اَلْحَمْدُللهِ الَّذِى حَقَّقَ
اَرْكَانَ الدِّيْنِ بِإِرْسَالِ سَيِّدِاْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ.
أَشْهَدُ أَنْ لآ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ اَلْمَلِكُ
الْحَقُّ الْمُبِيْنُ.وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْنُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ.وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا.
أَمَّابَعْدُ. فَيَاعِبَادَاللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ
وَاَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ
تَعَالَى هَدَانَا إِلَى سَبِيْلِ الرُّشْدِ بِإِرْسَالِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ
قَالَ الله ُتَعَالَى فِى اْلقُرْأَنِ اْلكَرِيْمِ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Hadirin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah
Marilah kita senantiasa berupaya meningkatkan taqwa kepada Allah swt. Taqwa dalam arti menjalankan perintah-perintah Allah, dengan sekuat tenaga. Dan meninggalkan larangan-nya, secara keseluruhan.
Marilah kita senantiasa berupaya meningkatkan taqwa kepada Allah swt. Taqwa dalam arti menjalankan perintah-perintah Allah, dengan sekuat tenaga. Dan meninggalkan larangan-nya, secara keseluruhan.
Hadirin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah
Pada kesempatan Khutbah kali ini marilah kita renungkan sejenak sebuah firman Allah dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 6 yang berbunyi :
Pada kesempatan Khutbah kali ini marilah kita renungkan sejenak sebuah firman Allah dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 6 yang berbunyi :
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR
Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu. (QS. Al Hujurat : 6)
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu
Katsir menjelaskan: "Allah Swt. memerintahkan (orang-orang yang beriman)
untuk memeriksa berita yang datang dari orang fasik dengan teliti, dan
hendaklah mereka bersikap hati-hati dalam menerimanya dan jangan menerimanya
begitu saja, yang akibatnya akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima
begitu saja berita tersebut, berarti sama dengan mengikuti jejaknya. Sedangkan
Allah Swt. telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yg rusak.
Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang-orang yang fasik.
Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang-orang yang fasik.
Menurut para mufassir, asbabun nuzul
ayat di atas berkenaan dengan Al walid bin Uqbah yang diutus oleh Rasulullah
saw. untuk mengumpulkan zakat dari Bani Al Musthaliq. Al-Walid menyampaikan
laporan kepada Rasulullah bahwa mereka enggan membayar zakat, bahkan berniat
membunuhnya, padahal ia tidak pernah sampai ke perkampungan Bani Al Mushtaliq
tersebut. Dilaporkan akan adanya
pemberontakan, Rasulullah saw. murka. Tetapi beliau tidak langsung mengambil
tindakan terhadap Bani Al Musthaliq, melainkan beliau mengutus Khalid untuk
mengklarifikasi kebenarannya, sehingga turunlah ayat ini yang mengingatkan
bahaya berita palsu yang coba disebarkan oleh orang fasik. Berita palsu itu
hampir saja mengakibatkan permusuhan antar sesama umat Islam saat itu.
Ikhwanul muslimin Rahimakumullah
Jika di zaman Rasulullah saw. bisa terjadi hal seperti itu, bagaimana dengan zaman sekarang? Di zaman Rasulullah kejujuran sangat dominan mewarnai, masih ada pemberitaan palsu, apalagi di zaman sekarang yang banyak kedustaan bertebaran. Berita dan informasi yang tidak benar bisa berasal dari mana saja, baik individu maupun lembaga. Bahkan, mulalui berbagai media.
Jika di zaman Rasulullah saw. bisa terjadi hal seperti itu, bagaimana dengan zaman sekarang? Di zaman Rasulullah kejujuran sangat dominan mewarnai, masih ada pemberitaan palsu, apalagi di zaman sekarang yang banyak kedustaan bertebaran. Berita dan informasi yang tidak benar bisa berasal dari mana saja, baik individu maupun lembaga. Bahkan, mulalui berbagai media.
Di era informasi seperti saat ini,
tidak sedikit umat Islam yang terpancing dengan informasi yang ada, tanpa
melakukan tabayun. Padahal tabayun itulah yang dituntunkan Islam melalui Surat
Al Hujurat ayat 6 tersebut, jika ada berita atau informasi dari orang-orang
yang fasik.
Ali bin Abi Thalib pernah
menyampaikan
أُنْظُرْ مَا قَالَ وَ لَا تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
Lihatlah apa yang dibicarakan,
jangan melihat siapa yang berbicara
Sesungguhnya kalimat itu berlaku dalam hal nasehat, yang sudah pasti benar. Maka kebenaran, dari manapun ia datang, perlu untuk diambil..
Sesungguhnya kalimat itu berlaku dalam hal nasehat, yang sudah pasti benar. Maka kebenaran, dari manapun ia datang, perlu untuk diambil..
Sehingga di dalam ilmu hadits, suatu hadits diterima
jika para perawinya terpercaya. Sebaliknya, jika perawinya pendusta atau fasik,
maka hadits itu bisa gugur hingga derajat maudhu' (palsu).
Demikian pula dari sebuah informasi atau berita yang belum jelas membutuhkan klarifikasi, cek dan ricek akan kebenarannya.
Dengan demikian seorang muslim tidak boleh asal terima berita atau informasi, apalagi langsung menyebarluaskannya. Sebelum di teliti kebenarannya, Karena dapat mengakibatkan keresahan orang banyak sehingga menimbulkan kekacauan di tengah-tengah masyarakat karena kesalah pahaman dari berita yang belum jelas kebenarannya itu.
Demikian pula dari sebuah informasi atau berita yang belum jelas membutuhkan klarifikasi, cek dan ricek akan kebenarannya.
Dengan demikian seorang muslim tidak boleh asal terima berita atau informasi, apalagi langsung menyebarluaskannya. Sebelum di teliti kebenarannya, Karena dapat mengakibatkan keresahan orang banyak sehingga menimbulkan kekacauan di tengah-tengah masyarakat karena kesalah pahaman dari berita yang belum jelas kebenarannya itu.
Ini yang sering terjadi di
tengah-tengah masyarakat sa’at ini,
menerima informasi /berita yang belum
jelas, lansung menyebarkannya kepada orang lain dengan dalih ingin meluruskan
masalah seolah-olah berpihak pada kebenaran, padahal mereka hanya mencari
popularitas diri atau golongan, mereka bertindak tanpa mengadakan ricek
terlebih dahulu namun hanya bermodal nyerocok semata, akibatnya ? timbullah keresahan,kekacauan bahkan
permusuhan di tengah-tengah masyarakat.
Di zaman Rasulullah pernah terjadi,
sahabat yang akhirnya menyesal dan bertaubat, karena ia pernah terlibat dalam
upaya menyebarkan kabar dusta (haditsul ifki).
Saat itu, Aisyah radhiyallahu
'anha diisukan berselingkuh dengan sahabat Safwan, setelah Aisyah tertinggal rombongan
perang akibat mencari kalungnya yang hilang. Fitnah itu dihembuskan dengan
cepat oleh gegembong munafik Abdullah bin Ubay, dan ternyata, ada beberapa
muslim yang termakan fitnah itu lalu turut menyebarkannya.
Allah Swt. berfirman mengenai peristiwa ini:
Allah Swt. berfirman mengenai peristiwa ini:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# râä!%y` Å7øùM}$$Î/ ×pt6óÁãã ö/ä3YÏiB 4
w çnqç7|¡øtrB #u° Nä3©9 ( ö@t/ uqèd ×öyz ö/ä3©9 4
Èe@ä3Ï9 <ÍöD$# Nåk÷]ÏiB $¨B |=|¡tFø.$# z`ÏB ÉOøOM}$# 4
Ï%©!$#ur 4¯<uqs? ¼çnuö9Ï. öNåk÷]ÏB ¼çms9 ë>#xtã ×LìÏàtã ÇÊÊÈ
Sesungguhnya orang-orang
yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu
kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu.
tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya.
dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam
penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar (QS. An-Nur : 11)
Berita
bohong pada ayat diatas, mengenai istri Rasulullah s.a.w. 'Aisyah r.a. Ummul
Mu'minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Peperangan
ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan Nabi berdasarkan
undian yang diadakan antara istri-istri beliau. dalam perjalanan mereka kembali
dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah keluar dari
sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. tiba-tiba Dia merasa
kalungnya hilang, lalu Dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan
berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam sekedup. setelah
'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat Dia duduk di tempatnya dan
mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat ditempat
itu seorang sahabat Nabi, Shafwan Ibnu Mu'aththal, diketemukannya seseorang
sedang tidur sendirian dan Dia terkejut seraya mengucapkan: "Inna lillahi
wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah terbangun. lalu Dia
dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta
sampai mereka tiba di Madinah. orang-orang yang melihat mereka membicarakannya
menurut Pendapat masing-masing. mulailah timbul desas-desus. kemudian kaum
munafik membesar- besarkannya, Maka fitnahan atas 'Aisyah r.a. itupun bertambah
luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.
Hadirin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah
Di zaman yang dipenuhi dengan
jejaring sosial ini, kadang kita dapati sebagian muslim begitu saja
menyebarkan, informasi yang diterimanya, tanpa peduli apakah informasi itu
benar atau salah.
Maka untuk itu, sebagai pribadi
seorang muslim, janganlah gampang menerima informasi atau berita yang belum
jelas apalagi termakan olehnya Lakukanlah tabayun teliti dulu akan kebenarannya
sehingga tidak menimbulkan keresahan, kekacauan yang mengakibatkan permusuhan
dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat , itu hanya dapat merugikan diri kita
dan orang banyak.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta jika ia
mengatakan segala yang ia dengar (HR.
Muslim)
Demikianlah secara singkat tuntunan
Islam dalam menyikapi informasi, khususnya informasi baru.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai
orang yang jujur, dan mencatat kita bersama orang-orang shiddiqin. Amin ya robbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْاَنِ
الْعَظِيم، وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الاَيَاتِ وَ الذِّكْرِ
الحَكِيْم اَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيمْ – لِي وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ فَاسْتَغْفِرُوهُ اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُ الرَّحِيمِ
No comments:
Post a Comment