Monday, September 25, 2017

Kunci Surga Seorang Istri

Kunci Surga Seorang Istri

Wanita adalah makhluk yang menyimpan gaya tarik tersendiri bagi laki laki, sehingga wanita sering di sebut sebagai harta yang sangat berharga bagi laki laki, namun berhati hatilah bagi wanita yang telah menjadi harta bagi laki laki karena hidup di dunia menghantarkan keselamatan di kehidupan akhirat, salah satunya adalah bagaimana menjalankan kehidupan dalam rumah tangga.
Barangkali Anda pernah mendengar kisah tentang seorang shahabiyah (sahabat wanita) Rasulullah yang tidak pernah keluar rumah selain atas izin suaminya. Hal itu istiqamah ia lakukan bahkan ketika ia mendapat kabar tentang wafatnya sang ayah. Saat itu banyak orang menghujat sikapnya yang tidak datang bertakziah ketika ayahnya wafat, namun ternyata Rasul mengatakan bahwa ia menjadi ahli surga disebabkan kataatannya pada suami.
Kisah tersebut bisa kita jadikan contoh betapa Islam sangat menghargai hak-hak suami atas istrinya. Karena pernikahan merupakan sebuah perjanjian mulia yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan seorang suami pada istrinya, maupun yang harus dilakukan istri pada suaminya.
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi istri sangatlah agung. Begitu agungnya sampai Rasulullah pun bersabda, “Seandainya Aku suruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka aku suruh seorang istri sujud kepada suaminya.”(HR Abu Daud dan Al-Hakim).
Tidak cukup sampai di situ saja, bahkan bagaimana sikap seorang istri dalam memenuhi hak suaminya tersebut bisa menjadi penentu nasibnya di akhirat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Perhatikanlah selalu bagaimana hubungan engkau dengan suamimu, karena ia adalah surgamu dan nerakamu”(Shahih. Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ath Thabrani).

Karena suami adalah penentu surga atau neraka bagi istrinya, maka seorang istri harus mengetahui apa saja yang harus dilakukan agar ia bisa menjadi ahli surga. Inilah 4 kunci surgaseorang istri:
  1. Taat kepada suami
Sebagai seorang istri wajib mentaati suaminya selama yang diperintahkan suami tidak dalam kemaksiatan kepada Allah. Firman Allah, “Kemudian jika mereka mentaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.”(An-Nisa’: 34)
  1. Menjaga kehormatan suaminya
Istri shalihah ialah istri yang dapat menjaga kehormatan suaminya, kemuliaannya, hartanya, anak-anaknya, dan urusan rumah tangga lainnya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Q.S An-Nisa ayat 34, “Maka wanita-wanita yang shalihah ialah wanita-wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah memelihara mereka.”
  1. Tetap berada di rumah suami
Kunci surga yang ketiga adalah hendaknya seorang istri tidak keluar rumah kecuali atas izin suaminya. Dalam arti, tidak keluar kecuali atas izin dan keridhaannya, menahan pandangan dan merendahkan suaranya, menjaga tangannya dari kejahatan, dan menjaga mulutnya dari perkataan kotor yang bisa melukai kedua orang tua suaminya, atau sanak keluarganya. Hal ini disebutkan dalam dalil berikut, “Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.”(Al-Ahzab: 33)
  1. Menyejukkan pandangan
Poin terakhir yang menjadi kunci surga bagi seorang istri adalah bersikap serta berpenampilan dengan indah sehingga dapat menyejukkan pandangan suaminya. Sabda Rasulullah saw., “Wanita (istri) terbaik ialah jika engkau melihat kepadanya, ia menyenangkanmu. Jika engkau menyuruhnya, ia taat kepadamu. Jika engkau pergi darinya, ia menjagamu dengan menjaga dirinya dan menjaga hartamu.”(HR Muslim dan Ahmad).

Itulah tugas yang harus dilakukan oleh seorang istri. Karena dengan memenuhi keempatnya, maka insya Allah kunci surga ada dalam genggaman kita. 
Semoga Bermanfaat..... Aamiin ya Rabbal Alamin.......
sumber : http://akhmadraauf.blogspot.co.id

Bahaya Mabuk Pujian

Bahaya Mabuk Pujian

Dalam kehidupan penuh dengan ambisi untuk mengejar prestasi berdasarkan karakter dan target yang di harapkan, dan selalu ada untuk mencari sensasi, dari hal tersebut muncullah yang di sebut pijian yang membuat orang semakin lupa daratan. 
Dipuji, dikagumi, diperlakukan spesial itu sangat nikmat, sehingga banyak orang yang sangat merindukannya.
Dan bagi yang tak hati – hati dan tak kuat iman, akan banyak kerusakan yang timbul bila sudah diperbudak dan mabuk pujian.
Seperti orang mabuk; berpikir, berbicara, bersikap dan mengambil keputusan menjadi tak normal / error.
Hati akan cenderung hilang kepekaan, mudah tersinggung dan sakit hati bila orang tak memuji atau mmperlakukannya tak sesuai harapan.
Hidup selalu galau, sangat cemas orang tak lagi memperhatikannya. akal selalu berputar akibatnya jadi kurang peduli kepada yang lain, selalu orientasi diri sendiri.
Sibuk sekali membangun ‘kemasan’/topeng’ demi penilaian orang walau harus berhutang atau menanggung resiko yang berat.
Orang – orang disekitarnya pecinta penilaian manusia, tak akan merasa nyaman, karena yang bersangkutanpun tak nyaman dengan dirinya sendiri.
Hubungan dengan Allohpun semakin terhijab, walau banyak ilmu agama dan rajin ibadah, karena di hatinya bukanlah Alloh yang dituju melainkan sibuk dengan penilaian makhluk.
Mengapa orang memuji? Karena mereka tidak tahu siapa diri kita. Kalau mereka tahu siapa kita sebenarnya, pasti mereka tak akan memuji. Celakanya kalau dipuji, kita menikmati sesuatu yang sesungguhnya tidak ada pada diri ini.
Pujian dapat membuat kita jadi yakin seperti apa yang dikatakan orang, sampai kita tidak jujur kepada diri sendiri. Sebenarnya yang tahu seperti apa diri ini adalah kita sendiri. Orang yang memuji hanya menyangka saja.
Seharusnya, pujian itu membuat kita malu. Karena apa yang mereka katakan, sebenarnya tidak ada pada diri kita. Tapi bagi para pecinta dunia, mereka akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Artinya, dia berbohong pada dirinya sendiri.
Bahayanya pujian itu ada tiga :
Pertama, kita jadi terpenjara oleh pujian orang. Kita takut kehilangan segala pujian pada diri. Akibatnya, kita melakukan apa saja supaya pujian itu tidak hilang. Orang yang dipuji dan memercayai pujian, dia tidak akan menerima nasihat dari orang lain. Karena dia benar-benar termakan, terbelenggu dan terpenjara oleh pujian tersebut.
Kedua, dia sangat sulit mengakui kekurangannya. Ini adalah malapetaka. Orang yang tidak bertaubat, dialah orang zalim. Orang yang tidak mau mengakui dosanya itu termasuk zalim. Kalau kita telah menyakiti orang, tetapi tidak mengakui, berarti kita sudah zalim. Zalim pada orang dan pada diri sendiri.
Ketiga, kalau orang sudah senang dipuji, maka tidak ada ikhlas dalam dirinya. Karena segala perbuatan yang dilakukannya hanya untuk mempertahankan pujian. Dia akan mengatur penampilan dan sikapnya agar terlihat baik bagi orang. Apakah mungkin orang seperti ini akan ikhlas? Jawabannya tidak! Karena dia melakukan apapun bukan untuk Allah lagi, tapi karena untuk pujiannya. Tiap hari pekerjaannya hanya berpikir bagaimana agar tetap dianggap teladan.
Seorang anak yang sudah terbiasa dipuji, berarti kita merusak dia. Dia akan merasa dirinya istimewa. Dia merasa dirinya khusus dan merasa dirinya lebih dari orang lain. Maka tunggulah ketika dia dewasa, dia tidak akan memandang orang tuanya. Karena dia dibesarkan untuk tidak jujur melihat dirinya. Dia dibesarkan untuk melihat dan membangun topengnya.
Rasulullah SAW bahkan amat tidak berkenan bila melihat orang lain memuji-muji:
“Bila kamu melihat orang-orang yang sedang memuji-muji dan menyanjung-nyanjung maka taburkanlah pasir ke wajah-wajah mereka.” (HR. Ahmad)
Jangan menikmati pujian atau jangan termakan terjebak pujian. Pujian itu bisa memabukkan diri seseorang. Segalanya bisa jadi alat untuk membuatnya dipuji. Berbuat sederhana pun bisa menjadi alat pujian, yakni, supaya dinilai tawadlu. Padahal dengan pujian-pujian itu hidupnya bisa menjadi munafik. Orang-orang di sekitarnya juga tidak nyaman, karena orang-orang tidak bisa dibeli hatinya dengan kepura-puraan.
Islam mengajarkan kita menjadi orang yang asli. Murni tanpa rekayasa dan kepura-puraan. Apa yang kita perbuat tujuannya cuma satu agar Allah menerima (ridha). Tidak ada masalah dengan penerimaan dan penghargaan dari orang lain. Yang penting apa yang kita lakukan benar, tidak menyakiti dan melanggar hak orang lain.
Tidak ada kepura-puraan, tidak ada kepalsuan. Antara perbuatan dan perkataan sama, maka akan tercipta rasa nyaman. Nyaman untuk kita, nyaman untuk orang di sekitar kita. Kalau berpura-pura, kita akan merasa tidak nyaman. Orang lain pun juga merasa sama, tidak nyaman.
Islam itu nyaman di hati betapapun badai harus dihadapi. Kenapa? Karena tidak ada kepura-puraan.
http://www.smstauhiid.com

Sunday, September 24, 2017

PANDANGAN ISLAM TERHADAP CINTA YANG PRODUKTIF

PANDANGAN ISLAM TERHADAP CINTA YANG PRODUKTIF

Oleh : H Tarmizi, S.PdI di kutip dari tulisan Syahri Ramadhan, S.Psi
“Perspektif Islam Terhadap Romantisme Cinta Saat Pacaran Antara Dua Orang Anak Manusia”

   
 
PENDAHULUAN
Innal hamdalillah, wa syukurillah wa asyhaduallaa ilaha illallah wahdah. Washolatu wa salamu ‘ala muhammadin maulanal mursalin.
Banyak teori-teori psikologi barat yang mengemukakan pendapat mereka tentang kepribadian manusia, diantaranya teori Erich Fromm. Fromm mengemukakan teori kodrat kepribadian yang sehat, salah satunya adalah “cinta yang produktif”. Fromm mengatakan bahwa cinta yang produktif bukanlah semata-mata cinta yang di dasari oleh nafsu dan tidak terbatas cinta yang erotis, tetapi mungkin cinta persaudaraan (cinta kepada sesama manusia) atau cinta keibuan (cinta dari ibu kepada anak). Esensi cinta produktif adalah adanya perlindungan dan tanggung jawab. Tidak ada yang namanya penguasaan antara satu pihak ke pihak lainnya.
Di dalam Islam kita juga di ajarkan untuk saling mencintai, namun cinta yang paling utama adalah cinta kepada Allah Swt, kemudian Cinta kepada Rasul Saw, kemudian cinta kepada ibu bapak, dan yang terakhir adalah cinta kepada sesama manusia. Allah Swt berfirman (QS. Ali Imran: 31):
“...maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”. (Al-Maidah: 54)
“ Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Ali Imran: 31).
Rasul Saw bersabda:
“Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu, sehingga ia mencintai (mengasihi) saudaranya sebagaimana ia  mencintai dirinya  sendiri”.(HR. Bukhari dan Anas).
Cintailah kekasihmu sewajarnya saja, siapa tahu suatu saat ia akan menjadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu biasa-biasa saja, siapa tahu suatu waktu ia akan menjadi kekasihmu”. (HR. Bukhari, Abu daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Imam Ali bin Abi Thalib karamahullahu wajhahu berkata: “Jika engkau mencintai, maka cintailah dengan dengan cinta yang sewajarnya, Karena engkau tidak tahu kapan engkau akan meninggal. Dan jika engkau membenci maka bencilah dengan sewajarnya, karena engkau tidak tahu kapan rasa cinta akan datang kiembali”.
Begitulah sedikit gambaran cinta dalam Islam. Islam adalah agama yang menanamkan rasa cinta kepada setiap pemeluknya. Bukan hanya terbatas cinta kepada Allah, Rasul, sesama manusia saja, bahkan Islam mengajarkan cinta kepada seluruh makhluk Allah, baik itu binatang maupun hewan. Karena Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin.
Namun, dalam pembahasan penulis pada esai ini, penulis hanya akan membahas bagaimana tuntunan Islam dalam mengatur umatnya untuk saling mencintai sesama manusia dengan mengkorelasikannya pada teori cinta yang produktif menurut Erich Fromm, tidak tertutup kemungkinan kedua pandangan ini akan saling mengisi satu sama lainnya atau lebih ekstrim penulis membahasakannya “teori Fromm merupakan kunci untuk menggali ke kamilan (kesempurnaan Islam dalam memandang arti cinta”.
Penulis tertarik membahas masalah ini karena umat Islam khususnya telah banyak salah mengartikan cinta. Terutama dikalangan muda-mudi Islam saat ini, memang masa remaja adalah masa yang indah. Pada masa ini manusia mulai mengenal dan tertarik kepada lawan jenisnya, sehinggga keinginan untuk menjalin hubungan yang lebih intim diantara wanita dan pria sangat kuat. Akibatnya, karena kurang pahamnya remaja kita dengan ajaran Islam maka tidak sedikit kita mendengar sekarang Remaji muslim yang hamil diluar nikah atau orang kulon mengatakan KDT (kehamilan yang tidak diinginkan) atau lebih halus lagi di istilahkan dengan MBA (merried by accident).
Ada akibat tentu ada sebabnya, jika kita berjalan-jalan ke tempat-tempat wisata sekarang, dimanapun itu tempatnya, baik yang ada di keramaian orang maupun di tempat yang sepi-sepi, baik di kota mau pun di desa. Tidak sedikit kita jumpai remaja kita yang asyik duduk-duduk berduan, saling berpegangan tangan, bercandaria, bahkan ada yang tertangkap mata kita mereka saling ciuman (kissing) dengan lawan jenis yang bukan mahrom mereka. Anehnya lagi yang perempuannya banyak yang mengenakan jilbab.
Rasul Saw bersabda:
Janganlah seorang laki-laki berduaaan dengan seorang perempuan, kecuali bersama dengan mahromnya”. (HR. Bukhari)
Janganlah seorang laki-laki berduan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya Syaitan adalah adalah orang ketiga diantara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya”. (HR. Ahmad).
Mereka menyebut hal semacam ini dengan “pacaran”. Tentu saja Islam sangat menentang dan melarang dengan keras perbuatan mereka tersebut karena akan bisa berdampak kepada perzinahan. Padahal Allah Swt melarang manusia untuk tidak mendekati zina:
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32).
Oleh karena itu penulis akan mencoba untuk membahas bagaimana seharusnya remaja kita mengendalikan hasrat cinta yang mereka miliki kepada butiran-butiran mahligai mutiara cinta yang diridhoi oleh Allah Swt dan bagaimana sebenarnya cinta yang produktif menurut Islam.
LATAR BELAKANG
Pergaulan social sesama manusia adalah hal penting dalam kehidupan. Manusia pada dasarnya adalah makhluk social, meminjam istilah Yunani, manusia adalah homo socius, atau makhluk bermasyarakat. Dalam masyarakat, hubungan seseorang dengan orang lain tentu saja diatur oleh aturan dan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Manusia diciptakan untuk hidup bermasyarakat, sehingga manusia tidak akan bisa hidup tampa adanya teman atau masyarakat lain. Seperti itu jugalah gambaran kebutuhan antara pria dan wanita yang saling melengkapi satu sama lainnya dalam memenuhi kebutuhan mereka, karena memang  esensinya Allah ta’ala menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, seperti ada surga ada neraka, ada langit ada bumi, ada daratan ada lautan, ada air dan ada api, dan ada laki-laki (ar-Rijal) dan ada perempuan (mar’at). Allah ta’ala berfirman:
Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”.(QS. ar-Ra’ad: 3)
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.(QS.Adz-Zariyat:49).
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar-Rum: 21)
Cinta kepada lawan jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. karena sebab cintalah, keberlansungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga (bidadari surga yang dipersembahkan Allah ta’ala bagi hambanya yang beriman dan beramal saleh). Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan hasrat cinta tersebut dalam syari’at yang rahmatal lil’alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar’i? fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta ala mereka biasa disebut dengan “pacaran”.
Dalam keilmuan Islam belum begitu banyak para ahli yang membahas mengenai masalah cinta dan istilah pacaran. Akan tetapi beberapa tahun belakangan ini pembahasan mengenai masalah cinta dan pacaran mulai berkembang dalam keilmuan Islam khususnya, Salah seorang tokoh ilmuwan Islam yang membahas masalah ini adalad Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam buku terjemahan kitabnya “Raudhatul Muhibbiin”, yang berjudul Taman Orang-orang Jatuh Cinta, terj. Bahrun AI Zubaidi, Lc (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006).
Pengertian Cinta
Cinta berasal dari bahasa arab al-Hubb dengan bersyakal dammah (al-Hubb) atau kasrah (al-Hibb), memiliki makna cinta, kasih sayang, dan persahabatan (al-Wudad wal Ulfah). Kita juga dapat mendevinisikan terminologi cinta sebagai berikut.            “Kondisi seseorang yang terpesona dan terpikat, yang terjadi antara dua belah pihak, yakni antara al-Mahbub (yang dicintai) dan al-Muhibb (yang mencintai). Dengan cara yang khusus sesuai dengan kadarnya dan kedalaman rasa cintanya. Jadi dalam terminologi cinta seperti ini juga termasuk cinta kepada kedua orang tua, saudara, sahabat, teman, dll. Seperti sabda Rasul Saw bahwa cinta itu dapat terjadi, sekalipun antara seorang manusia dengan benda mati.
Uhud adalah gunung yang mencintai kami dan kami pun mencintainya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasa cinta (al-Hubb) adalah antonim dari emosi (al-Bughd). Dengan keluasan maknanya, rasa cinta tidak hanya disyariatkan, namun terkadang diwajibkan. Namun sebaliknya, cinta tidak hanya dilarang, namun terkadang sering kali diharamkan.
Lebih jelas lagi beberapa ahli fikih memberikan devinisi cinta sebagai berikut:
Pertama, cinta menurut Ibn Hazm adalah bersatunya dua bagian jiwa yang terpisah di dalam wujud bentuk ciptaannya, yang pada asalnya merupakan satu entitas yang luhur.
Ibnu Hazm menjelaskan tentang kondisi seseorang pecinta secara mendetail sebagai berikut. Pribadi seorang pecinta memilki sifat ikhlas, mengetahui posisi yang dekat untuk mencari sang kekasih. Hatinya tertambat kepadanya, senantiasa mencarinya, memiliki hasrat untuk bertemu. Jika saja memungkinkan, ia akan berusaha untuk selalu menariknya. Layaknya antara megnet dan besi, dimana kekuatan unsur magnet akan selalu berhubungan dengan kekuatan unsur besi, tidak bisa menyalahi hukumnya. Namun jika magnet tersebut sudah habis daya magnetnya, maka tidak akan kembali menarik besi. Namun, akan selalu menarik dan menggerakkan besi, jika magnet tersebut memiliki kekuatan daya magnet yang besar.
Kekuatan unsur besi telah baku, tidak dapat tercegah karena adanya suatu penghalang. Besi juga akan mencari benda yang menyerupainya, akan menghabiskan waktu dengannya, dan akan bangkit berdiri dihadapan benda-benda tersebut secara otomatis dan reflex, baik karena memilih atau menyengaja.
Kedua, cinta menurut Dr. Khalid Jamal adalah cahaya jalan, dan tempat berjalannya cahaya (Nurutthariq wa Thariqunnar). Cinta juga merupakan ruhnya kehidupan dan kehidupan bagi ruh (Ruhulhayat wa Hayaturruh).
Ungkapan diatas selaras dengan apa yang didevinisikan oleh Dr. Khalid Jamal sebagai berikut. ”Cinta adalah perasaan jiwa dan emosi hati, serta gejolak jiwa yang memikat hati seorang pecinta kepada kekasih hatinya, dengan cinta yang penuh rasa, simpatik, dan manusiawi.”
Ketiga, cinta menurut Imam ar-Rafi’i adalah dua jiwa yang saling bertautan (ta’alluq) dan hanya dipenuhi dengan perasaan yang sepenuh hati (ihsas). Cinta juga merupakan pancaran cahaya yang didalamnya terdapat kekuatan kehidupan. Seperti cahaya matahari yang bersumber langsung dari matahari.
Apakah perhiasan cinta dan seisi dunia dapat membeli rahasia-rahasia, perasaan cinta, dan cahaya yang hidup (Nur al-Hayy)?
Oleh karena itu arti cinta adalah rasa cinta itu sendiri. Arti makna cinta ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Imam ar-Rafi’i sebagai berikut; “Sungguh, cinta akan meletakkkan ruhnya disetiap ruangannya. Sensasi perasaan ini dapat mengubah kondisi psikologis seorang manusia. Sehingga kondisi jiwanya akan berubah seiring dengan perubahan perasaan cintanya”.
Sedangkan dari internet arti cinta adalah agama dan agama adalah cinta. KataIlahi (tuhan) diambil dari kata al-Walah, yang artinya adalah kehilangan kesadaran dan kebingungan karena cinta. Sedangkan al-Alaqah (relasi) antara Allah ta’ala dengan makhluk-Nya didasari oleh rasa cinta dan kasih sayang. Berdasarkan hal inilah, maka Allah ta’ala menyifati diri-Nya dengan sifat ar-Rahim dan al-Wadud (Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Di dalam sejarah kehidupan manusia, devinisi tentang term agama dan cinta di atas merupakan devinisi lain dari yang lain. Devinisi tersebut menginformasikan kepada kita tentang kandungan cinta dan agama, bahwa agama adalah cinta kepada Allah ta’ala, manusia, dan kepada kebaikan. Cinta menjadi suci jika didasari dengan kecintaan kepada Allah ta’ala, kebenaran, dan keindahan absolute (mutlak). (Situs Internet Balagh: Babu Ad-Din wa Al-Hayat ( Bab agama dan Kehidupan) di dalam makalah yang berjudul “Agama dan Cinta”).
Cinta merupakan sebab dari segala bentuk hubungan yang dilandasi dengan kasih sayang, perhatian, tanggungjawab, saling menjaga, dan rela berkorban demi orang yang kita cintai. Seorang pecinta yang sejati akan melakukan apa saja terhadap orang atau apa saja yang ia cintai, jika itu bisa membuat yang ia cintai menjadi senang. Seorang laki-laki yang mencintai seorang wanita akan selalu berusaha membuat wanita yang dicintainya itu menjadi senang. Seorang anak yang mencintai orang tuanya, akan berbakti kepada keduanya dengan selalu mebuat orang tuanya menjadi bangga dan senang. Seorang hamba yang mencintai rabb-nya akan menjalankan seluruh perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dan akan selalu merasa rabb-nya selalu mengawasinya dan selalu dekat dengannya.
Kembali kepada topic pembahasan kita, bahwa cinta dikalangan remaja saat ini sering di aktualisasikan dengan “pacaran”. Pacaran dalam tinjauan syari’at Islam merupakan wujud penyaluran cinta yang tidak syar’i. Namun, fenomena inilah yang melanda hampir sebagian besar kalangan remaja Islam saat ini. Berikut adalah beberapa tinjauan syar’i Islam mengenai pacaran.
Ajaran Islam Melarang Mendekati Zina
            Allah ta’ala berfirman di dalam al-Qur’an, “Dan jangan lah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32). Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras dari pada perkataan “Janganlah melakukannya”. Artinya, jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang. Asy Syaukani dalam Fathul Qadir mengatakan, “Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan”.
            Dilihat dari perkataan ini kita juga dapat menyimpulkan, bahwa, setiap jalan (perantara) menuju zina adalah sesuatu yang dilarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis yang bukan mahrom karena hal itu sebagai perantara zina adalah sesuatu yang terlarang.
Pria mana sih yang tidak ingin mendapatkan gadis yang masih suci ketika menikah? Pria yang berhasil mendapatkan perawan akan lebih bahagia dan mencintai istrinya daripada yang sudah tidak perawan lagi. Memang ada juga yang tidak peduli, karena memang sudah cinta mati, terpaksa kawin, atau memang cowok bandel yang biasa main cewek nakal dan lebih mementingkan kepuasan serta kebaikan fisik saja.
Bisa jadi awalnya tidak ada masalah, namun laki-laki bisa saja penasaran atas kenapa isterinya tidak perawan dan apakah istrinya terkena penyakit menular seksual/ PMS atau tidak. Bisa jadi punya pikiran kalau istrinya dulu wanita nakal, jablai, maniak, dan sebagainya yang bisa mengurangi rasa cintanya.
Kenapa sih seorang gadis harus kehilangan keperawanan demi sedikit rasa enak yang beresiko tinggi menghancurkan masa depan dan bisa membuat aib keluarga. Bermainlah yang aman-aman saja tanpa harus melibatkan orang lain. Untuk mendapatkan kenikmatan tidak harus dibantu lawan jenis. Cara mencintai yang baik yang sehat adalah mencintai yang tidak melibatkan hubungan seks.
Islam Memerintahkan untuk Menundukan Pandangan
            Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukan pandangan  ketika melihat lawan jenis. Allah ta’ala berfirman, “Katakanlah kepada lak-laki yang beriman:”Hendaklah mereka menundukan pandangannya dan memelihara kemaluannya”. (QS. an-Nur: 30). Dalam lanjutan ayat ini Allah juga berfirman, “Katakanlah kepada wanita yang beeriman:”Hendaklah mereka menundukan pandangannya dan memelihara kemaluan mereka”. (QS. An-Nur: 31).
            Ibnu Katsir ketika manafisrkan ayat pertama di atas mengatakan”Ayat ini merupakan perintah Allah ta’ala kepada hambaNya yang beriman untuk menundukan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali terhadap apa yang dihalalkan kepada mereka untuk melihatnya (yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera”.
            Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan, Firman Allah ta’ala: ”Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka ‘yaitu hendaklah mereka menundukan pandangan dari apa yang Allah haramkan melihatnya kecuali suaminya’. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki selain suami dan mahromnya. Baik dengan syahwat atau tanpa syahwat. Sebagian ulama lain mengatakan boleh melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.
            Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis? Dari Jabir bin Abdillah, beliau mengatakan ”Aku bertanya kepada Rasulallah Saw tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulallah Saw memerintahkan kepadaku agar segera memalingkan pandanganku”. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Turmudzi, Ahmad).
            Islam juga tidak melarang seseorang mencintai sesuatu, tetapi untuk tingkatan ini harus ada batasnya. Jika rasa cinta ini membawa seseorang kepada perbuatan yang melanggar syari’at, berarti sudah terjerumus ke dalam larangan. Rasa cinta tadi bukan lagi dibolehkan, tetapi sudah dilarang.
 Perasaan cinta itu timbul karena memang dari segi zatnya atau bentuknya secara manusiawi wajar untuk dicintai. Perasaan ini adalah perasaan normal, dan setiap manusia yang normal memiliki perasaan ini. Jika memandang sesuatu yang indah, kita akan mengatakan bahwa itu memang indah. Imam Ibnu al-Jauzi berkata, “Untuk pemilihan hukum dalam bab ini, kita harus katakan bahwa sesungguhnya kecintaan, kasih sayang, dan ketertarikan terhadap sesuatu yang indah dan memiliki kecocokan tidaklah merupakan hal yang tercela. Terhadap cinta yang seperti ini orang tidak akan membuangnya, kecuali orang yang berkepribadian kolot. Sedangkan cinta yang melewati batas ketertarikan dan kecintaan, maka ia akan menguasai akal dan membelokkan pemiliknya kepada perkara yang tidak sesuai dengan hikmah yang sesungguhnya, hal seperti inilah yang tercela”.
Begitu juga ketika melihat wanita yang bukan mahram, jika ia wanita yang cantik dan memang indah ketika secara tidak sengaja terlihat oleh seseorang, dalam hati orang tersebut kemungkinan besar akan terbesit penilaian suatu keindahan, kecantikan terhadap wanita itu. Rasa itulah yang disebut rasa cinta, atau mencintai. Tetapi, rasa mencintai atau jatuh cinta di sini tidak berarti harus diikuti rasa memiliki. Rasa cinta di sini adalah suatu rasa spontanitas naluri alamiah yang muncul dari seorang manusia yang memang merupakan anugerah Tuhan. Seorang laki-laki berkata kepada Umar bin Khattab r.a., “Wahai Amirul Mukminin, aku telah melihat seorang gadis, kemudian aku jatuh cinta kepadanya”. Umar berkata, “Itu adalah termasuk sesuatu yang tidak dapat dikendalikan”. (Riwayat Ibnu Hazm). Dalam kitab Mauqiful Islam minal Hubb.
Muhammad Ibrahim Mubarak menyimpulkan apa yang disebut cinta, “Cinta adalah perasaan di luar kehendak dengan daya tarik yang kuat pada seseorang”.
Sampai batas ini, syariat Islam masih memberikan toleransi, asalkan dari pandangan mata pertama yang menimbulkan penilaian indah itu tidak berlanjut kepada pandangan mata kedua. Karena, jika rasa cinta ini kemudian berlanjut menjadi tidak terkendali, yaitu ingin memandang untuk yang kedua kali, hal ini sudah masuk ke wilayah larangan.
Menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak dilepas begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan merasakan kelezatan atas birahinya kepada lawan jenisnya yang beraksi. Pandangan yang terpelihara adalah apabila secara tidak sengaja melihat lawan jenis kemudian menahan untuk tidak berusaha melihat lagi kemudian.
            Rasulullah saw. berpesan kepada Ali r.a. yang artinya, “Hai Ali, Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya! Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun berikutnya tidak boleh. (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmizi).
Ibnul Jauzi di dalam Dzamm ul Hawa menyebutkan bahwa dari Abu al-Hasan al-Waidz, dia berkata, Ketika Abu Nashr Habib al-Najjar al-Waidz wafat di kota Basrah, dia dimimpikan berwajah bundar seperti bulan di malam purnama. Akan tetapi, ada satu noktah hitam yang ada wajahnya. Maka orang yang melihat noda hitam itu pun bertanya kepadanya, “Wahai Habib, mengapa aku melihat ada noktah hitam berada di wajah Anda? Dia menjawab, “Pernah pada suatu ketika aku melewati kabilah Bani Abbas. Di sana aku melihat seorang anak amrad dan aku memperhatikannya. Ketika aku telah menghadap Tuhanku, Dia berfirman, “Wahai Habib? Aku menjawab, “Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah. “Allah berfirman, “Lewatlah Kamu di atas neraka”. Maka aku melewatinya dan aku ditiup sekali sehingga aku berkata, “Aduh” (karena sakitnya). Maka Dia memanggilku, “Satu kali tiupan adalah untuk sekali pandangan. Seandainya kamu berkali-kali memandang, pasti Aku akan menambah tiupan (api neraka)”. Hal tersebut sebagai gambaran, bahwa hanya melihat amrad (anak muda belia yang kelihatan tampan) saja akan mengalami kesulitan yang sangat dalam di akhirat kelak.
Faedah dari menundukan pandangan, sebagaimana di firmankan Allah Swt dalam QS. An-Nur: 30, “Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukan pandangan akan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman. Inilah yang dikatan oleh Ibnu Katsir. Semoga Allah ta’ala merahmati beliau.
Agama Islam Melarang Beruduaan dengan Lawan Jenis
            Seiring dengan kematangan seksual, menurut Gorrison (Sunarto & Agung Hartono, 1994) seorang remaja akan mengalami jatuh cinta dalam masa kehidupannya pada usia belasan tahun. Dalam perkembangan fisik pada usia tersebut telah mencapai kematangan seksual yang mempengaruhi perkembangan sosialnya. Pada masa itu remaja laki-laki mulai tertarik pada lain jenis dan sebaliknya. Kedua jenis remaja mulai mengenal perasaan cinta.        
Jika rasa jatuh cinta ini berlanjut, yaitu menimbulkan langkah baru dan secara kebetulan pihak lawan jenis merespon dan menerima hubungan ini, terjadilah hubungan yang lebih jauh dan lebih tinggi levelnya, yaitu hubungan intim. Hubungan ini sudah tidak menghiraukan lagi rambu-rambu yang ketat, apalagi aturan. Dalam hubungan ini pasangan muda-mudi sudah bisa merasakan sebagian dari apa yang dialami pasangan suami istri. Pelaku hubungan pada tingkatan ini sudah lepas kendali. Perasan libido seksual sudah sangat mendominasi. Dorongan seksual inilah yang menjadi biang keladi hitam kelamnya hubungan tingkat ini. Bersalaman dan saling bergandeng tangan agaknya sudah menjadi pemandangan umum di kehidupan masyarakat kita, bahkan saling berciuman sudah menjadi tren pergaulan intim muda-mudi zaman sekarang. Inilah hubungan muda-mudi yang sekarang ini kita kenal dengan istilah pacaran.
Malam minggu adalah malam surga bagi pasangan muda-mudi yang menjalin hubungan pada tingkatan ini. Mereka telah memiliki istilah yang sudah terkenal: ”apel”. Sang kekasih datang ke rumah kekasihnya. Ada kalanya apel hanya dilaksanakan di rumah saja, ada kalanya berlanjut pergi ke suatu tempat yang tidak diketahui lingkungan yang dikenalnya. Dengan begitu, mereka bebas melakukan apa saja atas dasar saling menyukai.
Al-Hakim meriwayatkan, “Hati-hatilah kamu dari bicara-bicara dengan wanita, sebab tiada seorang laki-laki yang sendirian dengan wanita yang tidak ada mahramnya melainkan ingin berzina padanya”.
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia berduaan dalam tempat sepi dengan seorang wanita, sedang dia dengan wanita tersebut tidak memiliki hubungan keluarga (mahram), karena yang ketiga dari mereka adalah setan”. (HR Ahmad).
Ath-Thabarani juga meriwayatkan, Nabi saw. bersabda yang artinya, “Awaslah kamu dari bersendirian dengan wanita, demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, tiada seorang lelaki yang bersendirian (bersembunyian) dengan wanita malainkan dimasuki oleh setan antara keduanya. Dan seorang yang berdesakkan dengan babi yang berlumuran lumpur yang basi lebih baik daripada bersentuhan bahu dengan bahu wanita yang tidak halal baginya”.
Ibnul al-Jauzi di dalam Dzamm ul-Hawa menyebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. dan Ibn Abbas r.a. keduanya berkata, Rasulullah saw. berkhotbah, “Barang siapa yang memiliki kesempatan untuk menggauli seorang wanita atau budak wanita lantas dia melakukannya, maka Allah akan mengharamkan surga untuknya dan akan memasukkan dia ke dalam neraka. Barangsiapa yang memandang seorang wanita (yang tidak halal) baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka. Barangsiapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita (yang) haram (baginya) maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan di belenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka. Dan barangsiapa yang bersenda gurau dengan seorang wanita, maka dia akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang menuruti (kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda dan bersetubuh dengannya, maka wanitu itu juga mendapatkan dosa seperti yang diterima oleh lelaki tersebut”.
Hubungan intim ini akan sampai pada puncaknya jika terjadi suatu hubungan sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh suami istri. (http://www.ppmr.org/arsip/ hubungan-muda-mudi-sebelum-menikah-pacaran-dalam-tinjauan-syariat/).
Islam Melarang Jabat Tangan dengan Lawan Jenis yang Bukan Mahrom
Jabatan dengan lawan jenis termasuk hal yang dilaramg Islam, sebagaimana sabda Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini sesuatu yang pasti terjadi, tidak bias tidak. Zina kedua mata dengan melihat, zina kedua telinga dengan mendengar, zina lisaqn adalah dengan berbicara, zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Dan zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti membenarkan dan mengingkari yang demikian”. (HR. Muslim).
Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis yang bukan isteri atau mahrom, di istilahkan dengan berzina. Berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang dilarang oleh syari’at karena berdasarkan kaidah ushul “Apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu yang lain yang dihukumi harom, maka menunjukan, bahwa perbuatan tersebut adalah harom”.(lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al-Juda’i).
Dalam percintaan ala remaja saat ini yang biasa disebut “pacaran” tidak mungkin tidak ada yang saling berpegangan atau “saling menyentuh” sama sekali, bahkan lebih dari itu telah mereka lakukan. Nauzubillahi tsumma nauzubillah.
Meninjau Fenomena Pacaran Saat Ini
Tak kenal maka tak sayang! Itulah sebuah ungkapan yang telah populer di kehidupan kita. Bahkan, ungkapan itu memang berlaku umum, yaitu sejak seseorang mulai mengenal lingkungan hidupnya. Dalam konteks hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, istilah tak kenal maka tak sayang adalah awal dari terjalinnya hubungan saling mencintai. Apa lagi, di zaman sekarang ini hubungan seperti itu sudah umum terjadi di masyarakat. Yaitu, suatu hubungan yang tidak hanya sekadar kenal, tetapi sudah berhubungan erat dan saling menyayangi. Hubungan seperti ini oleh masyarakat dikenal dengan istilah “pacaran”.
Istilah pacaran berasal dari kata dasar pacar yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Istilah pacaran dalam bahasa Arab disebut tahabbub. Pacaran berarti bercintaan; berkasih-kasihan, yaitu dari sebuah pasangan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Para ulama telah banyak membicarakan masalah ini, seperti misalnya yang terdapat dalam Fatwa Lajnah Daimah, sebuah kumpulan fatwa dari beberapa ulama. Sebelum sampai pada simpulan hukum pacaran, terlebih dahulu ditelusuri berbagai kemungkinan yang terjadi ketika sebuah pasangan muda-mudi yang bukan mahram menjalin hubungan secara intim. Dengan penelusuran seperti ini, suatu tindakan tertentu yang berkaitan dengan hubungan muda-mudi ini dapat dinilai dari sudut pandang syar’i. Dengan demikian, kita akan dengan mudah mengetahui suatu hubungan yang masih dapat ditoleransi oleh syariat dan yang tidak.
Pacaran merupakan suatu jembatan untuk mendekati zina. Mula-mula diawali dengan pandangan, kemudian pandangan itu mengendap ke dalam hati, kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua, lalu berani berdua-duaan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan lawan jenis atau pasangan dengan dihiasi sedikit ciuman yang lama-lama cinta tadi dibuktikan dengan hubungan persetubuhan (zina). Na’uzubillahi min Zalik. Lau pintu mana lagi yang lebih dekat dengan perzinahan selain pintu pacaran?
Mungkinkah ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang dilabeli dengan “pacaran Islami” tidak mungkin bias terhindar dari larangan di atas. Banyak kaum muslimin yang berkata pacaran itu boleh-boleh saja, asalkan tau batas-batasnya dan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan ini semakna dengan kalimat “Mandi boleh asal jangan basah”. Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu sendiri, dalam makna apapun yang dipahami oleh orang saat ini, tidaklah sesuai dengan syari’at Islam.
Dalam Islam hanya diperbolehkan melihat calon isteri (nazhor) sebelum dinikahi dengan didampingi mahromnya, itupan ada batas-batasnya, yang biasa disebut sebagai pacaran oleh kalangan ahlul fiqh. Atau setidaknya, diistilahkan demikian. Namun itu merupakan istilah yang rancu, karena pacaran sekarang tidaklah seperti itu. Yang lebih didominasi oleh hubungan yang lebih intim lagi, misalnya sepasang kekasih yang berjalan bareng, jalan-jalan, saling berkirim surat atau sekarang dengan ber SMS ria, dan berbagai hal lain yang jelas-jelas disisipi hal-hal yang haram, seperti pandangan haram, bayangan haram, hayalan haram, dan banyak lagi yang lain, yang tidak dibenarkan oleh syari’at.
Bila kemudian ada istilah “pacaran Islami”, itu merupakan pemaksaan makna. Kalau seandainya ada pacaran Islami maka ada juga dong, istilah judi Islami atau bahkan meneguk minuman keras yang Islami dan sejenisnya.
Bagaimana Cinta Produktif Menurut Erich Fromm?
Cinta dalam pandangan Erich Fromm dikenal dengan Cinta “Yang Produktif”, atau dalam bukunya “The Art of Loving” (1956), menyebutnya “perhatian aktif terhadap kehidupan dan pertumbuhan sesuatu yang kita cintai”, adalah suatu hubungan manusia yang bebas dan sederajat dimana partner-partner dapat mempertahan individualitas mereka. Diri orang sendiri tidak terserap atau hilang dalam cinta terhadap orang lain. Diri tidak berkurang dalam cinta produktif, melainkan diperluas, dibiarkan terbuka sepenuhnya. Suatu perasaan akan hubungan tercapai tetapi identitas dan kemerdekaan seseorang terpelihara.
Tercapainya cinta yang produktif merupakan salah satu dari prestasi-prestasi kehidupan yang lebih sulit. Kita tidak “jatuh” dalam cinta; kita harus berusaha sekuat tenaga karena cinta yang produktif menyangkut empat sifat yang menantang; perhatian, tanggung jawab, respek, dan pengatahuan. Memperhatikan orang lain berarti memperhatikan dan memelihara mereka, sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan mereka, dan membantu pertumbuhan dan perkembangan mereka. Menurut penulis ungkapan Fromm ini semakna dengan apa yang di firmankan Allah ta’ala di dalam al-Qur’an al-Karim surat an-Nisa: 34 dan at-Tahrim ayat: 6.
Kaum laki-laki adalah pemimpin (pelindung) bagi kaum wanita” (QS. An-Nisa: 34)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim: 6).
Islam mengajarkan kepada pemeluknya bukan hanya cinta, perlindungan, atau pun pemeliharan sebatas di dunia saja, malainkan Islam mengajarkan pemeluknya Untuk mencintai, melindungi, dan memelihara orang kita cintai sampai kepada kehidupan sesudah mati yaitu dari siksaan neraka. Inilah yang dinamakan dengan cinta yang hakiki yaitu cinta yang didasarkan karena cinta kepada Allah ta’ala yang mengahasilkan cinta murni, ikhlas, penuh tanggungjawab, perlindungan, tampa mengharapkan imbalan, dan bukan cinta yang harus memiliki atau menerima, tetapi cinta yang selalu memberikan yang terbaik untuk orang yang dicintai.
Dalam konteks hubungan laki-laki dan perempuan yang belum menikah atau percintaan pada masa remaja Fromm menamakan cinta seperti ini dengan cinta erotic, yaitu cinta antara jenis kelamin yang berbeda antara pria dan wanita. Cinta ini disebut erotic karena mengundang nafsu atau dorongan-dorongan erotic dan seksual. Pada umumnya perasaan cinta ini muncul pada diri seseorang bersamaan dengan berkembangnya hormon-hormon seksual saat memasuki masa remaja awal. Jika perasaan cinta ini tidak terkendalikan dengan baik justru akan menimbulkan berbagai bentuk penyimpangan seksual.
Namun demikian, Erich Fromm menegaskan cinta yang produktif tidak terbatas pada cinta erotic. Walaupun Fromm menyatakan demikian, menurut penulis, jika cinta antara pria dan wanita tidak di dasari oleh pemahaman yang dalam terhadap agama akan menghancurkan diri Si pecinta dan yang dicintainya. Disinilah kita bisa melihat kesempurnaan ajaran Islam yang telah mengatur dan membatasi gerak-gerik orang-orang yang sedang dimabuk cinta yang bisa membuat orang menjadi hilang akalnya, sehingga cinta yang seharusnya mendatangkan kebahagian malah berakhir dengan tragedy yang tragis dan penyasalan.
https://raudlatulmuhibbin.blogspot.co.id

CINTA MENURUT ISLAM

KASIH SAYANG & CINTA MENURUT ISLAM
Assalamualaikum..Wr,Wb.
Terima kasih sebelumnya telah segan untuk mampir di Blog saya,semoga dapat bermanfaat,amin,

Kali Ini saya akan Membahas dan mengulas tentang kasih sayang & cinta menurut islam,kasih sayang & cinta sudah tidak asing lagi kita dengarkan,baik dari kalangan remaja,dewasa,bahkan sampai  lansia.
akan tetapi barang kali di antara kita ada yg belum tau atau faham apa sih makna,arti,bagaimana kasih sayang yg sebenarnya menurut islam,.


apa sih itu cinta ?semua orang dan para ahlinya pastilah memliki pendapat dan pemikiran yang berbeda-beda. Kalau menurtku pribadi cinta itu ya cinta, saya sendiri juga bingung mengartikan apa yang namanya cinta itu. Namun cinta itu akan selalu ku berikan dan hanya untuk Allah SWT dan Rasulullah SAW lah cinta abadi itu.Cinta yang juga selalu ku berikan untuk ke dua orang tua ku terutama emak ku, hehehe …….., keluarga ku, sahabatku, orang di sekitarku, dan masih ada tanda tanya besar untuk cinta yang ku berikan kepadanya (halahhh paling an cuman cinta monyet biasa, yang penting kerja nyari duit yang banyak dulu, hehehe malah curhat). Menurut id.wikipedia.org Cinta itu adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan kasih sayang terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.
ada yg Bilang cinta itu buta,cinta itu suka sama suka antara 2 insan laki-laki dengan perempuan,tapi cinta yg akan di bahas di sini adalah cinta yg menurut islam.

Menurut situs asysyariah.com yang pernah saya baca dalam mendefinisikan cinta sangatlah sulit jika dijelaskan dengan kata-kata. Mungkin definisi cinta hanya dapat kita rasakan. Ibnul Qayyim pun juga pernah mengatakan bahwa :
“Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri”.

Pada hakekatnya Cinta itu adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah SWT, maka ia akan menjadi ibadah. Dan apabila sebaliknya, jika cinta itu tidak sesuai dengan ridha Allah SWT maka akan menjadi perbuatan maksiat (seperti yang terjadi pada zaman sekarang ini). Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.
Islam menyeru kepada cinta, yaitu cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah, cinta kepada Agama, cinta kepada aqidah, juga cinta kepada sesama makhluk, sebagaimana Allah menjadikan perasaan cinta antara suami istri sebagai sebagian tanda dan bukti kekuasaan-Nya, firman Allah SWT:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Ruum: 21)”.
Cinta Menurut Al Qur’an :
1. CINTA MAWADDAH adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.
2. CINTA RAHMAH adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih walaupun ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antara orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim ertinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.
3. CINTA MAIL adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedut seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.
4. CINTA SYAGHAF adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) boleh jadi seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyedari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, isteri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
5. CINTA RA’FAH yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak sanggup membangunkannya untuk sholat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut istilah ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini hukuman bagi penzina (Q/24:2).
6. CINTA SHOBWAH yaitu cinta buta, cinta yang mendorong kelakuan yang menyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut istilah ini ketika mengisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, “wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)”.
7. CINTA SYAUQ (RINDU), istilah ini bukan dari Al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan Al Qur’an. Dalam surat Al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad :  ”wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu”. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab “Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin”, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, (hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi).
8. CINTA KULFAH yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positif meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut Al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, “la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)”.
Cinta Sejati Menurut Islam :
1. Tidak rela yang dicintai menderita
2. Rela berkorban apapun demi yang dicintai
3. Memenuhi segala keinginan dari yang dicintai
4. Tidak pernah memaksakan kehendak kepada yang dicintai
5. Berlaku sepanjang masa. Cinta tersebut hanya ada antara Khalik dan Makhluk, cinta antara makhluk harus ditambah syarat-syarat berikut:
a. Cintanya tersebut karena Allah S.W T.
b. Harus memenuhi segala aturan yang dibuat oleh Allah SWT.
c. Sex bukanlah cinta dan cinta bukanlah sex, tetapi sex adalah bunga-bunga dari cinta dan hanya ada dalam pernikahan dan hanya dengan yang dinikahi
d. Cinta bukan uang atau harta atau duniawi, tetapi cinta membutuhkan uang, harta dan duniawi.
1. Cinta dan kasih Sayang kepada Allah Arrahman Arrahim

Mewujudkan rasa sayang atau cinta kepada Allah  dalam diri seorang muslim adalah suatu keniscayaan. Karena tidak akan sempurna ibadah seseorang kepada Allah Azza Wa jalla  bila tidak ada rasa cinta di dalamnya.
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah …” (QS.Al-Baqoroh: 165)
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ}

Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (Q.S. At-Taubah 9: 24)
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dzalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Q.S. Al Baqarah 2: 165)
2. Sayang kepada Rasulullah SAW

Mencintai Rasulullah merupakan bagian dari keimanan.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (31) قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ .
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir
Anas berkata, Rosulullah bersabda, “Tidak sempurna iman kalian sampai aku lebih dia cintai daripada dirinya, orang tuanya, anaknya dan manusia lain keseluruhan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Di antara bukti kecintaan mereka yang hakiki kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, antara lain:
a. Meyakini bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar utusan Allah subhanahu wa ta’ala, dan Beliau adalah Rasul yang jujur dan terpercaya, tidak berdusta maupun didustakan. Juga beriman bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi yang paling akhir, penutup para nabi. Setiap ada yang mengaku-aku sebagai nabi sesudah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pengakuannya adalah dusta, palsu dan batil. (Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin hal: 137, Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaid al-Arba’in an-Nawawiyah, hal 38, Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, oleh Syeikh Shalih Alu Syaikh, hal 56).
b. Menaati perintah dan menjauhi larangannya. Allah menegaskan,
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
c. Membenarkan berita-berita yang beliau sampaikan, baik itu berupa berita-berita yang telah terjadi maupun yang belum terjadi, karena berita-berita itu adalah wahyu yang datang dari Allah subhanahu wa ta’ala.
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu, menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4)
d. Beribadah kepada Allah dengan tata-cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa ditambah-tambah ataupun dikurangi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Juga Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan, “Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan petunjukku, maka amalan itu akan ditolak.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya (III/1344 no 1718).
e. Meyakini bahwa syariat yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setingkat dengan syari’at yang datang dari Allah subhanahu wa ta’ala dari segi keharusan untuk mengamalkannya, karena apa yang disebutkan di dalam As Sunnah, serupa dengan apa yang disebutkan di dalam Al Quran (Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin hal: 138). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):
مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ
“Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” (QS. An-Nisa: 80)
f. Membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala Beliau masih hidup, dan membela ajarannya setelah beliau wafat. Dengan cara menghafal, memahami dan mengamalkan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga menghidupkan sunnahnya dan menyebarkannya di masyarakat.
g. Mendahulukan cinta kepadanya dari cinta kepada selainnya. Sebagaimana kisah yang dialami oleh Umar di atas, akan tetapi jangan sampai dipahami bahwa cinta kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan membawa kita untuk bersikap ghuluw (berlebih-lebihan), sehingga mengangkat kedudukan beliau melebihi kedudukan yang Allah subhanahu wa ta’ala karuniakan kepada Nabi-Nya. Sebagaimana halnya perbuatan sebagian orang yang membersembahkan ibadah-ibadah yang seharusnya dipersembahkan hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dia persembahkan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contohnya: ber-istighatsah (meminta pertolongan) dan memohon kepadanya, meyakini bahwa beliau mengetahui semua perkara-perkara yang ghaib, dan lain sebagainya. Jauh-jauh hari Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan umatnya agar tidak terjerumus ke dalam sikap ekstrem ini, “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebih-lebihan dalam memuji (Isa) bin Maryam, sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka ucapkanlah (bahwa aku): hamba Allah dan rasul-Nya.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [VI/478 no: 3445])
h. Termasuk tanda mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah mencintai orang-orang yang dicintainya. Mereka antara lain: keluarga dan keturunannya (ahlul bait), para sahabatnya (Asy-Syifa bi Ta’rifi Huquq al-Mushthafa, karya al-Qadli ‘Iyadl [II/573], Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah [III/407], untuk pembahasan lebih luas silahkan lihat: Huquq an-Nabi ‘Ala Ummatihi fi Dhaui al-Kitab wa as-Sunnah, karya Prof. Dr. Muhammad bin Khalifah at-Tamimi [I/344-358]), serta setiap orang yang mencintai beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga masih dalam kerangka mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah kewajiban untuk memusuhi setiap orang yang memusuhinya serta menjauhi orang yang menyelisihi sunnahnya dan berbuat bid’ah. (Asy-Syifa bi Ta’rifi Huquq al-Mushthafa, [2/575], untuk pembahasan lebih lanjut silahkan lihat: Huquq an-Nabi ‘Ala Ummatihi [I/359-361]).
3. Sayang kepada sesama

Jarir bin Abdullah berkata, Rosulullah bersabda, “Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia lainnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Yang termasuk sayang kepada sesama adalah:
Cinta dan Sayang kepada orang tua
Abu Hurairoh berkata: “Ada seorang laki-laki datang ke Rosulullah, lalu bertanya, Wahai Rosulullah, siapakah manusia yang paling berhak untuk kuperlakukan dengan sebaik mungkin? Rosulullah bersabda, Ibumu. Lalu ia bertanya, lalu siapa? Beliau menjawab, ibumu. Ia betanya, lalu siapa lagi? Ibumu, jawab Rosulullah. Ia bertanya lagi, lalu siapa? Bapakmu, jawab beliau. (HR. Bukhori)
Cinta dan Sayang kepada suami atau istri
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS.Ar-Rum:21)
Cinta dan Sayang kepada saudara
Anas berkata: Rosulullah bersabda,” Tidak sempurna iman kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagai mana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhori)
Cinta dan Sayang kepada anak
Abu Hurairoh berkata: “sewaktu Rosulullah mencium Husain bin Ali, di dekatnya ada sahabat yang sedang duduk, bernama al-Aqro bin Habis at-Tamimi. Al-Aqro berkata, saya telah mempunyai 10 anak, tapi saya tidak pernah mencium satupun dari mereka. Rosulullah memandanginya, lalu bersabda,” Barang siapa yang tidak punya rasa kasih sayang, maka ia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhori)
Cinta dan Sayang kepada tetangga
Said bin Abi Syuraikh berkata: Rosulullah bersabda, “Demi Allah, ia tidak beriman. Allah, ia tidak beriman. Allah, ia tidak beriman. Ada yang bertanya, siapakah yang Anda maksud wahai Rosulullah? Rosulullah menjawab, Orang yang tetangganya merasa tidak nyaman dari kejahatan dan keburukannya.” (HR. Bukhori)
Cinta dan Sayang kepada teman
Anas bin Malik berkata: “ Aku pernah duduk di sisi Rosulullah, lalu lewatlah seorang laki-laki. Ada laki-laki lain dari suatu kaum yang berkata, Wahai Rosulullah, sungguh aku sangat mencintai (menyayangi) laki-laki itu. Rosulullah bertanya, Apakah kamu telah memberitahukan hal itu kepadanya? Laki-laki itu menjawab, Belum. Rosulullah bersabda, Berdirilah, dan beritahukanlah kepadanya. Maka laki-laki itupun berdiri menghampirinya, ia berkata, Wahai saudaraku, demi Allah, aku mencintaimu karena Allah. Lalu orang tersebut menjawab, Semoga Allah juga mencintaimu karena kamu mencintai karena-Nya.” (HR. Ahmad, no.1198)
 Cinta dan Sayang kepada hewan
Abu Hurairoh berkata: Rosulullah bersabda,”pernah ada sorang laki-laki dalam perjalanan, ia merasa sangat haus. Kemudian ia bertemu sumur dan turun ke dalamnya, ia minum air sumur lalu keluar. Tiba-tiba ada anjing yang menjulurkan lidahnya, mengendus  tanah karena kehausan. Ia berkata dalam hatinya, anjing ini mengalami apa yang tadi aku alami. Lalu ia (turun ke sumur lagi) memenuhi sepatu kulitnya (dengan  air), lalu ia gigit dengan mulutnya lalu keluar, selanjutnya ia memberi minum anjing tersebut. atas perbuatannya itu, Allah bersyukur padanya dan mengampuni dosanya. Para sahabat bertanya, wahai Rosulullah, apakah kita akan mendapat pahala jika menolong hewan? Beliau bersabda, “Kebaikkan kepada setiap yang punya hati (makhluk hidup) ada pahalanya” (HR. Bukhori dan Muslim)
Cinta dan sayang kepada tumbuhan
Pesan Abu Bakar ra. Kepada pemimpin pasukannya, Yazid bin Abu Sufyan:
Dan aku berwasiat kepadamua 10 hal. ” janganlah kalian membunuh wanita, bayi atau orang tua lanjut usia. Dan janganlah kamu memotong pon yang sedang berbuah. Dan janganlah kamu merusak gedung atau bangunan. Dan janganlah kamu membunuh camping atau onta kecuali untuk di makan. Dan janganlah kamu membakar lebah atau menenggelamkannya. Dan janganlah kamu korupsi, Dan janganlah kamu berkhianat.” (HR. Malik)
Cinta dan sayang kepada lingkungan
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A’raf: 56)
Jika diperhatikan, konsep kasih sayang dalam Islam lebih lengkap dan komplit. Sehingga kita tidak perlu lagi konsep kasih sayang dari agam atau ajaran filsafat kepecayaan lain.
Aplikasi Cinta Dan Kasih Sayang
Jika kita benar-benar memperaktikkan ajaran Islam secara kaffah (integral), maka kita akan merasakan besarnya kasih sayang dalam diri kita, dan orang lainpun merasakannya kenikmatan kasih sayang yang menjadi bagian dari ajaran Islam. wallahu’alam bishowwab
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
( QS. Ali Imran 3:92 )
Secara fitrah kita mendambakan cinta kasih dari sesama manusia. Sebaliknya secara naluri kita akan sedih jika orang lain membenci atau memusuhi kita. Salah satu wujud sesungguhnya dari bentuk cinta dan  kasih sayang  dalam islam adalah sedekah, dimana sedekah menyimpan misteri dan membangkitkan energi yang luar biasa.
Anak adam yang memberikan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahui lebih kuat dari seluruh ciptaan Tuhan. Bersedekah dengan tangan kanan dan tangan kiri tidak tahu yang berarti bersedekah tanpa mengharapkan apapun, tanpa pamer, niatnya sangat bersih dan ikhlas hanya mengharap ridha Allah SWT saja. Inilah energi sedekah yang luar biasa.
 kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesaalahmu, dan Alloh mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.al-Baqarah 271.)

"Tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.  (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Semua orang mempunya perasaan cinta dan kasih sayang. Sangat rugilah bagi mereka yang tidak menggunakan perasaan cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Allah kepada kita. Cinta bukan hanya untuk seseorang yang kita cintai. Cinta juga untuk Allah, Nabi , Ibu bapa , Keluarga dan semua orang yang berhak kita cintai. Hargailah rasa cinta hadiah dari illahi. Islam juga memberikan tips kasih sayang yang dapat diamalkan umatnya dalam melahirkan rasa cinta:

1. Cintai Allah dan Rasulullah melebihi makhluk.
2. Cintailah makluk dengan penuh persediaan dan matlamat.
3. Perasaan cinta perlu selari dengan kehendak Islam dan tidak melangggar batas agama.
4. Jauhi cinta ke arah maksiat.
5. Sentiasa mendoakan kebaikan dan kesejahteraan orang lain.
6. Hadiri majlis ilmu.
7. Berikan hadiah yang bermanfaat.
8. Binalah Cinta yang hebat sudah pasti bahagia dunia dan akhirat

Sesungguhnya kasih sayang itu cabang (penghubung) kepada Allah SWT. Barang siapa yang menyambungnya,maka Allah akan menyambung (kasih sayang-Nya) dengannya. Dan barang siapa yang memutuskannya, maka Allah akan memutus (kasih sayang-Nya) dengannya.” (HR. Bukhori)

Begitu indahnya cinta Islam, cinta untuk Allah, cinta untuk Rasulullah, cinta untuk orang yang melahirkan kita, cinta untuk orang tua kita, cinta untuk sahabat kita, cinta untuk orang di sekitar kita, cinta untuk orang yang akan mendampingi kita nantinya, dan tentunya cinta untuk semua makhluk-makhlukNya. Namun pada zaman sekarang dan situasi kondisi saat ini, cinta yang lahir cenderung penuh dengan hawa nafsu, nafsu yang menggebu-gebu dan menyimpang dari norma-norma agama dan apa yang telah diperintahkan Allah SWT, serta menyimpang dari sebuah tujuan murni cinta itu yang sebenarnya. Setiap saat, setiap hari kita terutama pada kalangan muda bahakan anak-anak pun dibuai dengan lagu-lagu cinta, dibuat terlena dengan tontonan kisah cinta (sinetron, film) yang menghanyutkan kita ke dalam dunia khayal yang merugikan. Bahkan sekarang ini banyak orang yang menyalahartikan makna dan arti dari apa cinta itu sebenarnya, sehingga mereka terdorong melewati batas pergaulan dan tatasusila seorang mukmin.
Maka daripada itu,  renungkanlah sejenak kawan hakikat sebuah kehidupan kita di dunia ini. Rasullulah SAW bersabda:
“Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai diri sendiri.” Juga sabda Rasulullah, “Barang siapa ingin mendapatkan manisnya iman, maka hendaklah ia mencintai orang lain karena Allah.” (HR Hakim dari Abu Hurairah)”.
Ingatlah kawan kita di dunia ini hanyalah mampir minum sebentar. Lihatlah matahari yang biasa menerangi alam semesta ini, seterang-terangnya dan  sepanas-panasnya dia…saat waktunya tiba, dia juga akan menghilang dan pulang kembali ke peraduannya, begitu juga dengan apa yang kita miliki di dunia ini, bahkan diri kita sendiri, jika saatnya tiba, …kita juga akan sama dengan matahari itu.

demikian lah Pembahasan tentang Kasih sayang & cinta menurut islam,Semoga bermanfaat & kita realisasikan serta amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari.mohon maaf jika ada kesalahan dalam pengetikan,mohon kritik dan sarannya..kesempurnaan Hanyalah milik Allah Swt.
http://mwildansr.blogspot.co.id

Wanita yangTidak Boleh Dinikahi

Wanita yang tidak tidak boleh dinikahi Menurut Islam Penulis H. TARMIZI ALFUJUDY Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan demi terc...