسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا
Kami katakan: “Wahai Rasulullah kami tdk berta tentang ketaatan kepada orang yg bertakwa tetapi penguasa yg berbuat begini dan begitu –dia menyebutkan kejelekan-kejelekan–?” mk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dan dengarlah dan taatlah kalian kepadanya!”
Lebih dahsyat lagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggambarkan akan muncul seorang penguasa yg hati seperti hati setan dlm tubuh manusia. Disebutkan dlm hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu sebagai berikut:
قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ فَجَاءَ اللهُ بِخَيْرٍ فَنَحْنُ فِيْهِ، فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ.قُلْتُ: هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ؟ قال: نعم. قُلْتُ: هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: كَيْفَ؟ قَالَ: يَكُوْنُوْا بَعْدِيْ أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهُدَايَ وَلاَ يَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِيْ، سَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ. قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيْعُ لِلْأَمِيْرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ!
Aku mengatakan: “Ya Rasulullah sesungguh kami dahulu dlm keadaan jelek kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini dan kami berada di dalamnya. mk apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” Beliau berkata: “Ya.” Aku berkata: “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?” Beliau berkata: “Ya.” Aku berkata: “Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” Beliau berkata: “Ya.” Aku berkata: “Bagaimana itu?” Beliau berkata: “Akan ada setelahku penguasa-penguasa yg tdk mengikuti petunjukku dan tdk bersunnah dgn sunnahku. Akan muncul di tengah mereka para lelaki yg hati-hati mereka adl hati-hati setan dlm tubuh-tubuh manusia.” Aku berkata: “Apa yg mesti saya perbuat jika mengalami keadaan itu?” Beliau berkata: “Dengar dan taatlah pada penguasa walaupun punggungmu dipukul dan hartamu dirampas! Dengarlah dan taatilah.”
Perhatikanlah! Hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas bukan membela para penguasa yg jahat dan zhalim. Tetapi menunjukkan betapa penting kebersamaan di bawah kepemimpinan seorang penguasa. Bisa dibayangkan betapa jelek seorang yg meruntuhkan atau merusak kebersamaan ini dgn sikap menentang penguasa muslim memberontak dan memeranginya.
Memang kebanyakan orang yg merusak kebersamaan ini berniat baik yaitu mengingkari kemungkaran. Tetapi kenyataan mereka mengganti kemungkaran dgn kemungkaran yg lbh besar. Mereka mengganti kezhaliman penguasa dgn perang saudara sesama muslim. Atau mengganti keteraturan dan kepemimpinan dgn kekacauan dan pertumpahan darah. Apakah ini sebuah hikmah? Ataukah ini suatu kebodohan yg nyata?!
Diriwayatkan oleh Al-Ajurri rahimahullahu dlm kitab Asy-Syari’ah dgn sanad bahwa ketika disampaikan kepada Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu tentang Khawarij yg telah muncul di Khuraibiyyah beliau berkata: “Kasihan mereka. Mereka melihat kemungkaran kemudian mengingkari ternyata mereka terjerumus dlm kemungkaran yg lbh besar.”
Wallahu a’lam. http://beritaislamimasakini.com

Friday, February 17, 2017

INDAHNYA KELUARGA SAKINAH

Add caption
INDAHNYA KELUARGA SAKINAH

Saudaraku, barangsiapa yang merindukan berumahtangga sakinah, memiliki pasangan hidup dan keturunan yang benar-benar menjadi penyejuk hati dan penentram jiwa, juga ingin menjadi teladan bagi orang yang bertakwa, maka amalkanlah doa berikut ini. Sebuah doa yang diajarkan oleh Alloh Swt. kepada Rosululloh Saw. dan beliau mengajarkannya kepada kita,


رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٲجِنَا وَذُرِّيَّـٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٍ۬ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا

“..Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqon [25] : 74)
Robbanaa hablanaa min azwaajina wa dzurriyaatinaa qurrota a’yun, ya Alloh ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami pasangan hidup dan anak-anak yang menjadi penyejuk mata dan hati serta penentram jiwa. Waj’alnaa lillmuttaqiina imaama, dan jadikanlah kami sebagai panutan, teladan, bagi orang-orang yang bertakwa.
Jadi, keluarga yang sakinah itu adalah keluarga yang bersih tauhidnya. Keluarga yang yakin bahwa tidak ada karunia sekecil apapun kecuali hanya datang dari Alloh Swt. Karena orang-orang yang bertauhid itu pasti ketika melakukan alam kebaikan tidaklah karena alasan mencari pujian, penghargaan, imbalan dan balas budi dari makhluk.
Keluarga yang sakinah adalah keluarga yang tulus dan ikhlas hanya berorientasi pada kecintaan dan keridhoan Alloh Swt. Dan kondisi seperti ini haruslah kita pinta kepada Alloh Swt., karena yang bisa membolak-balik hati hanyalah Alloh Swt.
Hanya Alloh Swt. yang bisa mengkaruniakan pasangan hidup kepada kita. Hanya Alloh Swt. yang bisa menghujamkan rasa cinta di dalam hati kita. Dan, Alloh Swt. juga yang bisa membimbing kita agar menjadi teladan bagi orang-orang yang bertakwa.
Mengapa kita pinta menjadi teladan bagi orang-orang yang bertakwa? Karena jikalau kita berbuat sebaik apapun, pasti akan ada saja orang yang tidak suka kepada kita dengan berbagai macam alasan. Namun, teladan bagi orang yang bertakwa, maka standar yang digunakan adalah ahli takwa.
https://www.facebook.com

Thursday, February 16, 2017

Kunci meraih kesuksesan

NIAT ATAU MOTIVASI DALAM BERAMAL

1.      HADIS PERTAMA TENTANG NIAT

عَنْ اَمِيْرِ اْلمُؤْمِنِيْنَ اَبِى حَفْصٍ عُمَرَبْنِ اْلخَطَابِ  بْنِ نُفِيْلِ بْنِ عَبْدِ اْلعُزى بْنِ رِيَاحِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُرْطِ بْنِ رَزَاحٍ بْنِ كَعْبِ بْنِ لُؤَيِ بْنِ غَالِبِ اْلقُرَيْشِيِ اْلعَدَوِيِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَل اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ يَقُوْلُ اِنمَا اْلَاعْمَلُ بِا النِيَاتِ وَاِنمَا لِكُلِ امْرِئٍ مَانَوَى وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلًى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ  لِدُنْيَا يَصِيْبُهَا اَوِ امْرَاَةُ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلَى مَا هَا جَرَ اِلَيْهِ

“Dari Amir al-Mukminin,Abu Hafs Umar bin Khattab r.a bin Nufail bin Abd al-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Riyah bin Adi Ka’ab bin luay bin Ghalib al-Quraiys al-Adawi berkata,”Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya sahnya amal itu tergantung dengan niat. Setiap orang akan memperoleh dari apa yang diniatkannya. Jika seseorang itu hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya, maka  hijrahnya tersebut diterima oleh Allah dan Rasul. Namun, jika hijrahnya itu untuk dunia yang akan diperolehnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya tersebut sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut”(HR. Bukhari and Muslim)
Rasulullah saw mengeluarkan hadis di atas (asbab al-wurud)- nya ialah untuk menjawab pertanyaan salah seorang sahabat berkenaan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Makkah ke Madinah yang diikuti oleh sebagian besar pejabat.[1] Dalam hijrah itu ada seorang laki-laki yang juga turut hijrah.  Akan tetapi, niatnya bukan untuk kepentingan perjuagan Islam, melainkan untuk hendak menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qais. Wanita itu rupanya sudah bertekad untuk turrut hijrah, sedangkan laki-laki tersebut pada mulanya memilih tinggal di Makkah. Ummu Qais hanya bersedia dikawini di tempat tujuan hijrahnya Rasullah yakni Madinah , sehingga laki-laki itu pun turut hijrah ke Madinah.Ketika peristiwa itu ditanyakan kepada Rasulullah saw, apakah hijrah dengann motif itu diterima atau tidak, Rasulullah menjawab secara umum seperti yang telah disebutkan pada hadis di atas.
Niat berperan penting dalam ajaran Islam, khusunya dalam perbuatan yang berdasarkan perintah syara’ atau menurut sebagian Ulama merupakan sebuah perbuatan yang mengandung harapan untuk mendapat pahala dari Allah SWT. Niat akan menentukan nilai, kualitas, serta hasilnya, yakni pahala yang akan diperolehnya.
Orang yang berhijrah dengan niat ingin mendapatan keuntungan dunia atau ingin mengawini seorang wanita, ia tidak akan medapatkan pahala dari Allah SWT. Sebaliknya, jika seseorang hijrah karena ingin  mendapatkan ridha dari Allah SWT, maka ia akan mendapatkannya, bahkan keuntungan duniapun akan diraihnya. Sebenarnya, hijrah yang dimaksud pada hadis diatas adalah berhijrah dari Makkah ke Madinah, karena pada saat itu penduduk Makkah tidak merespon lagi dakwah Nabi, bahkan mereka ingin mencelakakan Nabi dan Umat slam.  Akan tetapi, setelah Islam jaya, hijrah tersebut lebih tepat diartikan sebagai perpindahan dari kemungkaran atau kebatilan kepada yang hak. Namun  demikian, niat tetap saja sangat berperan dalam menentukan berpahala atau tidaknya setiap hijrah, dalam berbagai bentuknya.
Para Ulama telah sepakat[2],  bahwa niat itu sangat penting dalam menentukan sahnya suatu ibadah. Niat termasuk rukun pertama dalam setiap melakukan ibadah. Tidaklah sah suatu ibadah, seperti shalat, puasa, zakat maupun haji dan lain-lain, jika dilakukan tanpa niat atau dengan niat yang salah.
Setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan, jika niatnya baik (ikhlas) maka yang dia terima adalah kebaikan dari Allah dan jika niatnya tidak baik, maka dia tidak akan menerima kebaikan dari Allah.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
وَاِنمَا لِكُلِ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya:
“Dan tiap-tiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan”.
Suatu perbuatan yang secara lahiriahnya baik, tetapi niatnya tidak baik maka dia tidak akan mendapatkan kebaikan. Dan perbuatan dosa, walaupun niatnya baik, tetap mendapatkan hukuman. Jadi, ganjaran dan pahala dari Allah itu hanya dapat diperoleh oleh orang-orang yang berbuat kebajikan karena Allah dan Rasul-Nya semata-mata. Perbuatan-perbuatan kebajikan tidak dipandang baik oleh Allah, kalau tidak disertai dengan niat yang ikhlas.  Dan  niat yang ikhlas itu adalah ketetapan hati mencari keridhaan Allah dalam melakukan segala kebajikan.
Zu an-Nun al-Mishri menjelaskan bahwa ada tiga tanda-tanda ikhlas, yaitu:
ثَلَاثٌ مِنْ عَلَامَةِ اْلاِخْلَاصُ اِسْتَوَا اْلمَدْحَ والذم من العامة ونسيان رؤية اْلعَمَلِ فِى اْلاَعْمَالِ راقْتِضَاءُ ثَوَابِ اْلاَعْمَالِ فِى اْلاَخِرَةِ[3]
“Tanda ikhlas ada tiga: pujian dan cercaan dari manusia sama saja baginya, melupakan amal yang telah dilakukannya, dan hanya mengharapkan ganjaran amalnya di akhirat”.

2.      HADIS  KEDUA TENTANG NIAT

عَنِ بْنِ عَباسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنهُ قَالَ النبِي صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ : اِن اللهَ كَتَبَ اْلحَسَنَاتِ وَالسيئَاتِ ثُم بَيْنَ ذَالِكَ فَمَنْ هَم بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَاءِنْ هُوَ هَم بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ اِلَى سَبْعِمِا ئَةِ ضِعْفٍ اِلَى اَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ وَمَنْ هَم بِسَيئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلُهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَاءِنْ هُوَ هَم بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لًهُ سَيئَةً وَاحِدَةً[4]
Ibnu abbas r.a berkata, Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya Allah menulis segala kebajikan dan kejahatan. Kemudian beliau menjelaskan masing-masing kebajikan dan kejahatan. “Maka siapa-siapa yang berkeinginan melakukan sesuatu kebajikan, tetapi ia tidak melakukannya, maka Allah menulis disisi-Nya suatu kebajikan yang sempurna untuknya. Tetapi bila ia berkeinginan melakukan sesuatu kebajikan, lalu mengamalkannya, maka Allah menulis disisi-Nya sepuluh sampai tujuhratus  kali kebajikan untuknya, bahkan sampai dilipatkan gandakan berkali-kali. Dan siapa-siapa yang berkeinginan melakukan kejahatan, tetapi tidak jadi melakukannya, maka Allah menulisnya disisi-Nya suatu kebajikan yang sempurna untuknya dan siapa-siapa yang berkeinginan untuk melakukan kejahatan dan ia melakukannya, maka allah menulis satu kejahatan untuknya”. (HR. Bukhari  and Muslim).

            Dalam sumber lain juga dikatakan hal yang sama mengenai kedudukan niat tersebut, sebagai penguat atas dasar kebenaran hadis tersebut.[5]

             Niat dalam arti motivasi, juga sangat menentukan diterima atau tidaknya suatu amal oleh Allah. Shalat umpamanya, yang dianggap sah menurut pandangan syara’ karena memenui berbagai syarat dan rukunnya, belum tentu diterima dan berpahala kalau yag memotivasinya bukan karena Allah, tetapi karena manusia, seperti yang ingin dikatakan rajin, tekun, baik dan sejenisnya.motivasi dalam melaksanakan setiap amal harus betul-betul ikhlas, hanya mengharapakan ridha Allah saja.


B.     HADIS MENJAUHI PERBUATAN RIYA DAN SYIRIK KECIL

1.      HADIS TENTANG RIYA

عَنْ مَحْمُوْدِبْنِ لُبَيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْالَ للهِ  صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ : اِن اَخْوَافَ مَااَخَافُ  عَلَيْكُمْ اَلشرْكَ اْلاَصْغَرُ : اَلريَاءُ.[6]
Dari Muhammad bin Lubaid dia berkat, “Rasulullah saw pernah bersabda, “ sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap kamu adalah syirik kecil, yakni riya”.                      (H.R Ahmad dengan sanad hasan)
Hadis di atas mengandung pengajaran bahwa:
a.       Rasulullah sangat mengkhawatirkan umatnya terjerumus kedalam dosa.
b.      Riya merupakan salah satu sifat syirik kepada Allah yang harus dijauhi oleh orang-orang yang beriman. Sementara itu, keharaman syirik sudah sangat jelas  di dalam Al-Quran dan Sunnah.
Pertanyaan pertama yang muncul dalam benak kita setelah membaca hadis diatas adalah kenapa riya itu merupakan sebuah sifat syirik atau menyekutukan Allah. Riya ternyata menjerumuskan kita kepada hal yang sangat dibenci oleh Allah. Bergantung kepada selain Allah adalah sifat yang tidak baik bagi hati. Karena itu akan menimbulkan anggapan bahwa ada sesuatu yang lain yang bisa memberikan kita pahala, kebahagiaan maupun keselamatan selain dari Allah.  Ketika seseorang itu berbuat bukan dikarenakan Allah , maka dapat dikatakan dia sudah menyekutukan Tuhannya, walaupun secara tidak langung ataupun spontan.

Selain menjurus kepad perbuatan syirik, riya juga akan menjadikan segala kebajikan yang telah dilakukan kemudian diiringi dengan hasrat riya, maka ia tidak akan mendapatkan sedikitpun  kebaikan atau balasan dari  Allah. Semuanya akan sia-sia tak berfaedah sedikitpun, yang ia akan dapatkan hanyalah atas apa yang ia harapkan dari keriyaannya itu.
Selain itu, riya selalu menjuruskan seseorang ke dalam hal negatif yang lain, selain daripada sifat syirik kepada Tuhannya yaitu sifat munafik. Karena, bagi orang yang munafik apa yang diucapkan oleh lisannya dan dilakukan oleh ragawinya hanyalah berpura-pura belaka, yaitu antara hati dan lisannya tidak sejalan. Mereka berniat melakukan suatu amal ibadah agar mendapatkan pujian dari orang-orang di sekitarnya, seperti tetangganya mungkin atau kerabatnya. Tetapi dia mengatakan bahwa dia melakukan amal ibadah tersebut karena Allah  dengan penuh keikhlasan, padahal tidak demikian. Disinilah ketidaksesuaian antara hati dengan perbuatan, sehingga ia termasuk ke dalam golongan orang yang munafik. Orang yang munafik  itu ingin menipu Allah, dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya dengan penampilannya tersebut. Tetapi Allah Mahatahu atas segala sesuatu.
Sesungguhnya riya itu memiliki klasifikasi, namun klasifikasi yang paling parah adalah seseorang melakukan ibadah hanya atas dasar riya semata-mata dan sedikitpun tidak mengaharapkan ridha dari Allah. Dengan kata lain, ibadahnya bukan untuk Allah melainkan untuk manusia, sementara yang teringan adalah riya tersebut mendorongnya untuk melakukan ibadah, sehingga jika tidak dilihat oleh orang lain dia  tetap melakukan ibadah. Namun,dia lebih merasa semangat kalau ibadahnya dilihat oleh manusia.[7]

2.      HADIS KEDUA TENTANG RIYA

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةُ رَضِيَ  اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِنَّ اَوَّلَ اَلنَّاسِ يَقْضِيُ عَلًيْهِ يَوْمَالْقِيَامَةِ رَجُلٌ اِسْتَشْهَدَ فِى سَبِيْلِ اللهِ فَاءَتَى بِهِ فَعَرَفَهُ نِعْمُهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ : فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اَشْهَدَ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هًوَ جَرِى. وَ قَدْ قِيْلَ : ثًمَّ اَمَرَبِهِ فَسَحَبَ عَلَى وَجْحِهِ حَتَّى اَلْقَى فِى النَّارِ. وَسَعَ اللهُ  وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْنَافِ اْلمَالِ فَاءَتَى بِهِ فَعَرَفَهُ نِعْمُهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ مِنْهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ اَنْ يُنْفِقَ فِيْهَا اِلَّا اَنْفَقْتُ فِيْهَالَكَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيْقَالَ هُوَ جَوَادٌ، فَقَدْ قِيْلَ ثُّمَّ اَمَرَ بِهِ فَسَحَبَ عَلَى وَجْحِهِ حَتَّى اَلْقَى فِى النَّارِ. وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمُهُ اَوْ قَرَءَ اْلقُرْاَنَ فَاءَتَ بِهِ فَعَرَفَهُ نِعَمِهِ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْ تُهُ وَقَرَءْتُ فِيْكَ الْقُرْاَنَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ عَالِمٌ اَوْ قَرَءْتَ لِيْقَالَ هُوَ قَارشئٌ، ثُمَّ اَمَرَ بِهِ فَسَحَبَ عَلَى وَجْحِهِ حَتَّى اَلْقَى فِى النَّارِ.[8]
Artinya: 
“Abu Hurairah r. a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda , “Sesungguhnya manusia yang pertama kali diadili di hari kiamat  adalah orang-orang yang mati syahid di jalan Allah, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat sebagai pahalanya, kemudian ia  melihatnya seraya dikatakan  kepadanya, “Amalan apa yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat-nikat itu? Ia menjawab, “Aku berperang karena-Mu (Ya Allah)”.  Allah menjawaab , “Dusta engkau, sesungguhnya kamu berbuat demikian supaya kamu dikatakan sebagai pahlawan. Dan kmudian malaikat diperintahkan menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka; seorang yang diberi Allah harta benda, kemudian didatangkan  dan diperlihatkan  kepadanya nikmat-nikkmat sebagai pahalanya lalu ia melihatnya seraya dikatakan kepadanya, “Amalan apakah yang engkau lakukan sehingga engkau mendapatkan nikmat itu?”, ia menjawab, “Aku tidak pernah meninggalkan infak di jalan yang Engkau ridhai YaAllah” melainkan aku berinfak hanya karena-Mu.” Lalu Allah SWT menjawab, “Dusta Engkau, sesungguhnya engkau melakukan demikian itu   supaya kamu dikatakkan sebagai orang yang dermawan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeret mukanya dan memasukkannya ke dalam neraka. Dan seseorang lagi yang menuntut ilmu dan mengajarkan atau membaca Al-Qur’an, maka didatangkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat sebagai pahalanya, lalu ia melihatnya  seraya dikatakan kepadanya, “Amal apa yang telah engkau lakukan sehingga engakau medapatkan nikmat-nikmat itu?” ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya dan memebaca Al-Qur’an hanya untuk-Mu ya Allah.” Kemudian Allah SWT menjawab,”Dusta engkau, sesungguhnya engakau menuntut ilmu supaya engkau dikatakan pintar, dan membaca Al-Qur’an supaya kamu dikatakan Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan kepada malaikat untuk meyeret mukanya dan melemparnya ke dalam neraka.”

Penjelasan dari hadis  diatas:
            Hadis diatas menjelaskan betapa pentingnya niat itu dalam melakukan segala hal terutama dala konteks ibadah. Walaupun seseorang melakukan amal ibadah secara terus menerus spenjang hidupnya, itu tidak akan ada artinya dimata Allah jika masih diiringi sifat riya (yang ingin mendapatkan pujian, julukan sebagai orang yang baik dan lainnya).
            Hadis diatas menggambarkan tentang orang yang melakukan amal kebaikan disertai dengan rasa riya. Sehigga apa yang telah ia lakukan tiada berarti apa-apa karena sifat riya tersebut. Misalnya saja seperti hadis diatas, kedudukan berperang di jalan Allah adalah amal yang disukai Allah. Bahkan, orang yang mati syahid karena berperang di jalan Allah di jamin oleh Allah masuk ke dalam surga-Nya. Namun demikian, walaupun kita berperang di jalan Allah sampai mati  itu bukanlah berarti menjamin kita masuk ke dalam surga-Nya Allah, dikarenakan sifat riya. Yang dalam hal ini ingin mendapatkan pujian dari orang lain atau supaya dianggap sebagai pahlawan.
Kesalahan hanya terdapat pada niatnya saja, niat yang buruk akan mendapatkan ganjaran yang buruk pula. Dan niat yang baik, akan mendapatkan kebaikan pula, bahkan kebaikan itu akan dilipat gandakan.
Dalam melakukan kebajikan, sifat riya adalah tantangan yang paling berat untuk dihindarkan oleh kebanyakan manusia. Karena sangat sulit sekali menghindarkan dari pada hal itu. Terkadang tanpa disadari riya sudah masuk ke dalam amal ibadah seseorang.
Kebanyakan orang memang menganggap bahwa riya itu adalah masalah kecil, masalah yang tidak terlalu penting, padahal dapat dari riya itu begitu besar sekali, sehingga riya dapat mengantarkan seseorang itu ke dalam neraka. Seperti telah digambarkan jelas dalam hadis tersebut.
Oleh karenanya, menjaga sifat riya “menempel” dengan amal kebajikan harus kita dihindari. Agar tidak terjadi kesia-siaan dalam amal ibadah kita. Apa gunanya melakukan amal ibadah tetapi malah menjerumuskan kita ke jalan kehancuran. Kehati-hatian dalam melakukan suatu amal kebaikan adalah hal yang harus kita lakukan, agar kita terhindar dari malapetaka dan kesia-siaan.
Untuk menghindari diri dari sifat riya tersebut adalah dengan senantiasa berifat ikhlas dalam melakukan amal ibadah tersebut. Ihklas adalah ketetapan hati mencari keridhaan Allah dan pahala dari-Nya dalam melakukan segala kebajikan.[9] Jika kita dalam melakukan kebajikan dengan niat yang ikhlas, maka kita akan terbebas dari sifat riya.  http://arrialiansyah.blogspot.co.id

Wednesday, February 15, 2017

Ratib TGH. Ibrahim Al Kholidy Kediri

 
Ratib TGH. Ibrahim Al Kholidy Kediri

إِلَى حَضْرَةِ النَّبِي اْلمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَصَاحِبِ الرَّاتِبِ السَّيِّدِ الْحَبِيْبِ عُمَرَ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ اْلعَطَّاسِ شَيْئ ٌلِلَّهِ لَهُمُ اْلفَاتِحَةُ :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
هُوَ اللهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ اْلغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ هُوَ اللهُ اّلَذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ اْلمَلِكُ اْلقُدُّوْسُ السَّلَامُ اْلمُؤْمِنُ اْلمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ اْلجَبَّارُ اْلمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ , هُوَ اللهُ الْخَالِقُ اْلبَارِئُ اْلمُصَوِّرُ لَهُ اْلأَسْمَاءُ اْلحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ اْلعَزِيْزُ اْلحَكِيْمُ


أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ {3 كالي}
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ {3 كالي}
بِسْمِ اللهِ الَّذِي لَايَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فِي اْلأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ {3 كالي}
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ {10 كالي}
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ {3 كالي}
بِسْمِ اللهِ تَحَصَّنَا بِاللهِ بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْنَا عَلَى اللهِ {3 كالي}
بِسْمِ اللهِ أَمَنَّا بِاللهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ لَاخَوْفٌ عَلَيْهِ {3 كالي}
سُبْحَانَ اللهِ عَزَّ اللهُ سُبْحَانَ اللهِ جَلَّ اللهُ {3 كالي}
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ اْلعَظِيْمِ {3 كالي}
سُبْحَانَ اللهِ وَاْلحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ {4 كالي}
يَالَطِيْفًا بِخَلْقِهِ يَا عَلِيْمًا بِخَلْقِهِ يَا خَبِيْرًا بِخَلْقِهِ أُ لْطُفْ بِنَا يَا َلطِيْفُ يَا عَلِيْمُ يَا خَبِيْرُ {3 كالي}
يَالَطِيْفًا لمَ ْتَزَلْ أُ ْلطُفْ بِنَا فِيْمَا نَزَلَ إِنَّكَ لَطِيْفٌ لمَ ْتَزَلْ أُ ْلطُفْ بِنَا وَاْلمُسْلِمِيْنَ {3 كالي}
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ {40 كالي ( 70 كالي ) ( 100 كالي)}
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { 1 كالي}
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ اْلوَكِيْلُ { 7 كالي}
َالَّلهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { 11 كالي}
أَسْتَغّفِرُ اللهَ اْلعَظِيْمَ {11 كالي}
تَائِبٌ إِلَى اللهِ { 1 كالي}
يَا اللهُ بِهَا يَا اللهُ بِهَا يَا أَللهُ بِحُسْنِ اْلخَاتِمَةِ {3 كالي}
غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ اْلمَصِيْرُ , لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُوَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا َربَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَالَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاْعفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى اْلقَوْمِ اْلكَافِرِيْنَ

أَ لْفَاتِحَةُ اْلأُوْلَى
لِسَيِّدِنَا اْلفَقِيْهِ اْلمُقَدَّمِ مُحَمَّدِ بْنِ بَاعَلْوِيْ وَأُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ وَكَافَّةِ سَادَتِنَا أَلِ بَاعَلْوِي أَيْنَمَا كَانوُا وَجَمِيْعِ أَوْلِيَاءِ اللهِ تَعَالَى مِنْ مَشَارِقِ اْلأَرْضِ إِلَى مَغَارِبِهَا أَنَّ اللهَ يُعْلِيْ دَرَجَاتِهِمْ وَيَنْفَعُنَا بِبَرَكَاتِهِمْ وَيَحْمِيْنَا بِحِمَايَتِهِمْ فِي الدُّنْيَا وَالْأَخِرَةِ بِسِرِّالْفَاتِحَةِ

أَ لْفَاتِحَةُ الثَّانِيَةُ
لِسَيِّدِنَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَقِيْلِ وَسَيِّدِنَا صَاحِبِ الرَّاتِبِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَصَالِحِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَحُسَيْنِ بْنِ عُمَرَ وَأُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ وَأَهْلِ تُرْبَتِهِمْ وَجَمِيْعِ اْلأَخِذِيْنَ عَنْ سَيِّدِنَا عُمَرَ وَالَّلائِذِيْنَ بِهِ وَاْلمُنْتَسِبِيْنَ إِلَيْهِ فِي جَمِيْعِ أَقْطَارِ اْْلأَرْضِ أَنَّ اللهَ يَغْفِرَلَهُمْ وَيَرْحَمُهُمْ وَيُعْلِيْ دَرَجَاتِهِمْ وَيُعِيْدُ عَلَيْنَا مِنْ أَسْرَاِرهِمْ وَأَنْوَاِرهِمْ وَبَرَكَاتِهِمْ فِي الدُّنيْاَ وَاْلأَخِرَةِ بِسِرِّالْفَاِتِحَةِ
أَ لْفَاتِحَةُ الثَّالِثَةُ
أَنَّ اللهَ يُصْلِحُ أُمُوْرَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَيُنْزِلُ غَيْثَهُمْ وَيَغْرِزُ أَمْطَارَهُمْ وَيُرَخِّصُ أَسْعَارَهُمْ وَيَشْفِيْ مَرْضَاهُمْ وَيُصْلِحُ قُضَاتَهُمْ وَأُوْلَاتَهُمْ وَيُخْمِدُ نَارَ اْلِفتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ وَيُصْلِحُ الشَّأْنَ كُلَّهُ وَيُخْتِمُ لَنَا بِاْلحُسْنَى فِي خَيْرٍ وَعَافِيَةٍ لَنَا وَلَكُمْ وَأَنَّ اللهَ يَجْعَلُنَا وَإِيَّاكُمْ مِنَ اْلمَقْبُوْلِيْنَ وَيُوَفِّقَنَا وَإِيَّاكُمْ لِمَا يُحِبُّ وَيَرْضَا مِنَ اْلقَوْلِ وَالْعَمَلِ وَيَحْفَظُنَا وَإِيَّاكُمْ مِنَ الزَّيْغِ وَالزَّلَلِ بِسِرِّالْفَاتِحَةِ
أَ لْفَاتِحَةُ الرَّابِعَةُ
لِوَالِدَيْنَا وَوَالِدِيْ وَالِدِيْنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا وَمَشَائِخِنَا أَنَّ اللهَ يَغْفِرُلَنَا وَلَهُمْ وَيَجْمَعُنَابِهِمْ فِي جَنَّاتِ النَّعِيْمِ وَأَنَّ اللهَ يَرْزُقُنَا عُلُوْمًا ناَفِعَةً فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَيَرْزُقُنَا رِزْقًا حَلَالًا طَيِّبًا كَثِيْرًا بِلَا َكدٍّ وَلَا تَعَبٍ وَلَا نَصَبٍ مِنْ حَيْثُ لَا نَحْتَسِبُ وَيُطَوِّلُ أَعْمَارَنَا فِي طَاعَتِهِ وَعِبَادَتِهِ وَيَنْصُرُنَا عَلَى جَمِيْعِ اْلأَعْدَاءِ وَيَدْفَعُ عَنَّا جَمِيْعَ اْلبَلَاءِ بِسِرِّالْفاَتِحَةِ
أَ لْفَاتِحَةُ اْلخَامِسَةُ
ِلِإخْوَانِنَا اْلإِصْلَاحِيِّيْنَ وَالرَّابِطِيِّيْنَ وَمَنِ انْتَمَى إِلَيْهِمْ وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلُمْسِلمَاِت وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ أَنَّ اللهَ يُصْلِحُ أَحْوَالَهُمْ وَيُنْصُرُهُمْ عَلَى مَنْ عَادَاهُمْ وَيَجْعَلُ الْجَّنَّةَ مَأْوَاهُمْ وَلِلْحُجَّاجِ وَاْلغُزَّاةِ وَالزُّوَارِ وَالْمُسَافِرِيْنَ فِي اْلبَرِّ وَالْبَحْرِ وَاْلجَوِّ مِنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْمَعِيْنَ أَنَّ اللهَ يُصْحِبُهُمُ السَّلَاَمةَ وَيُبَلِّغُهُمْ مَرَامَهُمْ سَالِمِيْنَ غَانِمِيْنَ بِخَيْرٍ وَلُطْفٍ حَتَّى يَرْجِعُوْا إِلَى أَوْطَانِهِمْ بِسِرِّاْلفَاتِحَةِ
أَ لْفَاتِحَةُ السَّادِسَةُ
لِصَاحِبِ الضَّالَّةِ أَنَّ اللهَ يَكُوْنَ فِي عَوْنِهِ وَيَتَقَبَّلُ مِنْهُ وَيـُـــيَسِّرُ عَلَيْهِ وَيُجَمِّلُ حَالَهُ وَيَغْفِرَ لَهُ وَلِوَالِدَيْهِ وَيُعْطِيْهِ مَطْلُوْبَهُ وَيُرَدُّ لَهُ ضَالَّتَهُ بِسِرِّالْفَاتِحَةِ
أَ لْفَاتِحَةُ السَّابِعَةُ
لِصَاحِبِ الْمَكَانِ أَنَّ اللهَ يَرْزُقُهُ التَّوْفِيْقَ وَالْهِدَايَةِ وَيَرْزُقُهُ رِزْقًا حَلَالًا مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَيَجْعَلُ مَكَانَهُ هَذَا مَعْمُوْرًا بِالْخَيْرَاتِ بِسِرِّالْفَاتِحَةِ
صَلَوَاتُ اللهِ عَلَى اْلمَهْدِي # اَلْهَادِي النَّاسِ إِلَى النَّهْجِ
وَأَبِيْ بَكْرٍ فِي سِيْرَتِهِ # وَلِسَانِ َمقَالَتِهِ اْللَّهِجِ
وَأَبِيْ حَفْصٍ وَكَرَامَتِهِ # فِي قِصَّةِ سَارِيَةِ الْخَلِجِ
وَأَبِيْ عَمْرٍو ذِي النُّوْرَيْنِ # اَلْمُسْتَحِيَ اْلمُسْتَحِيَ اْلبَهِجِ
وَأَبِي حَسَنٍ فِي ْالعِلْمِ إِذَا # وَافَى بِسَحَائِبِهِ اْلخَلِجِ
وَعَلَى السِّبْطَيْنِ وَأُمِّهِمَا # وَجَمِيْعِ الْأَلِ بِهِمْ فَلِجَ
وَعَلَى اْلأَصْحَابِ بِجُمْلَتِهِمْ # بَذَلوُااْلأَمْوَالَ مَعَ اْلمُهَجِ
يَا رَبِّ بِهِمْ وَأَلِهِمُ # عَجِّلْ باِلنَّصْرِ وَبِالْفَرَج {3 كالي}
اَللَّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسِلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَّلذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ اْلكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ اْلحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ اْلخَوَاِتمِ وَيُسْتَسْقَى اْلغَمَامُ بِوَجْهِهِ اْلكَرِيْمِ وَعَلَى أَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ فِي ُكِّل لمَـــْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ اْلقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا وَعَافِيَةِ اْلأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا وَنُوْرِ اْلأَبْصَارِ وَضِيَائِهَا وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ
http://pondokkhusussesela.blogspot.co.id

Monday, February 13, 2017

KEINDAHAN POLIGAMI DALAM ISLAM


KEINDAHAN POLIGAMI DALAM ISLAM

Kesempurnaan Islam adalah satu kepastian yang wajib diimani seorang muslim. Karena syari’at Islam telah mengatur semua sisi kehidupan manusia menuju kebahagian hakiki. Dengan ajaran Islam, maka seorang muslim dapat meraih keselamatan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” [Al Baqarah/2:38].
Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjanjikan keselamatan dan kebahagian kepada seluruh manusia yang mau mengikuti dan menjalankan petunjuk ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, semua permasalahan hidup, sudah seharusnya dikembalikan kepada syari’at Islam, yang merupakan petunjuk Allah. Begitu pula dalam masalah poligami, semestinya dikembalikan kepada petunjuk dan syari’at Allah. Dan seorang muslim dilarang memilih ketentuan dan hukum yang menyelisihi syari’at Islam, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
”Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” [Al Ahzab/33:36]
ISLAM MEMANDANG POLIGAMI
Menilik al Qur`an dan as-Sunnah dalam menyebutkan tentang hukum poligami, maka didapatkan, bahwa berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu. Dalam firman-Nya, Allah telah menyatakan:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” [An-Nisaa`/4:3].
Dalam ayat ini Allah berbicara kepada para wali (pengasuh) anak-anak yatim, bila anak yatim berada dalam pengasuhan dan tanggung jawab salah seorang kalian, dan ia khawatir tidak dapat memberinya mahar yang cukup, maka hendaknya beralih kepada wanita yang lainnya, karena wanita itu banyak. Allah tidak membuatnya sempit, karena menghalalkan untuknya sampai empat wanita. Apabila khawatir berbuat zhalim bila menikahi lebih dari satu wanita, maka wajib baginya untuk mencukupkan satu saja, atau mengambil budak-budak wanitanya. [1]
Dengan izin Allah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah menikahi sembilan wanita selama hidupnya. Sebagaimana nampak dari sebuah hadits yang diberitakan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي اللَّيْلَةِ الْوَاحِدَةِ وَلَهُ يَوْمَئِذٍ تِسْعُ نِسْوَةٍ
“Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengelilingi (menggilir) isteri-isterinya dalam satu malam, dan ketika itu beliau memiliki sembilan isteri”. [HR al Bukhari, no. 5068 dan an-Nasaa-i, 6/54]
Juga nampak dalam perkataan Ibnu ‘Abbas kepada Sa’id bin Jubair:
هَلْ تَزَوَّجْتَ؟ قُلْتُ: لَا, قَالَ: فَتَزَوَّجْ! فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً
“Apakah kamu telah menikah?” Sa’id menjawab,”Belum,” lalu beliau berkata,”Menikahlah! Karena orang terbaik ummat ini paling banyak isterinya.” [HR al Bukhari no. 5069]
Dalam kalimat “orang terbaik ummat”, terdapat dua pengertian. :
Pertama : Yang dimaksudkan ialah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga memiliki pengertian, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam orang terbaik dari ummat ini adalah orang yang paling banyak isterinya.
Kedua : Yang dimaksud dengan “yang terbaik dari ummat ini” dalam pernikahan, yaitu yang paling banyak isterinya.
Syaikh Mushthafa al ‘Adawi berkata,”Semuanya mempunyai dasar dan menunjukkan pengertian yang sama, yang menjadi dasar pendapat ulama yang menyatakan sunnahnya berpoligami”.[2]
Landasan lain yang menunjukkan poligami merupakan sunnah, juga didapatkan dengan merujuk kepada hadits-hadits yang menganjurkan agar kaum Muslimin memiliki banyak anak.
Di antara hadits-hadits tersebut ialah:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لَا تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا ؟ قَالَ: لَا, ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ
“Dari Ma’qil bin Yasar, beliau berkata: Seseorang datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Aku mendapatkan seorang wanita yang memiliki martabat dan cantik, namun ia mandul. Apakah aku boleh menikahinya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Jangan!” Lalu ia mendatangi beliau kedua kalinya, dan beliau melarangnya. Kemudian datang ketiga kalinya, dan beliau berkata: “Nikahilah wanita yang baik dan subur, karena aku berbangga-bangga dengan banyaknya kalian terhadap ummat-ummat lainnya”. [HR Abu Dawud no. 2050, dan Syaikh al Albani bekata: “Hadits hasan shahih”. Lihat Shahih Sunan Abu Dawud].
Tentang hadits di atas, Syaikh Musthafa al ‘Adawi menjelaskan: “Menikah banyak, dengan izin Allah dapat memperbanyak kelahiran. Dan banyaknya kelahiran, dapat menyebabkan takatsur (bangga dengan banyaknya jumlah). Dengan demikian, wanita yang subur juga dinasihati bila mengetahui seorang laki-laki (yang melamarnya) itu mandul, maka jangan menikah dengannya. Kemudian larangan (dalam hadits) ini bersifat makruh, bukan pengharaman. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempertahankan para isterinya yang tidak melahirkan anak kecuali Khadijah dan Mariyah”.[3]
Demikianlah, bahwa salah satu cara memperbanyak keturunan adalah dengan memperbanyak isteri.
HIKMAH DAN MANFAAT POLIGAMI
Setiap yang disyari’atkan dalam Islam, pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar untuk ummatnya. Dibolehkannya poligami adalah cara terbaik dalam menciptakan keluarga dan masyarakat agar terjaga kemuliaan dan kehormatannya.
Ada beberapa hal bisa disebutkan untuk menunjukkan himkah dan manfaat poligami, sebagai berikut:
1. Poligami merupakan syari’at yang dipilih oleh Allah Azza wa Jalla untuk kemaslahatan ummat-Nya.
2. Seorang wanita mengalami sakit, haidh, nifas dan sejenisnya, yang menghalangi dirinya menjalankan tugas-tugas sebagai pasangan suami-isteri. Sedangkan lelaki, ia selalu siap menjadi penyebab bertambahnya ummat ini. Seandainya seorang lelaki tertahan pada masa-masa wanita berhalangan, tentu kemanfaatannya terbuang.[4]
3. Allah telah menjadikan jumlah lelaki lebih sedikit dari wanita. Kaum lelaki juga lebih banyak menghadapai sebab-sebab kematian dalam seluruh kehidupannya. Seandainya lelaki hanya dicukupkan dengan seorang wanita, tentulah banyak tersisa wanita yang tidak mendapatkan suami, sehingga memaksa mereka berbuat perbuatan kotor. Dan berpaling dari petunjuk al Qur`an dalam permasalahan ini menjadi sebab terbesar dalam masalah akhlak.[6]
Tentang jumlah lelaki dan wanita ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam sabdanya:
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَقِلَّ الْعِلْمُ وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا وَتَكْثُرَ النِّسَاءُ وَيَقِلَّ الرِّجَالُ حَتَّى يَكُونَ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً الْقَيِّمُ الْوَاحِدُ
“Di antara tanda-tanda kiamat, yaitu berkurangnya ilmu dan tampaknya kebodohan, tampak zina dan wanita menjadi banyak, sedangkan lelaki menjadi sedikit, hingga seorang lelaki berbanding dengan lima puluh wanita”. [Mutafaqun ‘alaihi].
4. Secara umum, seluruh wanita selalu siap untuk menikah. Dan sebaliknya, banyak lelaki yang tidak memiliki kemampuan melaksanakan konsekwensi pernikahan dikarenakan kefakirannya. Sehingga kaum laki-laki yang siap menikah dari lebih sedikit dari wanita.
5. Poligami dapat mengangkat kemuliaan wanita yang suaminya meninggal atau menthalaqnya, sedangkan dirinya tidak memiliki seorang pun dari keluarganya yang dapat menanggungnya. Sehingga dengan poligami ada yang bertanggung jawab atas kebutuhannya.
Demikian juga poligami memiliki banyak manfaat, baik bagi individu, masyarakat maupun ummat Islam. Di antaranya:
1. Salah satu cara efektif untuk menundukkan pandangan, memelihara kehormatan dan memperbanyak keturunan.
2. Menjaga kaum laki-laki dan wanita dari berbagai faktor keburukan dan penyimpangan. Syaikh bin Baz dalam fatwa beliau mengatakan, berpoligami itu mengandung banyak maslahat yang sangat besar bagi kaum laki-laki, kaum wanita dan ummat Islam secara keseluruhan. Sebab, dengan berpoligami dapat dicapai kemaslahatan oleh semua pihak, tunduknya pandangan (ghaddul bashar), terpeliharanya kehormatan, keturunan yang banyak, kaum laki-laki dapat berbuat banyak untuk kemaslahatan dan kebaikan para isteri, melindungi mereka dari berbagai faktor yang menjadi penyebab keburukan dan penyimpangan (akhlak).[7]
Syaikh bin Baz juga menyatakan, hukum asal perkawinan itu adalah poligami (menikah lebih dari satu isteri) bagi laki-laki yang mampu dan tidak ada rasa kekhawatiran akan terjerumus kepada perbuatan zhalim, karena (dengan poligami) mengandung banyak maslahat dalam memelihara kesucian kehormatan, kesucian kehormatan wanita-wanita yang dinikahi itu sendiri, berbuat ihsan kepada mereka dan memperbanyak keturunan, yang dengannya ummat Islam akan menjadi banyak, dan makin banyak pula orang yang menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.[8]
3. Memperbanyak jumlah ummat Islam, sehingga memiliki sumber daya manusia yang cukup untuk menghadapi musuh-musuhnya dengan berjihad.
Syaikh Muhammad al Amin asy-Syinqithi berkata: “Al Qur`an menghalalkan poligami untuk kemaslahatan wanita agar mendapatkan suami, dan kemaslahatan lelaki agar tidak terbuang kemanfaatannya, ketika seorang wanita dalam keadaan udzur, serta (untuk) kemaslahatan ummat agar menjadi banyak jumlahnya, lalu dapat menghadapi musuh-musuhnya demi menegakkan kalimatullah agar tetap tinggi.[9]
Demikian indahnya ajaran Islam yang menghalalkan poligami. Tentu dalam mempraktekkan syari’at poligami ini perlu memenuhi syarat dan ketentuan yang telah digariskan. Walahul-musta’an.
https://almanhaj.or.id/2551-keindahan-poligami-dalam-islam.html

Pelajaran dari Cicak

 
Pelajaran dari Cicak

Kita tentu tahu hewan cicak. Jika kita tafakuri ternyata cicak ini hidupnya merayap di dinding, sementara makanannya nyamuk atau serangga lain yang bersayap dan mampu terbang kesana kemari dengan lincahnya. Sekali lagi, cicak merayap dan tidak punya sayap, tapi makanannya bersayap dan bisa terbang.
Sepintas seperti tidak adil, karena mungkin akan sangat sulit bagi cicak untuk bertahan hidup karena sulitnya mendapat makanan. Akantetapi, karena keagungan dan kasih sayang Alloh Swt., cicak tetap terpenuhi rezekinya, tetap dapat saja jatah makanannya, dimampukan oleh Alloh bagi cicak untuk ikhtiar dan mendapatkan makanannya. Maasyaa Alloh.
Demikianlah Alloh Swt. Maha Memberi Rezeki kepada seluruh makhluk-Nya, tiada terlewat satupun juga. Alloh Swt. berfirman, “Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Alloh-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud [11] : 6)
Bahkan saat kita masih ada di dalam rahim ibu, kita sama sekali belum mampu melakukan ikhtiar, belum punya pengalaman, belum berpendidikan, tapi rezeki mengalir terus kepada kita sehingga kita pun tumbuh dan berkembang hingga lahir ke dunia dan seperti sekarang ini. Saat kita sudah mampu berikhtiar pun, tetap jauh lebih banyak rezeki Alloh yang menghampiri kita daripada kita yang menghampiri rezeki.
Inilah hikmah manakala kita menafakuri salah satu ciptaan Alloh yaitu cicak. Sungguh tidak ada alasan bagi kita untuk meragukan rezeki Alloh Swt. Semua yang kita dapatkan setiap hari setiap waktu tanpa kita pinta terlebih dahulu, udara yang kita hirup, darah yang mengalir, jantung yang berdegup, paru-paru yang memompa udara, semua adalah rezeki yang tiada ternilai. Ikhtiar kita menjemput rezeki adalah bagian dari amal sholeh kita dalam beribadah kepada Alloh. Dan, hanya Alloh Yang Maha Kuasa mencukupi rezeki kita.
Saudaraku, semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa yakin kepada Alloh dan mensyukuri setiap karunia yang Alloh berikan kepada kita. Aamiin yaa Robbal’aalamiin. https://www.facebook.com

Sunday, February 12, 2017

Kisah Si Kaya dan Si Miskin

Kisah Si Kaya dan Si Miskin (Pemilik Dua Kebun: Surat Al-Kahfi 32-44)

Surat Al-Kahfi adalah surat dalam Alquran yang bermuatan kisah-kisah hikmah. Dan itu tampak dari sebagian besar ayat-ayatnya. Setidaknya ada empat kisah utama dalam surat ini: kisah Ashhabul Kahfi, kisah pemilik dua kebun, kisah Nabi Musa ‘alaihissalam, dan kisah Dzul Qarnain. Nah.. tulisan kali ini hanya mengajak para pembaca memasuki muatan faidah dari kisah Pemilik Dua Kebun. Kisah yang Allah cantumkan antara ayat 32 hingga 44 dari surat Al-Kahfi.
Tidak didapatkan hadits shahih dari Nabi ﷺ yang bercerita kepada kita tentang kisah ini. Maklumat yang kita miliki hanyalah Alquran saja. Karena itu, akan dijabarkan satu per satu ayat Alquran sebagai perangkat cerita. Apa yang tak disebutkan Alquran, kami pun tak akan membicarakannya.
Alquran mengisahkan tentang dua orang lelaki di zaman dulu. Keduanya bersahabat. Yang satu beriman. Dan temannya ingkar. Alquran tak menerangkan siapa mereka. Namanya. Di zaman siapa mereka hidup. Dimana tempat mereka hidup. Semua disamarkan. Jadi, kita tak tahu siapa mereka. dimana mereka hidup. Dan di zaman apa mereka ada.
Orang yang beriman dalam kisah ini, Allah ﷻ uji dengan kesempitan hidup. Sedikit rezeki, harta, dan barang yang ia miliki. Tapi Allah memberinya nikmat terbesar, yaitu nikmat iman, yakin, dan ridha dengan takdir Allah. Serta berharap surga yang ada di sisi-Nya. Nikmat ini lebih utama dari harta dan materi yang fana.
Temannya yang ingkar, Allah uji dengan kelapangan rezeki. Kemudahan duniawi. Dan Allah beri untuknya harta dan materi yang melimpah. Allah uji dia, apakah bersyukur atau malah kufur. Apakah rendah hati atau malah menyombongkan diri.
Allah mengaruniai yang ingkar dengan dua kebun. Alquran menyebutkan tentang dua kebunnya sebagai berikut:
جَعَلْنَا لأحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِن أعنابٍ وحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وجَعَلْنَا بينهما زَرْعًا * كِلتا الجنَّتَيْن آتتْ أُكُلَهَا ولم تَظْلِم منه شَيئًا وفَجَّرْنَا خلالهما نَهَرًا * وكان لهُ ثَمَرٌ
“Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 32-34).
Si kafir memiliki dua buah kebun anggur. Pohon-pohon kurma mengelilingi kebunnya sebagai pagar. Di antara dua kebun itu, ada ladang. Allah alirkan air ke kebun itu. Saat panen, ia merasakan limpahan anggur, kurma, dan hasil ladang. Ia kaya, menikmati hasil panennya.
Dengan penataan kebun yang hebat ini, ia pun berbangga. Ia memiliki ilmu dalam mengatur dan memaksimalkan lahan. Ia mampu menggabungkan tanaman yang berbeda dengan susunan rapi, serta irigasi yang baik. Ditambah lagi, dengan perawatannya, ia bisa panen dengan maksimal. Ia pun masuk ke dalam kebun dengan congkak, padahal ia menzhalimi dirinya sendiri. Ia ingkar dengan anugerah Rabbnya. Dan sombong pada orang lain.
Ia berkata,
فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا
“Maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: “Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 34).
Tak hanya itu, kenikmatan harta dan pengikut telah membuatnya lupa. Ia sangka miliknya itu kekal. Padahal bagaimana bisa sesuatu yang fana menjadi abadi. Ia berkata,
وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا
“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 35).
Harta dan materi yang ia miliki benar-benar membuatnya tenggelam.
وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا
“Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 36).
Demikianlah perasaan seseorang ketika merasakan puncak kuasa dan kaya. Ia pongah. Menyangka karunia harta adalah bukti Allah sayang padanya. Sehingga ia mengira di akhirat akan mendapatkan kedudukan serupa. Atau lebih baik lagi.
Temannya yang beriman mengajaknya ingat kepada Allah. Berusaha menyelamatkan sang teman yang merasa sudah di awang-awang. Terbang, lupa daratan.
قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya — sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? (QS:Al-Kahfi | Ayat: 37).
Temannya berusaha mengingatkan agar beriman kepada Allah. Bersandar dan berserah diri pada-Nya. Bukan berserah diri, mengandalkan harta dan pengikut yang ia miliki. Terkadang, seorang yang memiliki kelebihan harta dan popularitas mengatakan, “Mudah, bisa diurus.” Karena apa? Karena ia menganggap dengan materi semuanya bisa diselesaikan dan diatur karena bisa menundukkan orang lain.
Temannya melanjutkan,
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا
“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 39).
Manusia itu asalnya sama. Pengaturan banyak sedikitnya harta, bukan hasil daya upaya manusia. Di dunia, manusia hanya memainkan peran sebagai orang kaya atau orang miskin. Ketika berperan sebagai orang kaya, gunakan untuk kebaikan, bukan malah sombong, karena ini cuma peranan. Ketika miskin, jangan sampai kehilangan iman. Dan bersabar. Nanti ada ‘upah’ setelah memainkan peranan dengan baik.
فَعَسَىٰ رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا * أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا
“Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin. atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi”. (QS:Al-Kahfi | Ayat: 40-41).
“Sesuatu yang lebih baik dari kebunmu” ini maksudnya adalah bagian di akhirat kelak. Dan engkau karena kesombonganmu, yang menyangka kebunmu ini abadi, berbuat congkak tapi malah menyangka dapat bagian lebih baik di akhirat, semoga Allah memberi pelajaran dengan membuat kebunmu hancur. Mudah-mudahan engkau tersadar, sehingga membuatmu kembali mengingat Allah.
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنْفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا
“Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: “Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku”. (QS:Al-Kahfi | Ayat: 42).
Tak ada yang mustahil bagi Allah. Tak ada seorang pun yang mampu mencegah Allah melakukan kehendak-Nya. Anak, istri, atau siapapun, takkan mampu menolong seseorang dari hukuman Allah.
وَلَمْ تَكُنْ لَهُ فِئَةٌ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا
“Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 43).
Demikianlah kisah yang penuh hikmah ini. Kisah nyata yang pernah terjadi. Agar kita tidak meniru yang salah dan tidak lagi mengulangi. Sesungguhnya Allah Maha Mampu dan Maha Perkasa. Kami tutup kisah ini dengan hadits Nabi ﷺ agar kita bisa memahami perbandingan nikmat iman dan nikmat dunia.
إن الله يعطي الدنيا من يحب ومن لا يحب ولا يعطي الدين إلا من يحب
“Sesungguhnya Allah memberi dunia kepada siapa yang Dia cinta dan juga pada yang Dia benci. Tapi Dia tidak memberi nikmat agama ini (Islam dan iman), kecuali hanya pada orang yang Dia cintai.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak-nya)
Tafsiran ayat kami ambil dari Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir al-Baghawy.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

Thursday, February 2, 2017

KEMULIAAN AL-FATIHAH

Add caption


KEMULIAAN AL-FATIHAH

Abu Sa’id Rafi’ bin Al Mu’alla r.a berkata, “Rosululloh Saw. berkata padaku, “Maukah aku ajarkan engkau surat yang paling mulia dalam Al Quran sebelum engkau keluar masjid?”
Lalu beliau memegang tanganku, maka ketika kami hendak keluar, aku berkata, “Wahai Rosululloh, sesungguhnya engkau mengatakan, “Aku akan mengajarkanmu surat yang paling agung dalam Al Quran?”
Beliau menjawab, “Alhamdulillahi robbil ‘alamin (segala puji bagi Allah Robb semesta alam) dan Al Quran Al ‘Azhim (Al Quran yang mulia) yang telah diberikan kepadaku.” (HR. Bukhori)
Jadi, surat paling mulia di dalam Al Quran adalah Al Fatihah. Surat ini juga memiliki khasiat menyembuhkan, sebagaimana satu kisah ketika para sahabat nabi Saw. singgah di sebuah perkampungan Arab dan berhasil menyembuhkan salah seorang pembesar di sana yang sakit akibat terkena sengatan kalajengking.
Al Fatihah juga merupakan surat yang setiap kali dibacakan oleh seorang hamba, maka setiap ayatnya Alloh menjawabnya. Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa ketika kita membaca Alhamdulillaahi Robbil ‘aalamiin, maka Alloh menjawab, “Hamba-Ku telah memujiku”. Ketika kita membaca, “Arrohmaanirrohiim”, maka Alloh menjawab, “Hamba-Ku telah menyanjung-Ku”. Ketika kita membawa, “Maaliki yaumiddiin”, maka Alloh menjawab, “Hamba-Ku telah mengagungkan Aku”.
Ketika kita membaca “Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin”, maka Alloh menjawab, “Inilah bagian-Ku dan bagian hamba-Ku yang dimintainya”. Kemudian, ketika kita membaca, “Ihdinaash shirootol mustaqiim, shirootolladziina an’amta ‘alaihim ghoiril maghdhubi ‘alaihim waladhdhoolliin”, maka Alloh menjawab, “Inilah bagian hamba-Ku untuk apa yang dimintainya.”
Maasyaa Alloh. Sungguh indah sekali komunikasi yang terjadi antara seorang hamba dengan Robb-nya melalui pembacaan surat Al Fatihah. Maka, jikalau kita sedang sholat dan membaca surat ini, bacalah dengan penuh kekhusyuan dan ketenangan, nikmatilah jangan tergesa-gesa, rasakan bahwa setiap ayat yang kita baca itu sedang Alloh jawab.
Al Fatihah berisi doa yang begitu agung. Semoga kita bisa selalu khusyu ketika membaca surat Al Fatihah, dan semoga Alloh senantiasa melimpahi kita dengan hidayah, penerang jalan kita kita di dunia dan akhirat. Aamiin yaa Robbal ‘aalamiin.https://www.facebook.com

Wanita yangTidak Boleh Dinikahi

Wanita yang tidak tidak boleh dinikahi Menurut Islam Penulis H. TARMIZI ALFUJUDY Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan demi terc...