Wednesday, September 10, 2014

KEMULIAAN LANGIT ARAFAH DI SAAT WUKUF

KEMULIAAN LANGIT ARAFAH DI SAAT WUKUF

Diposkan oleh Galih Gumelar Center On 18.07
Wukuf adalah puncaknya haji. Secara fisik, wukuf Arafah adalah puncak berkumpulnya seluruh jamaah, yang berjumlah jutaan, dari penjuru dunia dalam waktu bersamaan. Secara amaliah, wukuf Arafah mencerminkan puncak penyempurnaan haji kita. Di Arafah inilah Rasulullah menyampaikan khutbahnya yang terkenal dengan nama khutbah wada’ atau khutbah perpisahan, karena tak lama setelah menyampaikan khutbah itu beliaupun wafat. Di saat itu, ayat Al-Qur’an, surat al-Maa’idah ayat 3 turun sebagai pernyataan telah sempurna dan lengkapnya ajaran Islam yang disampaikan Allah SWT melalui Muhammad saw. Firman Allah SWT : “..Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu….” (al-Maa’idah:3) Arafah merupakan gambaran padang Mahsyar, yang nantinya semua makhluk dikumpulkan disana sebelum melangkah ke surga atau neraka. Kehadiran kita di Arafah memberi arti dan nuansa akhirat dengan Mahsyarnya, sekaligus merenunginya untuk bersiap-siap menghadapi hal itu.
Arafah juga merupakan tempat bertemunya Adam dan Hawa setelah beratus tahun saling mencari di muka bumi.
Wukuf artinya hadir dan berada di Arafah pada waktu tertentu antara waktu dzuhur dan ashar.
Disini masing-masing jamaah dipersilahkan untuk mengkondisikan dirinya berkonsentrasi kepada Allah, melakukan perenungan atas dirinya, apa yang telah dilakukan selama hidupnya, merenungi kebesaran Allah melalui Asmaul Husna-Nya, merenungi hari akhirat.
Bentangkan dosa-dosamu di padang Arafah ini, ingatlah satu persatu dosa-dosa yang pernah engkau lakukan, ingatlah betapa waktumu selama ini habis terbuang sia-sia karena lebih banyak digunakan untuk memperindah kehidupan duniamu. Pengakuan yang jujur dan ikhlas, tanpa rasa sombong dan takabur, di hadapan Allah adalah puncak amaliah haji. Itulah Arafah, wukuf kita adalah untuk mendefinisikan hakikat keberadaan kita dihadapan Allah, sekalipun sebenarnya Allah telah mengetahui itu semua.
Pandanglah langit Arafah. Renungilah bahwa pada hari yang mulia itu Allah SWT sedang memanggil para malaikatnya berkumpul di langit Arafah, dan membangga-banggakan umatnya yang sedang wukuf di Arafah di hadapan para malaikatnya di langit.
Disebutkan dalam hadits qudsi bahwa Allah berfirman bahwa :
“ Lihatlah kepada hamba-Ku di Arafah yang lesu dan berdebu. Mereka datang kesini dari penjuru dunia. Mereka datang memohon rahmat-Ku sekalipun mereka tidak melihatku. Mereka minta perlindungan dari azab-Ku, sekalipun mereka tidak melihat Aku”
Allah sangat memuliakan hari wukuf di Arafah. Hari itu, Allah mendekat sedekat-dekatnya kepada orang-orang yang wukuf di Arafah untuk mendengarkan ungkapan dan keluhan hati mereka, menatap dari dekat wajah dan perilaku mereka. Nabi Muhammad saw bersabda :
. . . Ia (Allah) mendekat kepada orang-orang yang di Arafah. Dengan bangga Ia bertanya kepada para malaikat, Apa yang diinginkan oleh orang-orang yang sedang wukuf itu ?
Pada hari itu, Allah senang sekali jika kita berdoa kepada-Nya. Ia mengabulkan semua doa mereka disana, sebagaimana tersebut dalam hadist yang lain :
Sabda Rasullullah saw : “Diantara berbagai jenis dosa, ada dosa yang tidak akan tertebus kecuali dengan melakukan wukuf di Arafah” (disinadkan oleh Ja’far bin Muhammad sampai kepada Rasulullah saw).
Bahkan Allah murka ketika manusia tidak yakin dosanya diampunkan di Arafah, seperti sabda Rasullullah saw : “Yang paling besar dosanya diantara manusia adalah seseorang yang berwukuf di Arafah lalu berprasangka bahwa Allah tidak memberinya ampun” (Al Khatib dalam kitab Al-Muttafaq wal Muftaraq)
Demikian agung dan mulianya hari Arafah ini, meski wukuf hanya beberapa jam saja. Sungguh sangat penting berdoa di Arafah, disaksikan dari dekat oleh Allah SWT dan dibangga-banggakan-Nya kita di depan para malaikatnya.
Hai malaikat-Ku ! Apa balasan (bagi) hamba-Ku ini, ia bertasbih kepada-Ku, ia bertahlil kepada-Ku, ia bertakbir kepada-Ku, ia mengagungkan-Ku, ia mengenali-Ku, ia memuji-Ku, ia bershalawat kepada nabi-Ku. Wahai para malaikat-Ku ! Saksikanlah, bahwasanya Aku telah mengampuninya, Aku memberi syafaat (bantuan) kepadanya. Jika hambaku memintanya tentu akan Kuberikan untuk semua yang wukuf di Arafah ini.”
(Imam al-Ghozali)
http://zanas.wordpress.com

Keutamaan wukuf di Arafah

II- Wukuf di Arafah


II- Wukuf di Arafah
Wukuf artinya berdiam diri di Arafah pada waktunya. Wukuf merupakan salah satu rukun haji, tidak sah Haji seseorang jika tidak berwukuf di Arafah pada tanggal 9 Dhul Hijjah. Masuknya waktu wukuf sesuai dengan ijma’ ulama mulai dari tergelincirnya matahari tanggal 9 Dhulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dhulhijjah. Sebaik-baiknya wukuf dilakukan mulai dari tergelincirnya matahari sampai terbenamnya matahari dan sekurang-kurangnya wukuf dilakukan sepintas lalu, yaitu dengan cara melewati Arafah sekedar thuma’ninah sambil berjalan kaki atau mengendarai kendaraan
عن علِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ فَقَالَ هَذَا الْمَوْقِفُ وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ وَأَفَاضَ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ (صحيح الترمذي)
Dari Ali Bin Abu Thalib ra, Rasulullah saw wuquf di Arafah lalu bersabda: “Ini adalah tempat wuquf, dan semua Arafah adalah tempat wuquf”.  Lalu beliau bertolak (meninggalkan Arafah) ketika matahari terbenam (at-Tirmidzi)
Diriwayatkan bahwa Nabi saw berwukuf setelah tergelincir matahari (HR Muslim)
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْمَرَ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ بِعَرَفَةَ فَسَأَلُوهُ فَأَمَرَ مُنَادِيًا فَنَادَى الْحَجُّ عَرَفَةُ مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ (رواه ابو داود وغيره)
Dari Abdurahman bin Yamar ra, bahwa: Manusia dari pendududuk Najed datang kepada Rasulallah saw di Arafah, bertanya kepadanya. Lalu Rasulullah saw menyuruh seseorang berseru: Haji adalah Arafah. barang siapa datang (di Arafah) di malam jama’ (Muzdalifah) sebelum terbit fajar maka ia memperoleh haji. (HR Abu Dawud dll)
Sunah Wukuf
@ – Berwukuf dari siang sampai malam yaitu mulai dari tergelincir matahari sampai tenggelamnya matahari.
عَنْ علِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ فَقَالَ هَذَا الْمَوْقِفُ وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ وَأَفَاضَ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ (صحيح الترمذي)
Dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: bahwa Rasulallah saw berwukuf lalu berangkat (meninggalkan Arafah) ketika matahari terbenam. (HR Shahih at-Tirmidzi)
@ – Berwukuf di shakharat sambil menghadap ke kiblat, sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah saw,
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : ثُمَّ رَكِبَ حَتَّى أَتَى الْمَوْقِفَ فَجَعَلَ بَطْنَ نَاقَتِهِ الْقَصْوَاءِ إلَى الصَّخَرَاتِ، وَجَعَلَ حَبْلَ الْمُشَاةِ بَيْنَ يَدَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ (رواه مسلم)
Dari Jabir ra (haditsnya yang panjang): Kemudian beliau tiba di tempat wukuf maka perut untanya (al-Qaswa) telah berada ke arah shakharat menghadap kiblat (HR Muslim). Al-Shakhrat adalah satu tempat berada di bawah Jabal Rahmah di padang Arafah
@ – memperbanyak do’a dan dzikir dan sebaik baiknya dzikir dengan memperbanyak membaca :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ يُـحْيِي وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
لِمَا رُوِىَ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (وراه الترمذي )
Rasulallah saw bersabda, “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arafah dan sebaik-baik apa yang aku dan para Nabi sebelumku katakan adalah:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ يُـحْيِي وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
(Tiada Ilah melainkan Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya lah segala kerajaan dan pujian dan Dialah Yang Maha berkuasa atas segala sesuatu).” (HR at-Tirmidzi)
@ – Berwukuf dalam keadaan suci
@ – Berwukuf dalam keadaan berdiri diatas kendaraan (unta) sesuai dengan apa yang telah dilakukan Rasulallah bahwa beliau wukuf berdiri diatas kendaraannya (unta qaswaa) (HR Bukhari Muslim).
@ – Men-jama’ taqdim dan qoshor sholat Dhuhur dan Ashar di masjid Ibrahim (disebut juga masjid Namirah atau masjid Arafah) yaitu menggabung shalat Dhuhur dan Ashar di waktu dhuhur dengan satu adzan dan 2 kali iqamat, dua raka’at-dua raka’at. Hal ini sesuai dengan perbuatan Rasulallah saw yang diriwayatkan dari Jabir ra dengan haditsnya yang panjang.
Keterangan (Ta’liq):
Sekilas Tentang Arafah
Arafah di sebut dalam Al-Qu’ran dalam bentuk plural ”Arafat” sebagaimana tertera dalam surat al-Baqarah ayat no. 198,
فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُواْ اللَّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ – البقرة ﴿١٩٨﴾
 Artinya: ” Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam.”
Arafah berjarak sekitar 25 km dari kota Makkah dan merupakan padang pasir yang amat luas dan di bagian belakang dikelilingi bukit-bukit batu yang membentuk setengah lingkaran. Sekarang ini Arafat sudah subur ditanami dengan pohon-pohon.
Di Arafah Nabi saw pernah bersabda: “Aku wukuf disini dan arafah seluruhnya tempat untuk melaksanakan wukuf”. Arafah merupakan Masy’aril haram atau tempat syiar suci, tetapi Arafat sendiri tidak termasuk tanah haram atau tanah suci seperti Makkah. Rasulullah saw bersabda: “Haji itu ialah di Arafah dan setiap bagian tanah Arafah ialah sah untuk wukuf” (hadits tersebut diatas).
Arafah merupakan tempat yang sangat penting dalam perjalanan ibadah Haji. Disanalah para jemaah haji berkumpul untuk melaksanakan wukuf pada tanggal 9 Dzul Hijjah dari tergelincirnya matahari sampai terbenamnya dan sholat Dhuhur dan Asar dijama’ kan atau disatukan dengan satu adzan dan 2 kali iqamat. Wukuf merupakan salah satu rukun haji, tanpa melaksanakan wukuf di Arafah hajinya tidak sah.
Arafah mengingatkan kita kepada Padang Mahsyar di saat manusia dibangkitkan kembali dari kematian oleh Allah dan wukuf di hadapan Nya. Saat itu semua manusia sama di hadapan Allah, tidak ada perbedaan kulit dan bangsa yang membedakan hanyalah kualitas ketaqwaannya kepada Allah.
Di Arafah ada dua tempat yang mempunyai nilai sejarah yang sangat penting yaitu masjid Namirah (masjid Ibrahim) dan bukit Rahmah (jabal Rahmah). Dibawah bukit terdapat sebuah masjid Shakharat. Di masjid Shakharat itulah Nabi saw berwukuf dan pernah turun wahyu yang berbunyi:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الأِسْلاَمَ دِيناً – المائدة ﴿٣﴾
Artinya: “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan telah Ku ridhoi Islam itu jadi agamamu”. (Qs al-Maidah ayat: 3)
Di sana juga ada lembah yang disebut dengan lembah ’Uranah (wadi ’Uranah), lembah ini menjadi batas antara Arafah dengan luar Arafah. Di Arafah Rasulullah saw telah berkhutbah ketika melakukan haji wada’. Menurut hadits Jabir ra yang panjang bahwasanya Nabi saw berkhutbah di hadapan manusia yang sedang melakukan haji bersama sama beliau. Khutbah beliau itu sangat poluler dan dinamakan Khutbatul Wada’ yang dimulai dengan: “Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah suci sebagaimana sucinya hari ini, bulan ini dan negeri kalian ini”
Keutamaan Arafah:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا قَالَتْ : إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمِ الْمَلَائِكَةَ، فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟ (مسلم)
- Dari Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda: ”Tidak ada hari paling banyak Allah memerdekakan hambaNya dari neraka daripada hari Arafah. Allah sesungguhnya mendekati mereka dan membangganggakan mereka kepada para Malaikat seraya berkata: Apa saja yang mereka inginkan akan Aku kabulkan” (HR Muslim).
عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : أَفْضَلُ الدُّعَاءِ : دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ (رواه الترمذي)
- Hadits lainnya tentang keutamaan tanah Arafah, dari Abu Hurairah ra Rasulallah saw bersabda: “Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah”. (HR at-Tirmidzi)
http://hasansaggaf.wordpress.com

Sekilas Tentang Arafah

8 November 2011 | Kategori: Tempat Bersejarah

Jamaah haji melaksanakan wukuf di Padang Arafah, Makkah. Foto: Antara/Prasetyo Utomo
REPUBLIKA.CO.ID, Allah SWT berfirman, “Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Rabb kalian. Maka apabil kalian bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. Dan berdzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepada kalian; dan sekalipun sebelumnya kalian benar-benar termasuk orang yang tidak tahu.” (QS. Al-Baqarah: 198).
Imam Ahmad dan para penulis kitab Sunan meriwayatkan melalui sanad yang shahih dari Ats-Tsauri, dari Bukair bin Atha’ bin Abdurrahman bin Ya’mar Ad-Daili, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Haji itu adalah wukuf di Arafah. Maka barangsiapa yang mendapatkan Arafah sebelum fajar berarti dia telah mendapatkan haji. Hari-hari di Mina itu ada tiga. Namun, siapa pun yang ingin mempercepat (di Mina) menjadi dua hari, maka dia tidak berdosa. Dan siapa saja yang ingin berlama-lama, dia juga tidak berdosa.”
Wukuf di Arafah dimulai sejak zawal hingga terbitnya fajar kedua di hari Nahar. Sebab, ketika Haji Wada’, Nabi melaksanakan wukuf sesudah mengerjakan shalat Dzuhur hingga matahari tenggelam.
Rasulullah bersabda, “Hendaklah kalian mengerjakan manasik sepertiku.” Dalam hadits ini beliau juga bersabda, “Siapa saja yang berada di Arafah sebelum terbit fajar, niscaya telah mendapatkan haji.”
Ini adalah pendapat Imam Malik, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi’i. Sementara Imam Ahmad berpendapat bahwa wukuf itu dimulai dari awal hari Arafah.
Mereka berhujjah dengan hadits riwahyat Asy-Sya’bi dari Urwah bin Mudhras bin Haritsah bin Lam Ath-Thaiy’, dia berkata, “Aku datang menemui Rasulullah di Muzdalifah saat beliau keluar untuk mengerjakan shalat. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya datang dari Gunung Thayy’, saya telah membuat lelah tunggangan saya dan tubuh saya penat. Demi Allah, tidaklah saya melintasi sebuah gunung melainkan saya berhenti (wukuf) di atasnya, maka apakah saya telah berhaji?’ Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang menyaksikan shalat kami ini, lalu dia wukuf bersama kami hingga kami selesai, dan dia pernah melakukan wukuf sebelum itu di Arafah pada waktu malam atau siang hari, berarti telah sempurna haji dan ibadahnya.” (HR. Imam Ahmad dan Ahlus Sunnah).
Ada yang berpendapat, dinamakan Arafah karena berdasarkan riwayat Abdurrazaq, dia berkata, “Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Al-Musayyab bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Allah telah mengutus Jibril menemui Ibrahim untuk melaksanakan ibadah haji beramanya. Ketika tiba di Arafah, Ibrahim berkata, “Araftu” (aku telah tahu).’ Sebab dia pernah mendatanginya sebelum itu. Oleh karena itu, tempat ini kemudian dinamakan Arafah.”
Sementara Ibnu Mubarak meriwayatkan dari Abdul Malik bin Abu Sulaiman dari Atha’, dia berkata, “Dinamakan Arafah karena Jibril pernah memperlihatkan manasik kepada Ibrahim. Ibrahim lalu berkata, ‘Araftu, araftu (aku tela tahu).’ Sebab itulah dinamakan Arafah.” Riwayat yang sama disampaikan pula dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Ibnu Majlaz. Wallahu’alam.
Arafah disebut pula Masy’aril Haram, Al-Masy’ar Al-Aqsha, dan Ilal ala Wazn Hilal. Gunung yang terdapat di tengahnya disebut Jabal Rahmah.
- See more at: http://www.jurnalhaji.com/wijhat/tempat-bersejarah/sekilas-tentang-arafah/#sthash.UffQkdoi.dpuf

Sekilas Tentang Arafah

8 November 2011 | Kategori: Tempat Bersejarah

Jamaah haji melaksanakan wukuf di Padang Arafah, Makkah. Foto: Antara/Prasetyo Utomo
REPUBLIKA.CO.ID, Allah SWT berfirman, “Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Rabb kalian. Maka apabil kalian bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. Dan berdzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepada kalian; dan sekalipun sebelumnya kalian benar-benar termasuk orang yang tidak tahu.” (QS. Al-Baqarah: 198).
Imam Ahmad dan para penulis kitab Sunan meriwayatkan melalui sanad yang shahih dari Ats-Tsauri, dari Bukair bin Atha’ bin Abdurrahman bin Ya’mar Ad-Daili, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Haji itu adalah wukuf di Arafah. Maka barangsiapa yang mendapatkan Arafah sebelum fajar berarti dia telah mendapatkan haji. Hari-hari di Mina itu ada tiga. Namun, siapa pun yang ingin mempercepat (di Mina) menjadi dua hari, maka dia tidak berdosa. Dan siapa saja yang ingin berlama-lama, dia juga tidak berdosa.”
Wukuf di Arafah dimulai sejak zawal hingga terbitnya fajar kedua di hari Nahar. Sebab, ketika Haji Wada’, Nabi melaksanakan wukuf sesudah mengerjakan shalat Dzuhur hingga matahari tenggelam.
Rasulullah bersabda, “Hendaklah kalian mengerjakan manasik sepertiku.” Dalam hadits ini beliau juga bersabda, “Siapa saja yang berada di Arafah sebelum terbit fajar, niscaya telah mendapatkan haji.”
Ini adalah pendapat Imam Malik, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi’i. Sementara Imam Ahmad berpendapat bahwa wukuf itu dimulai dari awal hari Arafah.
Mereka berhujjah dengan hadits riwahyat Asy-Sya’bi dari Urwah bin Mudhras bin Haritsah bin Lam Ath-Thaiy’, dia berkata, “Aku datang menemui Rasulullah di Muzdalifah saat beliau keluar untuk mengerjakan shalat. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya datang dari Gunung Thayy’, saya telah membuat lelah tunggangan saya dan tubuh saya penat. Demi Allah, tidaklah saya melintasi sebuah gunung melainkan saya berhenti (wukuf) di atasnya, maka apakah saya telah berhaji?’ Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang menyaksikan shalat kami ini, lalu dia wukuf bersama kami hingga kami selesai, dan dia pernah melakukan wukuf sebelum itu di Arafah pada waktu malam atau siang hari, berarti telah sempurna haji dan ibadahnya.” (HR. Imam Ahmad dan Ahlus Sunnah).
Ada yang berpendapat, dinamakan Arafah karena berdasarkan riwayat Abdurrazaq, dia berkata, “Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Al-Musayyab bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Allah telah mengutus Jibril menemui Ibrahim untuk melaksanakan ibadah haji beramanya. Ketika tiba di Arafah, Ibrahim berkata, “Araftu” (aku telah tahu).’ Sebab dia pernah mendatanginya sebelum itu. Oleh karena itu, tempat ini kemudian dinamakan Arafah.”
Sementara Ibnu Mubarak meriwayatkan dari Abdul Malik bin Abu Sulaiman dari Atha’, dia berkata, “Dinamakan Arafah karena Jibril pernah memperlihatkan manasik kepada Ibrahim. Ibrahim lalu berkata, ‘Araftu, araftu (aku tela tahu).’ Sebab itulah dinamakan Arafah.” Riwayat yang sama disampaikan pula dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Ibnu Majlaz. Wallahu’alam.
Arafah disebut pula Masy’aril Haram, Al-Masy’ar Al-Aqsha, dan Ilal ala Wazn Hilal. Gunung yang terdapat di tengahnya disebut Jabal Rahmah.
- See more at: http://www.jurnalhaji.com/wijhat/tempat-bersejarah/sekilas-tentang-arafah/#sthash.UffQkdoi.dpuf

Monday, September 1, 2014

Kisah Dua Musa

Kisah Dua Musa (Musa bin Imron dan Musa As-Samiri)

Pengajian tafsir di bulan Ramadlan hari ke - 20, para santri membaca ayat wa-adlallahumus saamiri (dan Musa Assamiri menyesatkan mereka/bani Israel).


قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِن بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ
"Allah berfirman: "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri ." (QS. Thaha 20 : 85)

Musa Assamiri adalah salah satu pengikut Nabi Musa dari suku Samirah yang akhirnya murtad, bahkan mengajak bani Israel menyekutukan Allah).

Di saat Nabi Musa membimbing bani Israel untuk beribadah hanya menyembah Allah, yaitu setelah peristiwa perdebatan Nabi Musa dengan Fir`aun di depan para penyihir, yang akhirnya dimenangkan oleh Nabi Musa dan berimanlah para ahli sihir itu.

Konon Nabi Musa terus mengajarkan agama kepada para pengikutnya agar tetap mempertahankan aqidahnya. Bahkan demi menjaga keimanan kepada Allah itu, ada mantan para penyihir yang sudah mengimani kerasulan Nabi Musa itu mati syahid akibat disalib dan dimutilasi oleh Fir`aun si Raja kejam itu.

Lantas Nabi Musa mengajak kaumnya yang beriman untuk menjauh dari kekejaman Fir`aun, hingga suatu saat Nabi Musa mendapat perintah khalwat (menyendiri dari kaumnya) untuk bermunajat demi memperoleh petunjuk dari Allah.

Sebelum Nabi Musa pamit kepada kaumnya, beliau meminta kepada saudaranya, yaitu Nabi Harun agar menjaga dan mengawasi kaumnya, jangan sampai ada yang kembali menyembah tuhan selain Allah. Lantas Nabi Musa berangkat ke Gunung Sinai untuk bermunajat kepada Allah.

Sedang bani Israel menunggu di suatu tempat yang telah ditunjuk oleh Nabi Musa. Mereka ditemani oleh Nabi Harun. Dalam rombongan itu ada Musa Assamiri, yaitu seorang dari suku Samirah yang konon di masa kecil mempunyai pengalaman yang hampir sama dengan Nabi Musa.

Dia termasuk anak bayi lelaki yang diasingkan oleh ibunya gara-gara takut dibunuh oleh raja Fir`aun. Jika bayi Nabi Musa pada akhirnya diasuh dan dibesarkan oleh keuarga fir`aun, maka menurut ahli sejarah, bayi Musa Assamiri justru diasuh dan dibesarkan oleh Malaikat Jibril atas ijin Allah.

Anehnya bayi yang diasuh Fir`aun tatkala tumbuh dewasa, oleh Allah diangkat menjadi rasul karena keimanannya, sedangkan bayi yang diasuh oleh malaikat Jibril, justru menjadi musyrik dan kafir kepada Allah.

Konon tatkala Nabi Musa berada gunung Sinai untuk bermunajat selama 40 hari, ternyata Musa Assamiri berulah melawan Nabi Harun. Musa Assamiri mengajak bani Israel membuat patung sapi emas untuk disembah.

Musa Assamiri sengaja mengumpulkan semua perhiasan emas milik bani Israel, lantas memandenya dengan api dan menjadikan patung anak sapi. Musa Assamiri tergolong orang pintar dan modern untuk jaman itu. Dia mampu menerapkan tehnik pembuatan patung dengan diberi lobang tertentu yang jika tertiup angin kencang dapat berbunyi.

Kalau orang Jawa Timur mengenal istilah `layangan sowangan` yang dapat berbunyi, yaitu layang-layang yang diberi pita suara pada bagian tertentu, jika naik ke udara dapat mengeluar suara tertentu.

Semacam inilah gambaran kepandaian Musa Assamiri saat itu dalam menerapkan tehnik membuat patung anak sapi untuk bani Israel agar dapat berbunyi, lantas patung sapi itu diletakkan di tengah padang pasir dengan ketinggian tertentu.

Tatkala tertiup angin kencang, maka berbunyilah patung sapi itu. Musa Assamiri mengatakan kepada bani Israel : Lihatlah, Tuhan yang dipanggil Nabi Musa itu sedang mendatangi patung sapi milik kita, karena itu ayoo kita sembah bersama-sama...! Mereka pun sujud menyembah patung sapi buatan Musa Assamiri itu.

Melihat keadaan itu Nabi Harun marah, namun beliau tidak mampu mencegah mereka karena kepandaian Musa Assamiri mempengaruhi bani Israel bertahan menyembah patung sapi buatannya itu hingga Nabi Musa datang.

Penyair mengatakan :
إذا لم تصادف في بريق عناية ... فقد كذب الراجي وخاب المؤمل
فموسى الذي رباه جبريل كافر ... وموسى الذي رباه فرعون مرسل
Idzal mar-u lam yadnas minal lukmu `irdluhu # Fakullu ridaa-in yartadiihi jamiilu.
Fa muusal ladzii rabbaahu Jibriilu kaafirun # Wa muusal ladzii rabbaahu Fir`aunu mursalu.

Jika kehormatan seseorang itu tidak pernah cacat akibat kejahatan, maka pakaian apapun yang ia kenakan akan tampak indah.
Musa (Assamiri) yang konon dipelihara Jibril menjadi orang kafir, sedangkan Musa yang dipelihara Fir`aun justru diangkat jadi rasul.
http://www.muslimedianews.com


Wanita yangTidak Boleh Dinikahi

Wanita yang tidak tidak boleh dinikahi Menurut Islam Penulis H. TARMIZI ALFUJUDY Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan demi terc...