Saturday, December 21, 2013

menanggapi informasi secara pandangan islam



اَلْحَمْدُللهِ الَّذِى حَقَّقَ  اَرْكَانَ الدِّيْنِ بِإِرْسَالِ سَيِّدِاْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ  اَلْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ.وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْنُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ.وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. 
 أَمَّابَعْدُ. فَيَاعِبَادَاللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ وَاَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ تَعَالَى هَدَانَا إِلَى سَبِيْلِ الرُّشْدِ بِإِرْسَالِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ
قَالَ الله ُتَعَالَى فِى اْلقُرْأَنِ اْلكَرِيْمِ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا  يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Hadirin Jama'ah Jum'at  Rahimakumullah
Marilah kita senantiasa berupaya meningkatkan taqwa kepada Allah swt. Taqwa dalam arti menjalankan perintah-perintah Allah, dengan sekuat tenaga. Dan meninggalkan larangan-nya, secara keseluruhan.

Hadirin Jama'ah Jum'at  Rahimakumullah
Pada kesempatan Khutbah kali ini marilah kita renungkan sejenak sebuah  firman Allah dalam Al Qur’an surat  Al Hujurat  ayat 6 yang berbunyi :

اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ŠÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al Hujurat : 6)

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan: "Allah Swt. memerintahkan (orang-orang yang beriman) untuk memeriksa berita yang datang dari orang fasik dengan teliti, dan hendaklah mereka bersikap hati-hati dalam menerimanya dan jangan menerimanya begitu saja, yang akibatnya akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima begitu saja berita tersebut, berarti sama dengan mengikuti jejaknya. Sedangkan Allah Swt. telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yg rusak.

Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang-orang yang fasik.

Menurut para mufassir, asbabun nuzul ayat di atas berkenaan dengan Al walid bin Uqbah yang diutus oleh Rasulullah saw. untuk mengumpulkan zakat dari Bani Al Musthaliq. Al-Walid menyampaikan laporan kepada Rasulullah bahwa mereka enggan membayar zakat, bahkan berniat membunuhnya, padahal ia tidak pernah sampai ke perkampungan Bani Al Mushtaliq tersebut. Dilaporkan  akan adanya pemberontakan, Rasulullah saw. murka. Tetapi beliau tidak langsung mengambil tindakan terhadap Bani Al Musthaliq, melainkan beliau mengutus Khalid untuk mengklarifikasi kebenarannya, sehingga turunlah ayat ini yang mengingatkan bahaya berita palsu yang coba disebarkan oleh orang fasik. Berita palsu itu hampir saja mengakibatkan permusuhan antar sesama umat Islam saat itu. 

Ikhwanul muslimin Rahimakumullah
Jika di zaman Rasulullah saw. bisa terjadi hal seperti itu, bagaimana dengan zaman sekarang? Di zaman Rasulullah kejujuran sangat dominan mewarnai, masih ada pemberitaan palsu, apalagi di zaman sekarang yang banyak kedustaan bertebaran. Berita dan informasi yang tidak benar bisa berasal dari mana saja, baik individu maupun lembaga. Bahkan, mulalui berbagai media.



Di era informasi seperti saat ini, tidak sedikit umat Islam yang terpancing dengan informasi yang ada, tanpa melakukan tabayun. Padahal tabayun itulah yang dituntunkan Islam melalui Surat Al Hujurat ayat 6 tersebut, jika ada berita atau informasi dari orang-orang yang fasik.                             
Ali bin Abi Thalib pernah menyampaikan 

أُنْظُرْ مَا قَالَ وَ لَا تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
Lihatlah apa yang dibicarakan, jangan melihat siapa yang berbicara

Sesungguhnya kalimat itu berlaku dalam hal nasehat, yang sudah pasti benar. Maka kebenaran, dari manapun ia datang, perlu untuk diambil..

Sehingga  di dalam ilmu hadits, suatu hadits diterima jika para perawinya terpercaya. Sebaliknya, jika perawinya pendusta atau fasik, maka hadits itu bisa gugur hingga derajat maudhu' (palsu).

Demikian pula dari sebuah informasi atau berita yang belum jelas membutuhkan klarifikasi, cek dan ricek akan kebenarannya.
Dengan demikian seorang muslim tidak boleh asal terima berita atau informasi, apalagi  langsung menyebarluaskannya. Sebelum di teliti kebenarannya, Karena  dapat mengakibatkan keresahan orang banyak sehingga menimbulkan  kekacauan di tengah-tengah masyarakat  karena kesalah pahaman dari berita yang belum jelas kebenarannya itu.  
Ini yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat  sa’at ini, menerima informasi /berita  yang belum jelas, lansung menyebarkannya kepada orang lain dengan dalih ingin meluruskan masalah seolah-olah berpihak pada kebenaran, padahal mereka hanya mencari popularitas diri atau golongan, mereka bertindak tanpa mengadakan ricek terlebih dahulu namun hanya bermodal nyerocok semata, akibatnya ?  timbullah keresahan,kekacauan bahkan permusuhan  di tengah-tengah masyarakat.

Di zaman Rasulullah pernah terjadi, sahabat yang akhirnya menyesal dan bertaubat, karena ia pernah terlibat dalam upaya menyebarkan kabar dusta (haditsul ifki).    Saat itu, Aisyah radhiyallahu 'anha diisukan berselingkuh dengan sahabat Safwan, setelah Aisyah tertinggal rombongan perang akibat mencari kalungnya yang hilang. Fitnah itu dihembuskan dengan cepat oleh gegembong munafik Abdullah bin Ubay, dan ternyata, ada beberapa muslim yang termakan fitnah itu lalu turut menyebarkannya.
Allah Swt. berfirman mengenai peristiwa ini:

¨bÎ) tûïÏ%©!$# râä!%y` Å7øùM}$$Î/ ×pt6óÁãã ö/ä3YÏiB 4 Ÿw çnqç7|¡øtrB #uŽŸ° Nä3©9 ( ö@t/ uqèd ׎öyz ö/ä3©9 4 Èe@ä3Ï9 <͐öD$# Nåk÷]ÏiB $¨B |=|¡tFø.$# z`ÏB ÉOøOM}$# 4 Ï%©!$#ur 4¯<uqs? ¼çnuŽö9Ï. öNåk÷]ÏB ¼çms9 ë>#xtã ×LìÏàtã ÇÊÊÈ  
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar   (QS. An-Nur : 11)

Berita bohong pada ayat diatas, mengenai istri Rasulullah s.a.w. 'Aisyah r.a. Ummul Mu'minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Peperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. tiba-tiba Dia merasa kalungnya hilang, lalu Dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam sekedup. setelah 'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat Dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat ditempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan Ibnu Mu'aththal, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan Dia terkejut seraya mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah terbangun. lalu Dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut Pendapat masing-masing. mulailah timbul desas-desus. kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, Maka fitnahan atas 'Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.

Hadirin Jama'ah Jum'at  Rahimakumullah
Di zaman yang dipenuhi dengan jejaring sosial ini, kadang kita dapati sebagian muslim begitu saja menyebarkan, informasi yang diterimanya, tanpa peduli apakah informasi itu benar atau salah. 
Maka untuk itu, sebagai pribadi seorang muslim, janganlah gampang menerima informasi atau berita yang belum jelas apalagi termakan olehnya Lakukanlah tabayun teliti dulu akan kebenarannya sehingga tidak menimbulkan keresahan, kekacauan yang mengakibatkan permusuhan dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat , itu hanya dapat merugikan diri kita dan orang banyak.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta jika ia mengatakan segala yang ia dengar (HR. Muslim)

Demikianlah secara singkat tuntunan Islam dalam menyikapi informasi, khususnya informasi baru.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang yang jujur, dan mencatat kita bersama  orang-orang shiddiqin. Amin ya robbal ‘alamin.

          بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْاَنِ الْعَظِيم، وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الاَيَاتِ وَ الذِّكْرِ الحَكِيْم اَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيمْ – لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ فَاسْتَغْفِرُوهُ اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُ الرَّحِيمِ

No comments:

Post a Comment

Wanita yangTidak Boleh Dinikahi

Wanita yang tidak tidak boleh dinikahi Menurut Islam Penulis H. TARMIZI ALFUJUDY Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan demi terc...