Friday, August 14, 2015

gambaran pelaksanaan haji


الحَمْدُ لِلهِ ذِيْ الْفَضْلِ وَالْإِنْعَامِ جَعَلَ الْحَجَّ إِلَى بَيْتِهِ أَحَدِ 
أَرْكَانُ الْإِسْلاَمِ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ فِي رُبُوْبِيَّتِهِ وَإِلَهِيَّتِهِ وَأَسْمَاءِهِ وَصِفَاتِهِ الْعِظَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَفْضَلُ مَنْ حَجَّ وَاعْتَمَرَ وَسَعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَطَافَ بِالبَيْتِ الْحَرَامِ،
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ.وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. 
 أَمَّابَعْدُ. فَيَاعِبَادَاللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ وَاَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

قَالَ الله ُتَعَالَى فِى اْلقُرْأَنِ اْلكَرِيْمِ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا  يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Segala puji hanyalah milik Allah. Maka tiada hal lain yang lebih pantas untuk kita ucapkan setalah menyadari nikmat-nikmatNya, kecuali memanjatkan puji syukur kepadanya, dan senantiasa meningkatkan Taqwa kepada Allah dengan menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi segala bentuk larangannya, Hanya dengan integrasi itulah syukur kita menemukan hakikatnya.

Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Kini kita tengah berada dalam suasana bahagia dan terharu, dengan menyaksikan persiapan  pemberangkatan para jamaah calon haji. Kita rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan sejuta harapan telah tertanam di dalam lubuk hati mereka, manakala saudara-saudara kita tersebut meninggalkan kampung halamannya terbang menuju kiblat umat Islam sedunia, memenuhi panggilan AllahSubhanahu wa Ta’ala.
Tidak ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada suatu agama pun yang memiliki konsep ibadah seperti konsep ibadah haji agama Islam. Haji mengandung seribu makna, merangkum sejuta hikmah. Karena itu haji merupakan rukun islam yang kelima dalam Islam.
Al-Allamah Abu Abdillah Muhammad bin Abdir Rahman al-Bukhari al-Hanafi al-Zahid (546 H) menjelaskan, “Haji adalah bermaksud (berkeinginan dan bersengaja), dengan maksud dan niat, keduanya menghantarkan seseorang menuju cita-cita, niat adalah amal yang paling mulia karena ia adalah pekerjaan anggota tubuh yang paling utama yaitu hati, karena ibadah ini adalah ibadah yang paling besar dan ketaatan yang paling berat maka disebut ibadah yang paling utama  yaitu al-hajj yang berarti al-qashdu (tujuan).
Tatkala jama’ah haji tiba di depan Ka’bah, maka mereka berputar  7 kali mengelilingi Ka’bah yang disebut dengan Thawaf, hal ini  meng-isyaratkan bahwa Ka’bah bukanlah maksud dan tujuan. Tetapi tujuannya adalah pemiliknya yakni Allah SWT.
Begitu pula ketika jama’ah haji mencium Hajar Aswad yang berarti batu berwarna hitam, bukan berarti bertujuan menyembah batu, melainkan karena mengikuti Sunnah Rasul. Karena beliaulah yang mencontohkan kita untuk melakukan yang demikian. Inilah pembeda antara musyrik dan muslim. Dulu orang musyrik zaman jahiliyyah mencium Hajar Aswad karena bertujuan menyembah batu.tetapi sekarang Muslim mencium Hajar Aswad demi mengikuti Sunnah Rasul .
Menyentuh Hajar Aswad seorang jama’ah haji harus ingat bahwa ia sedang berbai’at kepada Allah (pencipta dan pemilik batu yang telah memerintahkan untuk menyentuhnya). Berbai’at untuk selalu taat dan tunduk kepada-Nya, dan barang siapa yang menghianati bai’at maka ia berhak mendapatkan murka dan adzab Allah. Na’udzubillahi Mindzalik.
Selanjutnya puncak dari pelaksanaan ibadah haji adalah berkumpul di padang arafah yang disebut dengan wukuf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah.
Padang Arafah adalah tempat berkumpulnya jama’ah haji dari berbagai penjuru dunia dengan memakai pakaian ihram, melepaskan kebahagiaan dan kebanggaan dunia mencerminkan suatu persamaan tidak ada perbedaan antara sesama baik dari kalangan pejabat dan rakyat biasa sememua menunjukkan rendah diri kepada Allah Azza wajalla mengharap ampunannya.
Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang menentukan sah atau tidaknya ibadah haji seseorang, sehingga layak mendapatkan predikat haji. Rasulullah saw jelaskan :


Haji adalah Wukuf di Arafah (HR. Bukhari dan Muslim)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Dalam melaksanakan ibadah haji  niat begitu utama dan penting, karena itu perlu di perbaiki dan diluruskan terlebih dahulu beribadah hanya karena Allah semata. Allah berfirman :
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ.
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah”
Karena itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi calon haji adalah bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, sehingga mendapatkan derajat Taqwa.
 Inilah yang di isyaratkan oleh Allah swt. dalam firmannya,
وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”   (Al-Baqarah: 197).
Kalau calon haji sudah bertaubat, maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji yang teramat indah itu.
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ    
Ia akan menghayati kalimat Talbiyah tersebut, seolah-olah berucap: “Ya Allah aku datang, aku datang, memenuhi panggilan-Mu, lalu aku berdiri di depan pintu-Mu. Aku singgah di sisi-Mu. Aku pegang erat kitab-Mu, aku junjung tinggi aturan-Mu, maka selamatkan aku dari adzab-Mu, kini aku siap menghamba kepada-Mu, merendahkan diri dan berkiblat kepada-Mu. Bagi-Mu segala ciptaan, bagi-Mu segala aturan dan perundang-undangan, bagi-Mu segala hukum dan hukuman tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku, meninggalkan profesi dan pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah keridhaan-Mu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah, maka lindungi aku dari adzab-Mu.”
Lebih dari itu, semua ibadah haji merupakan kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah sebagai pembuat syariat. Bagaimana petunjuk Allah dalam beribadah, begitulah kita harus mengerjakannya. Bagaimana perintah Allah kepada orang beriman, begitulah ia harus sami’na wa atha’na. Dengan demikian ibadah haji menjadi ibadah yang sangat berat. Selain menyediakan biaya yang sangat besar dan membutuhkan fisik yang prima, kondisi ruhiyah juga harus terjaga selama ibadah ini ditunaikan. Maka, sebanding dengan beratnya kombinasi dari ibadah qalbiyah, ibadah badaniyah, dan ibadah maliyah ini, Allah telah menyediakan balasan yang luar biasa pula:

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

Haji yang mabrur, tidak ada balasannya kecuali surga. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.                       Demikianlah sekelumit tentang makna haji, predikat haji mabrur dan gambaran haji yang tidak mabrur. Semoga Allah menjadikan jama’ah haji kita selamat dalam perjalanan menuju tanah suci Makkah kembali ke tanah air dengan membawa haji yang mabrur serta dijauhkan dari haji yang  maghrur   (tertipu)  dan mardud (tertolak). Adapun kita yang belum melaksanakan ibadah haji, baik yang belum mampu maupun yang belum mendapatkan kesempatan, semoga Allah menanamkan dalam hati kita Azzam (Tekad yang kuat dan Niat yang Ikhlas) hanya karena Allah, juga diberikan oleh Allah “Istatho’a” atau kemampuan, baik kemampuan fisik maupun materi serta kesempatan umur yang panjang sampai waktu giliran kita tiba, Amiiin Yaa Rabbal ‘Alamiiin …

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْاَنِ الْعَظِيم، وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الاَيَاتِ وَ الذِّكْرِ الحَكِيْم اَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيمْ – لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ فَاسْتَغْفِرُوهُ اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُ الرَّحِيمِ

No comments:

Post a Comment

Wanita yangTidak Boleh Dinikahi

Wanita yang tidak tidak boleh dinikahi Menurut Islam Penulis H. TARMIZI ALFUJUDY Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan demi terc...