Saturday, December 21, 2013

Akibat yang terjadi disebabkan banyaknya pelanggar agama



إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, marilah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berkenan memberikan berbagai keni’matan bahkan hidayah kepada kita.
Shalawat dan salam semoga Allah tetapkan untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, mari kita senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, menjalani perintah-perintah Allah sekuat kemampuan kita, dan menjauhi larangan-laranganNya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, dalam kesempatan yang mulia ini akan kami kemukakan tentang adanya gejala menjadikan orang baik-baik justru terpojok, akibat banyaknya pelanggar agama.
Pelanggar agama sekarang mendapat angin kebebasan dan tidak malu-malu, bahkan dedengkot homosex mau masuk ke Komnas HAM (Hak Asasi Manusia). Kemudian dia sengaja melecehkan agama sambil membela aliran sesat Syi’ah dan Ahmadiyah, dengan mengatakan bahwa penistaan agama adalah bagian dari hak.
Betapa nglunjaknya sikap kurangajar itu. Dan itu tidak lain sudah ada contohnya yang sangat buruk, para durjana yang bermaksiat dengan homoseks mengadakan aksi yang sangat memojokkan Nabi Luth ‘alaihis salam.
Dalam al-Qur’an dikisahkan, ketika Nabi Luth ‘alaihissalam dalam keadaan perasaannya sangat terpojok, ia berucap kepada kaumnya yang memang jahat-jahat:
أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ
“Tidak adakah di antara kamu sekalian itu seorang laki-laki yang berakal?”
Demikianlah keluhan Nabi Luth ‘alaihis salam (dalam Al-Qur’an Surat Huud/ 11: 78) terhadap kaumnya yang tidak tahu diri, yang mendatangi rumah Nabi Luth dengan maksud ingin menghomoseks tamu-tamu Nabi Luth. Padahal sebenarnya tamu-tamu itu adalah para malaikat yang mengabarkan akan datangnya adzab Allah SWT terhadap kaum Nabi Luth as. Karena kaum itu menantang aturan Allah SWT dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji yaitu liwath atau homoseks atau sodomi.
Sejak dulu memang mereka mengerjakan perbuatan keji dan sangat dicela oleh tabi’at manusia yang wajar, dicela oleh syari’at-syari’at dan agama. Yaitu mereka suka mengadakan homoseksual, mengadakan hubungan kelamin sesama lelaki tidak dengan wanita, dan mereka secara terang-terangan mengadakan berbagai kemunkaran di balai pertemuan mereka, seperti diterangkan dalam firman Allah Ta’ala,
{ أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ وَتَقْطَعُونَ السَّبِيلَ وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلا أَنْ قَالُوا ائْتِنَا بِعَذَابِ اللَّهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (29) }
Artinya: Apakah Sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun[1149] dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Datangkanlah kepada Kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS Al-’Ankabuut/ 29: 29).
[1149] Sebahagian ahli tafsir mengartikan taqtha ‘uunas ‘sabil dengan melakukan perbuatan keji terhadap orang-orang yang dalam perjalanan karena mereka sebagian besar melakukan homosexuil itu dengan tamu-tamu yang datang ke kampung mereka. ada lagi yang mengartikan dengan merusak jalan keturunan karena mereka berbuat homosexuil itu.

Adzab yang ditimpakan kepada kaum yang jahat itu dijelaskan oleh Allah SWT:
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ (82) مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ (83)
“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang dzalim.” (terjemah QS Huud/ 11:82-83).
Menurut firman Allah dalam Surat Adz-Dzariyaat, batu-batu itu adalah tanah liat yang terbakar sehingga menjadi batu yang diberi tanda oleh Allah Ta’ala dengan nama orang-orang yang akan ditimpanya, dan batu-batu itu dijatuhkan di tempat-tempat yang sering dilalui orang musyrik Quraisy yang dzalim, ketika mereka berdagang ke negeri Syam, supaya menjadi peringatan bagi mereka agar jangan memusuhi Nabi Muhammad saw, supaya jangan ditimpa adzab seperti yang menimpa kaum Nabi Luth as yang ingkar kepada Nabinya. Memang tempat-tempat itu sering dilalui oleh mereka (musyrikin Quraisy) bila mereka berdagang di musim panas ke negeri Syam seperti diterangkan dalam firman Allah, yang artinya:
وَإِنَّكُمْ لَتَمُرُّونَ عَلَيْهِمْ مُصْبِحِينَ (137)
“Dan sesungguhnya kamu (wahai penduduk Makkah) akan melalui bekas-bekas mereka di waktu pagi.” (As-Shaffat/ 37: 137).
Peristiwa adzab yang sangat mengerikan atas kaum yang lakonnya jahat (di samping menyembah berhala, mengingkari ajaran-ajaran Nabinya, masih pula berhomoseks, menyamun/ membegal, dan berbuat kekejian di tempat-tempat perkumpulan mereka) itu agar menjadi pelajaran nyata bagi para penentang seperti musyrikin Makkah dan manusia pada umumnya.
Kejahatan memojokkan orang baik-baik
Lakon jahat, brutal, bahkan keji, ketika dilakukan beramai-ramai dan tanpa tedeng aling-aling, tanpa malu-malu lagi, maka menjadikan orang-orang yang baik jadi sangat terpojok posisinya, bahkan sangat dipermalukan. Bagaimana malunya Nabi Luth yang kedatangan tamu, tahu-tahu “diserbu” oleh kaumnya yang jahat-jahat itu dan akan memperkosa tamu-tamunya itu dengan ingin menyodominya. Hingga keluar kata-kata:
أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ
Tidak adakah di antara kalian itu seorang laki-laki yang berakal?
Ungkapan Nabi Luth as ini adalah ungkapan yang pas, ketika keadaan sangat memuncak, ketika menghadapi keadaan yang sangat memuakkan, brengsek, tak tahu diri, tak tahu aturan, dan tidak ada keuntungan yang akan didapatkan.
Mungkin orang bisa melontarkan kata-kata yang sama, misalnya di suatu desa mengalami kondisi yang sangat memuakkan. Warga di satu belahan dunia misalnya mengangkat orang yang diberi amanah untuk memimpin dan mengurus warga. Tetapi kemudian aneka macam keburukan dibiarkan. Kejahatan merajalela, perusakan iman justru seolah dipelihara dengan dalih macam-macam, misalnya melestarikan budaya nenek moyang, meningkatkan daya tarik pariwisata dan sebagainya. Padahal berupa kemusyrikan yang sangat dimurkai Allah Ta’ala, misalnya larung sesaji ke laut ke gunung, ke telaga dan sebagainya. Yang diberi amanah mengurus warga itu selain membiarkan kemusyrikan, membiarkan pula orang-orang lemah semakin terpojok, yang   miskin pun tidak tertolong lagi karena masing-masing orang hanya mementingkan dirinya sendiri, bahkan seperti meniru orang-orang yang dipandang sebagai orang terpandang namun aman-aman saja ketika berbuat jahat, curang, mementingkan diri dan kelompoknya sendiri dan sebagainya. Sehingga aneka keburukan merajalela. Orang-orang yang baik justru terpojok. Bila mengingatkan agar berhenti dari perbuatan buruk, justru dipermalukan dan disoroti ramai-ramai. Kalau yang terpojok itu seorang Nabi seperti Nabi Luth ‘alaihis salam pun kata-kata yang pantas untuk diucapkan adalah:
أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ
Tidak adakah di antara kalian itu seorang laki-laki yang berakal?
Ditanya seperti itu, jawabannya lebih gila lagi, sebagaimana jawaban kaum Nabi Luth as yang dikisahkan dalam Al-Qur’an:
قَالُوا لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ (79)
Mereka menjawab: “Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan(maksudnya, mereka tidak punya syahwat terhadap wanita, tetapi terhadap sesama lelaki) terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.” (QS Huud/ 11:79).
Seolah-olah orang-orang itu memukul balik, kamu dari semula kan sudah tahu. Kami-kami ini kan keadaan dan kemauan kami seperti ini. Kami ini tidak ada kemauan seperti apa yang kamu inginkan itu. Tapi kami punya gaya dan kebiasaan serta selera tersendiri yang kamu semua sudah tahu. Bukankah kamu sudah tahu tentang diri kami yang seperti ini. Kenapa kamu masih menginginkan kami untuk mengikuti  aturanmu. Ora sudi aku yen kok atur-atur. (Aku tak mau menggubris kalau kamu atur dengan aturan-aturanmu). Tetapi kalau itu sesuai dengan keserakahanku dan doyananku maka apapun ya saya datangi, sekalipun ngisin-isini (memalukan) dan melanggar pernatan (syari’at dan aturan).
Kejahatan yang sudah merajalela bahkan menjadikan terpojoknya orang baik-baik itu masih pula ditingkahi dengan upaya-upaya untuk merugikan orang baik-baik. Misalnya berunding dengan orang yang terpidana, atau meng-ghibah  Muslimin di pertemuan orang-orang kafir, bekerjasama secara rahasia untuk mencelakakan orang baik-baik yakni Muslimin dan sebagainya.
Memang, tidak gampang menghadapi orang-orang yang sebenarnya jahat, tetapi mereka tidak mengakui bahwa diri mereka itu jahat, dan kejahatannya itu bekerjasama dengan orang kafir. Sehingga Ummat Islam diingatkan, ada jenis manusia-manusia yang difirmankan:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ  [البقرة/11، 12]
11. Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi[24]“. mereka menjawab: “Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan.”
12. Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (QS Al-Baqarah: 11, 12).
[24] Kerusakan yang mereka perbuat di muka bumi bukan berarti kerusakan benda, melainkan menghasut orang-orang kafir untuk memusuhi dan menentang orang-orang Islam.
Jenis kejahatan mereka
Dalam Al-Qur’an, mereka kaum Nabi Luth as itu dijelaskan, kejahatan yang nyata adalah:
1.    Menentang kebenaran.
2.    Melakukan perbuatan keji.
3.    Menyamun, yaitu membegal atau merampok orang di perjalanan, barang-barang musafir dirampok, sedang orangnya dibunuh.
4.    Perkataan mereka di perkumpulan-perkumpulan sangat menjijikkan. Diriwayatkan dari Ummu Hani’ bin Abi Thalib yang menanyakan kepada Rasulullah arti ayat:
وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ
 “Kamu berbuat munkar di tempat perkumpulan”. Beliau menjelaskan, bahwa perkataan tersebut berarti mereka senang duduk-duduk sambil ngobrol di pinggir jalan. Kalau ada seseorang lewat, segera mereka menuduh yang bukan-bukan serta mengejek dan menghinanya. ( HR Imam Ahmad, Turmudzi, Thabrani, dan Imam Al-Baihaqy, sebagaimana dikutip dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya,Depag RI, 1985/1986,  juz 20, hal 465).
Penyimpangan-penyimpangannya begitu berat dan nyata, namun mereka tidak merasa bersalah, bahkan menentang keras orang yang menunjukinya.
Adakah kesamaan dengan sikap kaum Nabi Luth?
Menyimak kisah itu, kita mendapatkan kesan bahwa kaum Nabi Luth as yang membangkang itu benar-benar keterlaluan.
Dalam daftar kejahatan kaum Nabi Luth as ada 4 kejahatan, seperti tersebut di atas. Mari kita runtut, kejahatan itu dilakukan pula oleh orang-orang jahat sekarang.
Pertama, menentang aturan yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Kaum Nabi Luth as jelas-jelas menentang aturan agama. Sementara itu, para penjahat  sekarang pun menentang aturan Allah Ta’ala, di antaranya mengandalkan ilmu kebal, entah pakai sihir, jimat, atau bantuan jin. Itu salah satu bentuk kemusyrikan, penentangan paling besar terhadap Allah SWT, hingga merupakan salah satu bentuk dosa terbesar. Jadi ada unsur kesamaan.
Mengenai kebiasaan buruk berupa ilmu kebal, sihir, santet, perdukunan, khurofat, takhayul dan bid’ah itu adalah pelanggaran-pelanggaran aqidah yang sangat besar dosanya. Karena sudah jelas larangan-larangannya.
Larangan sihir. Nabi saw bersabda:
 « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ » .
“Jauhilah tujuh dosa besar yang merusak. Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, apakah tujuh dosa besar yang merusak itu? Beliau menjawab: Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang oleh Allah diharamkan kecuali karena hak, makan harta anak yatim, makan riba, lari dari peperangan, menuduh (berzina) terhadap perempuan baik-baik yang  terjaga lagi beriman.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasaai, dari Abu Hurairah, shahih).
“مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً، ثُمَّ نَفَثَ فِيهَا، فَقَدْ سَحَرَ، وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ، وَمَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ”
“Barangsiapa mengikat suatu ikatan (simpul) kemudian meniupnya (suatu ikatan yang biasa ditiup dalam bersihir) maka sungguh ia telah bersihir. Dan barangsiapa bersihir maka sungguh ia telah syirik/ menyekutukan Allah, dan barangsiapa menggantungkan sesuatu (jimat dan sebagainya) maka dia diserahkan kepada ( yang digantungkan) nya.” (HR An-Nasaai dan  At-Thabrani dengan dua sanad, salah satu dari dua rawi-rawinya terpercaya).
Larangan bertanya dan mempercayai tukang ramal dan tukang sihir ataupun dukun.
Nabi Saw bersabda:
 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ، أَنَّهُ قَالَ : مَنْ أَتَى عَرَّافًا ، أَوْ سَاحِرًا ، أَوْ كَاهِنًا ، فَسَأَلَهُ فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Barangsiapa mendatangi tukang ramal, atau tukang sihir, atau tukang tenung/ dukun lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya dan percaya terhadap apa yang dikatakannya, maka sungguh dia telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.” (HR Al-Bazzar dan Abu Ya’la dengan sanad jayyid)
Larangan pakai ilmu kebal, jimat, tangkal:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ ، أَنَّهُ جَاءَ فِي رَكْبِ عَشَرَةٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ بَيْعَةِ رَجُلٍ مِنْهُمْ ، فَقَالُوا : مَا شَأْنُ هَذَا الرَّجُلِ لاَ تُبَايِعُهُ ؟ فَقَالَ : إِنَّ فِي عَضُدِهِ تَمِيمَةً فَقَطَعَ الرَّجُلُ التَّمِيمَةَ ، فَبَايَعَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ : مَنْ عَلَّقَ فَقَدْ أَشْرَكَ.
Uqbah bin Amir meriwayatkan bahwa ada sepuluh orang berkendaraan datang ke Rasulullah saw. Yang sembilan dibai’at, tetapi yang satu ditahan. Mereka bertanya: Kenapa dia? Lalu Nabi saw menjawab: Sesungguhnya di lengannya ada tamimah (jimat/ tangkal)!  Lalu laki-laki itu memotong jimatnya/ tangkalnya, maka ia dibai’at oleh Rasulullah saw kemudian beliau bersabda:
مَنْ عَلَّقَ فَقَدْ أَشْرَكَ.
“Barangsiapa menggantungkan (tangkal/ jimat) maka sungguh ia telah syirik.” (HR Ahmad dan Al-Hakim, dan lafadh itu bagi Al-Hakim, sedang periwayat-periwayat Ahmad terpercaya dishahihkan Al-Albani dalam سلسلة الصحيحة رقم 492 silsilah As-Shohihah nomor 492).
 Larangan memakai aji-aji:
عَنِ الْحَسَنِ قَالَ أَخْبَرَنِى عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ « وَيْحَكَ مَا هَذِهِ ». قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ « أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ وَهْناً انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِىَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَداً ».
  Diriwayatkan dari Imran bin Hushain, sesungguhnya Rasulullah saw pernah melihat di lengan seorang lelaki ada gelang –yang saya lihat ia katakan dari (besi) kuningan– maka beliau berkata: “Celaka kamu, apa ini?  Lalu ia menjawab: Ini adalah termasuk wahinah (aji-aji untuk melemahkan orang lain). Maka beliau berkata: Adapun barang ini tidak akan menambahi kamu selain kelemahan; karena itu buanglah dia. Sebab kalau kamu mati sedang wahinah (aji-aji) itu masih ada pada kamu, maka kamu tidak akan bahagia selamanya.” (HR Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya; dan Ibnu Majah tanpa lafal “buanglah dst…”).
Larangan tathoyyur/ klenik:
Tathoyyur yaitu mempercayai adanya kesialan dikaitkan dengan alamat-alamat seperti suara burung, tempat, waktu, orang atau anggota badan yang bergera-gerak/ kedutan dan sebagainya. Dianggapnya suara burung, hari-hari tertentu  dan sebagainya itu sebagai alamat sial. Itu dikenal dengan istilah klenik, yaitu hitung-hitungan hari, alamat-alamat dari suara burung, barang jatuh, rumah menghadap ke arah ini atau di tanah itu dan sebagainya dipercayai sebagai pertanda sial ataupun keberuntungan.
Rasulullah saw bersabda:
 ”لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ وَلا تُطُيِّرَ لَهُ، وَلا تَكَهَّنَ وَلا تُكُهِّنَ لَهُ”أَظُنُّهُ، قَالَ:”أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ”.
“Laisa minnaa man tathoyyaro aw tuthuyyiro lahu aw takahhana aw tukuhhina lahu, aw saharo aw suhiro lahu.”
Bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang bertathoyyur (merasa sial akibat suara burung dsb dikaitkan dengan klenik) atau minta diramalkan sial untuknya, atau berdukun/ menenung atau minta ditenungkan, atau mensihir atau minta disihirkan.” (HR At-Thabrani dari Ibnu Abbas dengan sanad hasan).   
Kedua, kaum Nabi Luth as melakukan kekejian, yaitu homoseks. Gejala sekarang, orang-orang menyimpang seperti itu punya kelompok, bahkan mengadakan festival film segala.
Hanya anehnya, ketika ada tokoh-tokoh mereka yang lakonnya buruk seperti itu mereka diam saja, bahkan sebagian ada yang cenderung membela-bela dengan aneka dalih.
Ketiga, menyamun, membegal, merampok, ngecu, nggedor. Barangkali dalam hal ini agak berbeda. Tingkah kaum Nabi Luth as memang vulgar, kasar,  dan benar-benar tampak sekali jahatnya. Sedang sekarang, penjahat itu ada yang kasar bahkan sampai membunuh dan merampok. Tetapi ada juga yang dengan cara “halus” yakni korupsi yang bahkan merajalela. Kemungkinan orang yang masih jujur dan jadi pemberantas korupsi akan terpojok bagai Nabi Luth ‘alaihis salam.
Keempat, perkataan dan perbuatannya di tempat-tempat perkumpulan mereka sangat menjijikkan.
Kasus ini, kaum Nabi Luth as suka ngumpul-ngumpul di pinggir jalan, menggoda dan mengejek orang lewat, dan menuduh yang bukan-bukan. Kalau sekarang ada juga yang sangat menjijikkan ada  kelompok sesekali berkumpul untuk ronda menjaga kompleks pelacuran. Atau pemudanya tidak sedikit yang jadi centeng (tukang pukul) ketika orang lain lagi sibuk merayakan hari raya kekafiran mereka di rumah-rumah sesembahan mereka.
Atau mereka sekadar kumpul-kumpul dengan musuh-musuh Islam untuk ngrasani/ ghibahkejelekan orang Islam yang dianggap berseberangan dengan kelompoknya. Atau kumpul-kumpul di kuburan untuk melakukan kemusyrikan, bid’ah, khurofat dan aneka pelanggaran aqidah yang menjadi kegemaran kelompok mereka, dan kalau dinasihati dengan ayat dan hadits malah lebih galakan mereka suaranya. Hingga orang baik-baik yang mau menasihatinya justru terpojok.
Semoga Allah Ta’ala memberi hidayah kepada kita dan orang-orang yang mau bersungguh-sungguh untuk mentaati syari’at-Nya. Dan semoga Allah Ta’ala menghindarkan Ummat Islam dari aneka fitnah yang kadang sampai memojokkan orang Muslim hingga orang baik-baik justru terpojok. Hanya Allah lah yang Maha menolong hamba-Nya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْوَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ.

menanggapi informasi secara pandangan islam



اَلْحَمْدُللهِ الَّذِى حَقَّقَ  اَرْكَانَ الدِّيْنِ بِإِرْسَالِ سَيِّدِاْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ  اَلْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ.وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْنُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ.وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. 
 أَمَّابَعْدُ. فَيَاعِبَادَاللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ وَاَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ تَعَالَى هَدَانَا إِلَى سَبِيْلِ الرُّشْدِ بِإِرْسَالِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ
قَالَ الله ُتَعَالَى فِى اْلقُرْأَنِ اْلكَرِيْمِ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا  يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Hadirin Jama'ah Jum'at  Rahimakumullah
Marilah kita senantiasa berupaya meningkatkan taqwa kepada Allah swt. Taqwa dalam arti menjalankan perintah-perintah Allah, dengan sekuat tenaga. Dan meninggalkan larangan-nya, secara keseluruhan.

Hadirin Jama'ah Jum'at  Rahimakumullah
Pada kesempatan Khutbah kali ini marilah kita renungkan sejenak sebuah  firman Allah dalam Al Qur’an surat  Al Hujurat  ayat 6 yang berbunyi :

اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ŠÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al Hujurat : 6)

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan: "Allah Swt. memerintahkan (orang-orang yang beriman) untuk memeriksa berita yang datang dari orang fasik dengan teliti, dan hendaklah mereka bersikap hati-hati dalam menerimanya dan jangan menerimanya begitu saja, yang akibatnya akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima begitu saja berita tersebut, berarti sama dengan mengikuti jejaknya. Sedangkan Allah Swt. telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yg rusak.

Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang-orang yang fasik.

Menurut para mufassir, asbabun nuzul ayat di atas berkenaan dengan Al walid bin Uqbah yang diutus oleh Rasulullah saw. untuk mengumpulkan zakat dari Bani Al Musthaliq. Al-Walid menyampaikan laporan kepada Rasulullah bahwa mereka enggan membayar zakat, bahkan berniat membunuhnya, padahal ia tidak pernah sampai ke perkampungan Bani Al Mushtaliq tersebut. Dilaporkan  akan adanya pemberontakan, Rasulullah saw. murka. Tetapi beliau tidak langsung mengambil tindakan terhadap Bani Al Musthaliq, melainkan beliau mengutus Khalid untuk mengklarifikasi kebenarannya, sehingga turunlah ayat ini yang mengingatkan bahaya berita palsu yang coba disebarkan oleh orang fasik. Berita palsu itu hampir saja mengakibatkan permusuhan antar sesama umat Islam saat itu. 

Ikhwanul muslimin Rahimakumullah
Jika di zaman Rasulullah saw. bisa terjadi hal seperti itu, bagaimana dengan zaman sekarang? Di zaman Rasulullah kejujuran sangat dominan mewarnai, masih ada pemberitaan palsu, apalagi di zaman sekarang yang banyak kedustaan bertebaran. Berita dan informasi yang tidak benar bisa berasal dari mana saja, baik individu maupun lembaga. Bahkan, mulalui berbagai media.



Di era informasi seperti saat ini, tidak sedikit umat Islam yang terpancing dengan informasi yang ada, tanpa melakukan tabayun. Padahal tabayun itulah yang dituntunkan Islam melalui Surat Al Hujurat ayat 6 tersebut, jika ada berita atau informasi dari orang-orang yang fasik.                             
Ali bin Abi Thalib pernah menyampaikan 

أُنْظُرْ مَا قَالَ وَ لَا تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
Lihatlah apa yang dibicarakan, jangan melihat siapa yang berbicara

Sesungguhnya kalimat itu berlaku dalam hal nasehat, yang sudah pasti benar. Maka kebenaran, dari manapun ia datang, perlu untuk diambil..

Sehingga  di dalam ilmu hadits, suatu hadits diterima jika para perawinya terpercaya. Sebaliknya, jika perawinya pendusta atau fasik, maka hadits itu bisa gugur hingga derajat maudhu' (palsu).

Demikian pula dari sebuah informasi atau berita yang belum jelas membutuhkan klarifikasi, cek dan ricek akan kebenarannya.
Dengan demikian seorang muslim tidak boleh asal terima berita atau informasi, apalagi  langsung menyebarluaskannya. Sebelum di teliti kebenarannya, Karena  dapat mengakibatkan keresahan orang banyak sehingga menimbulkan  kekacauan di tengah-tengah masyarakat  karena kesalah pahaman dari berita yang belum jelas kebenarannya itu.  
Ini yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat  sa’at ini, menerima informasi /berita  yang belum jelas, lansung menyebarkannya kepada orang lain dengan dalih ingin meluruskan masalah seolah-olah berpihak pada kebenaran, padahal mereka hanya mencari popularitas diri atau golongan, mereka bertindak tanpa mengadakan ricek terlebih dahulu namun hanya bermodal nyerocok semata, akibatnya ?  timbullah keresahan,kekacauan bahkan permusuhan  di tengah-tengah masyarakat.

Di zaman Rasulullah pernah terjadi, sahabat yang akhirnya menyesal dan bertaubat, karena ia pernah terlibat dalam upaya menyebarkan kabar dusta (haditsul ifki).    Saat itu, Aisyah radhiyallahu 'anha diisukan berselingkuh dengan sahabat Safwan, setelah Aisyah tertinggal rombongan perang akibat mencari kalungnya yang hilang. Fitnah itu dihembuskan dengan cepat oleh gegembong munafik Abdullah bin Ubay, dan ternyata, ada beberapa muslim yang termakan fitnah itu lalu turut menyebarkannya.
Allah Swt. berfirman mengenai peristiwa ini:

¨bÎ) tûïÏ%©!$# râä!%y` Å7øùM}$$Î/ ×pt6óÁãã ö/ä3YÏiB 4 Ÿw çnqç7|¡øtrB #uŽŸ° Nä3©9 ( ö@t/ uqèd ׎öyz ö/ä3©9 4 Èe@ä3Ï9 <͐öD$# Nåk÷]ÏiB $¨B |=|¡tFø.$# z`ÏB ÉOøOM}$# 4 Ï%©!$#ur 4¯<uqs? ¼çnuŽö9Ï. öNåk÷]ÏB ¼çms9 ë>#xtã ×LìÏàtã ÇÊÊÈ  
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar   (QS. An-Nur : 11)

Berita bohong pada ayat diatas, mengenai istri Rasulullah s.a.w. 'Aisyah r.a. Ummul Mu'minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Peperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. tiba-tiba Dia merasa kalungnya hilang, lalu Dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam sekedup. setelah 'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat Dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat ditempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan Ibnu Mu'aththal, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan Dia terkejut seraya mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah terbangun. lalu Dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut Pendapat masing-masing. mulailah timbul desas-desus. kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, Maka fitnahan atas 'Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.

Hadirin Jama'ah Jum'at  Rahimakumullah
Di zaman yang dipenuhi dengan jejaring sosial ini, kadang kita dapati sebagian muslim begitu saja menyebarkan, informasi yang diterimanya, tanpa peduli apakah informasi itu benar atau salah. 
Maka untuk itu, sebagai pribadi seorang muslim, janganlah gampang menerima informasi atau berita yang belum jelas apalagi termakan olehnya Lakukanlah tabayun teliti dulu akan kebenarannya sehingga tidak menimbulkan keresahan, kekacauan yang mengakibatkan permusuhan dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat , itu hanya dapat merugikan diri kita dan orang banyak.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta jika ia mengatakan segala yang ia dengar (HR. Muslim)

Demikianlah secara singkat tuntunan Islam dalam menyikapi informasi, khususnya informasi baru.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang yang jujur, dan mencatat kita bersama  orang-orang shiddiqin. Amin ya robbal ‘alamin.

          بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْاَنِ الْعَظِيم، وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الاَيَاتِ وَ الذِّكْرِ الحَكِيْم اَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيمْ – لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ فَاسْتَغْفِرُوهُ اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُ الرَّحِيمِ

Wanita yangTidak Boleh Dinikahi

Wanita yang tidak tidak boleh dinikahi Menurut Islam Penulis H. TARMIZI ALFUJUDY Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan demi terc...